KULIAHALISLAM.COM – Yelu Chucai (Hanzi: 耶律楚材, 1189-1243) adalah seorang negarawan
pada masa awal Kekaisaran Mongolia. Yelu Chucai lahir di
Yanjing (sekarang Beijing) dan berdarah Qidan (suku minoritas di wilayah utara Tiongkok), keluarganya
memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga kerajaan Dinasti Liao.
Patung setengah dada Yelu Chucai di sebuah taman di Pegunungan Teh Wuyi |
melayani Dinasti Jin (suku Jurchen), yang pada tahun 1125 meruntuhkan Dinasti
Liao, dan ibunya adalah seorang wanita Han/Tionghoa bermarga Yang. Pada
usia dua tahun Yelu ditinggal mati ayahnya, ia hidup di bawah asuhan ibunya
yang mendidiknya dengan keras dan berpengaruh besar terhadap pembentukkan
karakternya.
Pemahamannya terhadap budaya Tionghoa
memungkinkannya untuk mendalami kesusastraan dan filsafat mereka, selain itu ia
pun mempelajari astronomi, sejarah, geografi, hukum, matematika dan juga ilmu
kedokteran.
Yelu adalah seorang penganut Budha, namun ia juga banyak mengerti tentang Konfusianisme dan Taoisme. Pada umur 20-an ia sudah memegang jabatan pemerintahan di
daerahnya.
Yelu Chuai
harus memikul paling penting sekaligus beban berat ketika Kekaisaran Mongolia
ditetaskan. Dia sudah mendapatkan simpatik dari Jengis Khan sejak melihatnya
pertama kali.
Yelu Chuai
adalah satu-satunya Filsuf dari China yang ikut bersama pasukan Mongol saat
mereka melakukan ekspedisi, namun tidak banyak pasukan Mongol yang senang
dengan kehadirannya di tengah-tengah mereka. Pernah satu kali seorang perwira
yang sangat mahir membuat panah, mengejek ahli filsafat, ahli kedokteran, dan
ahli perbintangan dari China yang memiliki tubuh tinggi dan janggut panjang itu,
ia berkata : “Apa gunanya seorang kutu buku seperti kamu ini ikut bersama
para pendekar seperti kami ?”.
Lalu Yelu Chucai
menjawab : “Membuat panah yang bagus memang memerlukan seseorang tukang kayu
yang baik, tapi untuk memberesi administrasi kekaisaran tidak bisa dilakukan
kecuali orang yang cerdas”.
Setiap
kali pasukan Mongol berhasil menahlukan suatu daerah, maka prajurit Mongol akan
saling bahu membahu untuk mengumpulkan harta rampasan perang, kecuali Yelu, ia
memilih untuk mengumpulkan buku, dedaunan untuk rampuan pengobatan dan tabel
astronomi.
Namun
demikian, dialah orang yang paling berjasa ketika pasukan Mongol membutuhkan peta geografis dan arah tujuan selanjutnya yang akan mereka tempuh. Dia pula yang menjadi jadi penyelamat ketika pasukan Mongol diserang oleh wabah penyakit mematikan atau terserang penyakit lainnya, saat itulah Yelu mendapatkan kesempatan untuk balik mengejek para pasukan Mongol yang pernah menghinanya, karena ternyata buku-bukunya bermanfaat untuk mendapatkan ramuan yang dapat menyembuhkan penyakit yang mereka derita.
Orang arif dari China ini juga selalu berusaha menghentikan pembunuhan sadis yang menjadi kebiasaan pasuan Mongol saat berperang. Pernah satu kali, Jengis Khan melihat seekor hewan aneh di sebuah celah dipegunungan Himalaya. Hewan itu berbentuk seperti Rusa, namun berwarna hijau dan hanya memiliki tanduk saja. Jengis Khan pun memanggil Yelu Chucai untuk menanyakan hewan tersebut.
Lalu ia menjawab dengan suara tenang dan pelan : ” Ini adalah hewan Kyo Tuan. Hewan ini mengerti seluruh bahasa penduduk bumi dan menyukai kehidupan bangsa manusia. Hewan ini sangat jijik dengan perbuatan membunuh. Kemunculannya ini jelas sebagai peringatan untukmu wahai Khan, dia sepertinya ingin mengajakmu untuk berhenti melakukan perbuatan itu“.
Kepadanyalah masyarakat Cina sangat berterima kasih atas jasanya mempengaruhi Jengis Khan untuk tidak melakukan pembantaian secara sadis saat pasukan Mongol berhasil menduduki wilayah negara mereka, tidak melakukan pembakaran terhadap buku-buku dan tidak membumihanguskan semua gedung dan setiap rumah di sana. Di antara manifestasi kepeduliannya juga terkait dengan penelitiannya untuk mencarikan penawaran agar pasukan Mongol terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh mayat-mayat yang sudah membusuk.
Betapa pun ketulusan Yelu untuk negeri Mongol dan keluarga Jengis Khan, namun dia tetap tidak menyembunyikan balasannya tentang pembantaian sadis yang dilakukan oleh pasukan Mongol di setiap penaklukan mereka. Dia selalu meminta agama mereka bersimpati terhadap kota atau wilayah yang ditaklukan bangsa Mongol.
Meskipun demikian kecerdasan dan kearifannya berperan besar dalam menghentikan perlakuan yang sulit dibenahi atau diluruskan dari pasukan Mongol itu. Mengingat Dia menjalani kehidupannya dengan bangsa Mongol namun dia juga memiliki darah keturunan Cina maka secara alami terkumpul dalam jiwanya antara unsur pelaku dengan unsur korban.
