Tasawuf Falsafi Sebagai Bagian Dari Neoplatonisme. Nama-nama terkenal seperti Dzun-Nun al-Mishri, Abu Mansur al-Hallaj, Al-Ghazali, Muhyiddin Ibn Arabi, dan Abdul Karim al-Jilli adalah contoh dari Neoplatonisme dan Mistisisme Islam.
Saat Nabi Muhammad wafat, para sahabatnya tersebar ke berbagai negara, termasuk Irak, Syam (Syria, Yordania, Palestina, Lebanon), Mesir, Persia, dan bahkan sampai China. Mereka bertemu dan berinteraksi dengan kebudayaan lokal yang telah berkembang dan mengakar di tempat-tempat tersebut.
Ada yang mengatakan bahwa ketika Islam masuk ke wilayah Syria dan Irak, mereka memasukkan pikiran dan kebudayaan orang-orang di sana, yang dipenuhi oleh berbagai kebudayaan. Terutama dari kepercayaan Yunani dan Neoplatonisme, serta dari kepercayaan Nasrani, Budha, dan Zoroaster. Filosofi Yunani menyebar ke Timur. Dinasti Umayyah di Damaskus menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab karena ketertarikan kaum muslimin pada kebudayaan tempat itu.
Syahdan. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah, hidup dari 634 hingga 704 M, dianggap oleh beberapa penulis sebagai orang pertama yang memasukkan filsafat Neoplatonisme ke masyarakat Muslim.
Ia pergi ke Iskandaria dan menghabiskan beberapa tahun belajar di perpustakaan kota itu. Ia belajar dan menerjemahkan buku-buku sastra, kedokteran, filsafat, dan astronomi di perpustakaan besar di tempat itu.
Selain itu, ada Dzun-Nun al-Mishri (w. 786–859 M), seorang sufi Mesir yang dihormati. Ia dekat dengan tradisi Mesir kuno, serta filsafat Hellenistik, Platonisme, Kristen, dan Yahudi. Namanya dikenal sebagai penggagas teori “Ma’rifah” dalam tradisi sufisme Islam.
Kita tahu bahwa Plotinos adalah orang yang membangun Mazhab Neo-Platonisme. Dunia pra-Islam Iskandariyah adalah kota ilmu pengetahuan dan filsafat. Terutama, Neoplatonisme adalah jenis filsafat yang menggabungkan teori dua filsuf Yunani terbesar, Plato dan Aristoteles.
Plotinus, pendiri filsafat Neo-Platonisme, lahir di lykopolis (mesir). Ia belajar filsafat di Alexandria selama sebelas tahun sebelum pindah ke Roma. Sebuah cerita mengatakan bahwa Zhunnun al-Mishri, seorang sufi terkemuka yang terkenal dengan teori “Ma’rifat”nya, pernah belajar filsafat Neoplatonisme di kota ini. Nama Iskandariyah atau Alexandria berasal dari nama pendirinya, Iskandar Agung, yang merupakan murid Aristoteles, filsuf terbesar Yunani.
Fakta lain yang menarik adalah bahwa ketika Ibnu Atha’illah as-Sakandari lahir, kota ini menjadi salah satu tempat penting bagi mahasiswa dari seluruh dunia untuk belajar ilmu Islam eksoterik dari banyak ulama besar di sana, serta ilmu esoterik dari para mursyid dari berbagai tarekat besar, terutama Tarekat Syazdiliyah.
Ibnu Athaillah disebut dengan banyak julukan kehormatan oleh masyarakat muslim di seluruh dunia, terutama oleh kaum sufi dan pengikut tarekat, seperti al-Quthb al-Arifin, Tarjuman al-Washilin, Mursyid al-Salikin dan lainnya.
Dia adalah seorang guru sufi di Tarekat, seperti yang ditunjukkan oleh julukan-julukan ini. Ibnu Athaillah adalah Syaikh ketiga dalam tarikat Syadzili, diikuti oleh Abu al-Hasan Asy Syadzili dan Abu Al-Abbas Al-Mursi.
Ibnu Athaillah inilah yang berhasil menghimpun dan mengokohkan manaqib, ajaran, pesan, dan doa munajat. Di bawah pengawasannya, Tarikat Syadziliah tetap hidup, berkembang, dan bertahan hingga saat ini. Wallahu a’lam bisshawab.

