Eksistensi tongkrongan sebagai ladang dakwah. Dakwah menjadi hal yang sangat tabu bagi umat Islam masih beranggapan belum pantas untuk dipelajari. Malahan ada yang tidak terlalu senang lantaran dianggap masih kaku. Dalam kesehariaan masyarakat di kalangan yang tidak pernah belajar agama.
Namun bagi kalangan kaum terpelajar justru sangat senang kehadiran dakwah dapat menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Sayangnya, kaum agamis menilai bahwa orang-orang berkeliaraan tanpa mengunakan agama merupakan merusak moralitas tak terkendali.
Lantas apa yang salah dengan agama? Dan mengapa dakwah begitu asing untuk kalangan non terpelajar agamawan? Coba kita pahami baik-baik makna agama secara luas terlebih dahulu sebelum menilai dari sudut pandang kita masing-masing. Penulis akan mengambil referensi penjelasan menarik dari Buya Syafi’i Ma’arif dalam bukunya Tuhan Menyapa Kita, bahwa krisis umat Islam saat ini terletak pada jiwannya yang tidak terbuka sama sekali.
Buya menggaris bawahi bahwa Islam harus didasarkan kuat, bagaimana Islam bisa berbicara terhadap sosial kemasyarakatan demi meningkatkan kemanusiaannya. Hal ini juga senada dengan penjelasan Emha Ainun Najib atau biasa disebut Caknun Kumpulan essaynya Slilit Sang Kyai bahwasannya Islam merupakan agama mengajarkan tentang kehidupan.
Mengekplorasi tatanan akhlak yang dimana Islam sangat menganjurkan tata krama sebagai fondasi beragama. Caknun juga menegaskan Islam bukan agama yang memecah belah perbedaan. Karena Islam bercabang-cabang dalam pembahasan.
Khususnya di dunia tongkrongan sangat sakral membicarakan tentang Islam. Pasti akan membicarakan bagaimana kuliahnya, sekolahnya, masa depannya? Ujung-ujungnya menyalahkan anak tetangga yang sebenarnya tidak ada hubungan darah dengannya.
Mungkin agak aneh menjelaskan Islam di tongkrongan yang seharusnya di masjid bukan tempat-tempat orang-orang merokok. Tempat dimana santai-santai tanpa beban. Tempat yang asyik sebagai pelampiasan orang-orang tak bersalah. Mereka hanya melihat kesibukan tetangganya yang dianggap tidak ada kerjaannya. Tapi bagaimana sisi positifnya menurut Islam. Simak baik-baik ya :
Komunikasi Menanyakkan Kabar
Komunikasi menanyakkan kabar mungkin hal sepele dilakukan oleh orang tongkrongan. Tapi untuk Islam sangat memberikan dampak manfaat luar biasa sesama manusia. Nabi Muhammad SAW pernah menanyakan kabar terhadap sahabatnya, diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW keluar rumah dan menemui para sahabat.
Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Bagaimana kabar kalian pagi ini?” Sahabat menjawab : “Pagi ini kami beriman kepada Allah SWT.” Rasulullah SAW kembali bertanya: “Apa tanda keimanan kalian?” Sahabat menjawab: “1) Kami bersabar atas segalamacam ujian-Nya. 2) Kami bersyukur atas kelapangan-Nya 3) Kami rida dengan qadha dan qadhar-Nya.” Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Kalian adalah orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman. Keimanan yang sesuai dengan kenyataan. Beriman hanya karena Allah yang menguasai Ka’bah.” (https://www.kompasiana.com/abdulazizbaskoro/5b370267cf01b4495a4c5142/rasulullah-saw-juga-pernah-basa-basi-bertanya-kabar).
Dari sini sangat jelaskan menanyakan kabar sangat penting bagi semua orang khususnya menyapa ditongkrongan. Meskipun konteks pemahaman di atas tentang keimanan tapi setidaknya dengan mengucapkan alhamdulillah atau sehat wetengku tambah lemu misalnya itu menunjukkan jati diri Islam sebenarnya. Karena ajaran ini memberikan pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan sebagai pintu kebaikan antar sesama Islam maupun non Islam.
Menjalin Silaturahmi Sesama Muslim Maupun Non Muslim
Kita tidak pernah terpikirkan bahwa Islam tidak mengajarkan tentang nilai-nilai silaturahmi kepada non muslim. Karena kebanyakan umat Islam masih mempercayakkan sesama Islam adalah saudara begitu kira-kira pandangan umat Islam yang fanatik. Itu kurang lengkap penjelasan Islam mengenai saudara.
Kalian bisa baca buku tentang Sesaudara Dalam Keimanan Sesaudara Dalam Kemanusiaan yang disebutkan perkataan Sayyidina Ali bahwa Islam juga merupakan saudara keimanan tapi jangan lupakan non Islam juga saudara dalam kemanusiaan. Apakah perkataan Ali Bin Abi Thalib ini salah? Atau saya yang salah menjelaskannya?
Harusnya kita sadar dong hidup ditengah perbedaan. Minimal 10 orang non Islam disebelah kita. Kalau kita mengutarakan khotbah tentang kebenaran Islam tapi pada akhirnya menjatuhkan martabat non Islam ujung-ujungnya menyalahkan sedangkan kita setiap hari mampir di angkringan kalau dia sampai mendengarkan khotbah kita dimasjid gimana responnya?
Kalau kaum non muslim yang imannya kuat biasa saja, karena sudah lumrah dibicarakan. Tapi kalau imannya lemah gampang tersinggung? Maka tongkrongan ini menjadi penguat silaturahmi antar sesama agama dan non agama. Kita bisa lepas landas bercanda namun juga perlu diperhatikan karakteristiknya.
Kesimpulan
Pada prinsipnya Islam memberikan jalan kepada umatnya agar senantiasa menguatkan kebersamaan dalam kebaikan tanpa mengenai apa agamamu dan siapa dirimu. Karena sejatinya Islam diciptakan untuk memberikan pelajaran dan kemanfaatan bagi kaum pemeluk dan non pemeluk supaya tidak ada pemecah belah antar manusia dengan corak perbedaan agama berbeda-beda.
Kita juga harus banyak belajar dengan agama lainnya secara universal (umum) untuk menguatkan kehormatan saling menghargai satu sama lain. Tidak membeda-bedakan prinsip Ketuhanan Islam dengan non Islam. Sekalipun dalam Islam benar yang berdalih agama lain salah kaprah.
Setiap agama masing-masing mempunyai kebenaran masing-masing secara mutlak. Bila kita ambil sisi Keislaman jelas mereka tidak akan menerimannya. Tapi kalau kita mau menerimannya pasti akan lebih mudah menjalankan ajarannya masing-masing.
Sehingga ruang tongkrongan tidak hanya ramah untuk kalangan non terpelajar agamawan melainkan semua kalangan. Kita perlu menggali tongkrongan sebagai wujud ruang berdiskusi bertukar pikiran sekaligus menerapkan prinsip dakwah Keislaman yang disebut tassamuh yakni menghargai dan menghormati sesama umat Islam ataupun non Uslam.
Tongkrongan juga memberikan ruang untuk memberikan kebaikan sesama dalam hal sodaqoh, senyum, sapa, dan tentunya menguatkan silaturahmi merekatnya perhubungan sesama manusia.