Tetapi dia tidak mungkin dapat secara langsung menghakimi pasukan Mongol untuk membela hak-hak asasi kompatriotnya, karena dia khawatir akan menyinggung hati mereka atau bahkan tidak akan didengarkan. Karena itu dia berusaha untuk membuktikan bahwa memberikan pengampunan termasuk aspek penyebab kebijakan yang benar. Dengan begitu dia dapat mewujudkan maksudnya karena ia tahu bahwa kekejaman dan kesadisan yang dilakukan oleh bangsa Mongol hanya berasal dari keterbelakangan mereka saja.
Tibalah waktunya ketika mereka melakukan operasi militer terakhir terhadap Gansu yang dipimpin langsung oleh Jengis Khan, mereka diinstruksikan oleh pemimpin tertinggi untuk tidak membunuh atau menawan penduduk Cina karena tidak ada gunanya jika mereka mati dan mereka juga tidak bagus untuk digunakan sebagai pasukan cadangan. Dengan demikian, penduduk Cina yang jumlahnya ketika itu sekitar 10 juta orang akan selamat. Namun sebagai gantinya mereka diwajibkan untuk menggembalakan kuda-kuda para pasukan Mongol dan membayar umpeti kepada kekaisaran Mongol.
Jengis Khan memperlihatkan apresiasinya terhadap Yelu atas saran yang diberikannya. Bahkan semakin besar setelah Yelu Menjelaskan keuntungan apa saja yang akan bisa mereka dapatkan dari penduduk cina mereka lepaskan itu. Umpeti yang mereka terima setiap tahunnya adalah 500.000 ons perak, 80.000 pakaian Sutra dan 400.000 bebijian tanpa kulit.
Lalu setelah mereka berhasil memenangkan perang tersebut, maka Jengis Khan menjanjikan pada Yelu sebagian dari seluruh umpet yang mereka dapatkan sebagai penghormatan dari apresiasinya. Bahkan di masa Ogadai, putra Jengis Khan, Yelu diberikan penghormatan untuk menangani suatu wilayah penuh tanpa diawasi oleh siapapun hingga dia mampu di kemudian hari untuk menjatuhkan hukuman kepada Papa join Mongol yang masih melakukan kekejaman terhadap lawannya dan diadili di muka hukum.
Tidak sedikit Perwira pasukan Mongol menyatakan rasa kekagumannya terhadap kecerdasan Yelu. Pernah pada suatu ketika Ogadai Khan yang merupakan pecandu minuman alkohol menarik simpati Yelu. Yelu berkeinginan supaya Ogadai dapat hidup selama mungkin dan menjauhi minuman alkohol.
Maka pada suatu hari dia mengambil sebuah wadah yang terbuat dari besi dan menuangkan alkohol kedalamnya. Dalam beberapa waktu kemudian bagian dalam wadah tersebut mulai rusak akibat alkohol tersebut kemudian dia menunjukkan wadah itu kepada Pangeran Mongol dan berkata ” Lihatlah wadah ini, jika alkohol dapat membuat wadah dari besi ini menjadi seperti ini maka pikirkanlah sendiri apa yang dapat dibuatnya terhadap dirimu“.
Ogadai pun saat itu juga berhenti meminum alkohol. Pernah suatu ketika juga pangeran Mongol itu marah terhadap Yelu dan menangkapnya serta memenjarakannya. Namun tidak berselang lama Pangeran Mongol itu pun membebaskannya. Yelu pun berkata : kamu yang mengangkatku menjadi menteri dan kamu pula yang memasukkan ku ke dalam penjara seakan aku orang yang bersalah, lalu kamu juga yang menginginkan agar aku keluar dari penjara seakan aku orang yang tidak bersalah. Sungguh begitu mudahnya bagimu membuat diriku seperti layaknya mainan tanganmu. Tapi bagaimana mungkin aku bisa mengatur urusan kementerianku lagi jika aku tidak bisa mengambil keputusan sesuai keinginanku sendiri ?“.
Setelah mereka berdua berbincang dan sama-sama mengetahui duduk persoalannya maka mereka pun berdamai, kemudian Pangeran Mongol itu memberikan jabatan menteri itu kembali kepada Yelu. Di akhir hayatnya, dia dituduh oleh sejumlah perwira militer bangsa Mongol telah mengambil harta kekayaan negara untuk kepentingannya sendiri saat ia masih menduduki jabatan menteri di pemerintahan Mongol. Karena itu mereka bertekad untuk melakukan penggeledahan terhadap rumahnya setalah Yelu wafat. Namun mereka tidak menemukan apa-apa yang mereka tuduhkan karena di rumahnya hanyalah alat-alat musik kuno, buku, peta-peta, tabel astronomi dan beberapa batuan yang ditulis dengan cara dipahat.
Ogedei wafat pada tahun 1241 dan kekuasaan jatuh ke tangan jandanya, Toregene Khatun, yang bertindak sebagai wali atas putranya, Guyuk Khan. Politik dilanda kekisruhan karena Toregene tidak cocok dengan para pejabat lama termasuk Yelu. Pendapat Yelu banyak yang tidak didengar lagi oleh rezim baru ini sehingga ia secara bertahap menarik diri dari panggung politik hingga meninggal tahun 1243. Tahun 1261, Kubilai Khan, cucu Genghis yang mendirikan Dinasti Yuan, memindahkan jasad Yelu dan istrinya ke kampung halamannya serta secara Anumerta menganugerahinya gelar kebangsawanan Pangeran Guangning (广宁王) dan nama kehormatan Wenzheng (文正).
Sumber : Muhammad Asadullah Shafa dalam bukunya : Jinkhiz Khan dan Prof. Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya Bangkit dan Runtuhnya Bangsa Mongol