Fenomena Kemiskinan Kontemporer
Oleh : Naufal Abdul Afif (Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik PC IMM Kendal)
KULIAHALISLAM.COM – Diskursus tentang kemiskinan terus mengalami perkembangan seiring dengan pertumbuhan bentuk-bentuk kemiskinan dan perubahan ruang dan waktu. Kemiskinan dan pembangunan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks nasional dan global.
Pembangunan yang diselenggarakan oleh negara atau swasta pada hakikatnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagaimana dalam Islam meyakini adanya tugas Mulia memakmurkan bumi yang diemban setiap individu.
Perspektif-perspektif baru tentang kemiskinan menentang perhatian yang sekedar menuju kepada pendapatan dan konsumsi sebagai yang mendefinisikan kondisi masyarakat miskin. Kemiskinan adalah seperangkat keadaan yang demikian kompleks.
1. Kemiskinan Karitas
Kemiskinan karitas merupakan suatu keadaan sulit seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needa). Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan dasar sangat penting untuk membuat manusia tetap dapat bertahan hidup (Survival).
Kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya sangat mendasar ini mencakup sandang, pangan dan papan. Istilah miskin karitas ini dapat diperluas hingga mencakup kelangkaan dalam hal pendapatan pribadi aset fisik (termasuk tanah, dan kepemilikan materi) dan aset lingkungan seperti pepohonan hutan air dan produk-produk non kayu-kayuan.
Kemiskinan sebagai kelangkaan pendapatan biasanya diukur dengan uang. Bank Dunia pada 1993 misalnya, mengukur kemiskinan dengan “satu dolar per hari per orang”. Ini disebut sebagai garis kemiskinan.
Caranya dengan memperkirakan jumlah minimum kebutuhan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar agar manusia dapat bertahan hidup. Biasanya cara mengukur pendapatan ini dilihat dari konsumsi, dan kemiskinan dimaknai sebagai kelangkaan konsumsi.
2. Kemiskinan Kapasitas
Kemiskinan kapasitas adalah gambaran tentang ketidakpastian, kelangkaan harapan akan masa depan (OS. al-Anfal 8:26) yang berkaitan dengan human capital meliputi pendidikan, life skill, training, kekuatan bekerja dan social capital mencakup jejaring sosial seperti kekerabatan, kebertetangaan dan asosiasi/organisasi.
Kemiskinan kapasitas, juga bisa disebut dengan miskin kapabilitas/kemampuan. Hal ini merupakan gejala sosial yang dipicu oleh gagalnya setiap individu untuk merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya (manusia) agar bisa membangun kehidupan yang bermartabat khususnya disebabkan kurangnya akses dalam setiap lini kehidupan.
Biasanya kemiskinan ini ditandai dengan minimnya pendidikan, rendahnya kualitas kesehatan, dan kecilnya kesempatan untuk dapat ikut bergabung dalam suatu asosiasi atau organisasi.
3. Kemiskinan Otoritas
Kemiskinan otoritas adalah bentuk ketidakberdayaan akibat marginalisasi sosial, marginalisasi partisipasi, marginalisasi hak-hak asasi dan marginalisasi perlindungan hukum. Kaum marjinal adalah individu atau kelompok yang dipinggirkan atau dikucilkan dari partisipasi penuh dalam berbagai aktivitas masyarakat di mana mereka hidup.
Marjinalisasi sosial adalah suatu gambaran “kebungkaman” dan “ketidakberdayaan” yang menjadikan atau mengakibatkan orang miskin tidak memperoleh hak-hak mereka.
Peminggiran sosial semacam ini menciptakan keadaan diskriminasi dan stigma bagi kaum miskin, dan memaksa mereka terperangkap dalam aktivitas perekonomian dan relasi sosial yang mengekalkan kemiskinan mereka. Kaum ini biasa hidup di pinggiran pinggiran kota dan sering kali pekerjaan mereka dinilai tabu oleh masyarakat.
Marjinalisasi partisipasi juga merupakan penyebab kemiskinan (miskin jejaring tingkat keluarga, tetangga, negara, Asosiasi atau organisasi). Kaum miskin biasanya merana karena mereka tidak memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang penting dalam suatu kehidupan sosial, bahkan bagi diri mereka sendiri.
Mereka tidak cukup berdaulat untuk menentukan pemanfaatan waktu yang mereka miliki, seperti hidup dan bekerja di tempat yang buruk, relasi sosial, relasi gender yang buruk, aspek keamanan yang rendah, kekhawatiran dan ketakutan yang selalu menghantui.
Marjinalisasi hak-hak asasi manusia, merupakan perampasan atas hak hidup berpikir (pendidikan dan informasi) reproduksi sehat, pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan kepemilikan. Seorang yang hak-haknya tidak terpenuhi, seperti hak atas makanan kesehatan pendidikan informasi adalah orang miskin.
Maka ketika hak-hak asasi tersebut dijamin oleh hukum, orang-orang miskin dapat menggunakan sarana-sarana hukum untuk mengamankan hak-hak mereka atas perumahan, pekerjaan, upah yang adil, kebebasan berkumpul, layanan kesehatan publik, pendidikan, tanpa diskriminasi atas dasar etnik, warna kulit, agama, kelas, gender, perlakuan adil di depan pengadilan, hak-hak politik, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama dan sebagainya.
Pertimbangan atas kemiskinan partisipasi ini memberikan bukti lebih nyata tentang banyaknya bentuk kemiskinan yang mereka alami. Berbagai fakta menunjukkan bahwa banyak faktor bergabung untuk menjadikan kemiskinan sebagai fenomena yang kompleks dan multidimensional.
Maka dari itu, kita sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah harus ikut andil semampu kita, untuk menyalakan lilin yang dapat membawa secercah harapan demi memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan manusia.