KeislamanTafsir

Ulil Amri dalam QS. Al-Nisa’ ayat 59: Membaca Ulang Tafsir Asy-Syaukani di Tengah Klaim Imamah Syi’ah

3 Mins read

Ayat tentang ulil amri dalam QS. Al-Nisa’ [4]: 59 kerap dijadikan dasar imamah oleh sebagian kelompok Syi’ah. Imamah adalah kepemimpinan spiritual dan politik dalam Islam, terutama dalam tradisi Syiah, yang merujuk pada doktrin bahwa pemimpin (imam) ditunjuk langsung oleh Allah melalui Nabi Muhammad untuk membimbing umat, memiliki otoritas ilahi, dan terjaga dari dosa (ma’shum). Konsep ini menjadi pilar utama agama bagi Syiah (rukun agama), sementara Sunni menganggapnya sebagai isu kepemimpinan biasa, bukan pokok agama.

Hal ini terlihat dalam kitab Majma’ al-Bayan, al-Tabarsi menafsirkan ulil amri sebagai para imam Ahlul Bait, sehingga ayat ini dipahami bernuansa doktrinal dan berorientasi pada figur tertentu.[1] Namun banyak mufasir klasik memberi makna lebih luas dan sosial, tidak terbatas pada imam tertentu. Dalam konteks ini, asy-Syaukani sering dibahas karena meski hidup di lingkungan Syi’ah Zaidiyah, metode tafsirnya justru mengikuti manhaj salaf yang berpegang pada dalil.[2]

Sejumlah peneliti menyebut asy-Syaukani bukan bagian dari Syi’ah Zaidiyah, meski secara genealogis ia berasal dari komunitas Zaidiyah.[3] Ia mendorong pembebasan dari bias mazhab dan mengembalikan orientasi hukum kepada dalil, yang membuat gagasan-gagasannya berpengaruh dalam kajian fikih Sunni.

Karya-karyanya seperti Fath al-Qadir dan Nayl al-Awtar banyak beredar di kalangan Ahlus Sunnah. Gaya penafsirannya yang menggabungkan riwayat dan dirayah juga memperlihatkan pendekatan moderat yang tidak selaras dengan konsep imamah teologis Syi’ah.

Dalam firman Allah SWT QS. An-Nisa’ [4]: 59, yakni:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).”

Pada dasarnya, Ayat ini memerintahkan ketaatan kepada Allah, Rasul, dan ulil amri, serta perintah mengembalikan perselisihan pada wahyu.

Baca...  Membangun Ukhuwah Islamiyah: Pesan Surah Ali 'Imran Ayat 103 untuk Umat

Dalam Fath al-Qadir, asy-Syaukani menjelaskan bahwa setelah Allah memerintahkan para pemimpin menegakkan keadilan, manusia diperintahkan untuk menaati mereka selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at. Batasan ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemimpin tetap berada dalam kerangka kebenaran dan tidak berlaku pada perkara yang melampaui batas syar’i.[4]

Menurut asy-Syaukani, ulil amri mencakup para imam, sultan, hakim, serta siapa pun yang memiliki otoritas secara syar’i. Artinya, ayat ini tidak menunjuk sosok tertentu, tetapi struktur kepemimpinan yang sah dalam masyarakat Muslim.[5]

Ia juga mengutip pendapat Jabir bin Abdullah dan Mujahid bahwa ulil amri adalah ahl al-Qur’an dan ahl al-‘ilm. Pendapat serupa disampaikan Malik dan ad-Dahhak. Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa yang dimaksud ulil amri adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW.[6]

Ibnu Kaisan memaknai ulil amri sebagai para cendekiawan yang memiliki kapasitas intelektual untuk menetapkan keputusan.[7] Dari beragam pendapat itu, asy-Syaukani menilai pandangan pertama—yakni ahl al-Qur’an dan ahl al-‘ilm—lebih tepat dan paling sesuai konteks ayat.[8]

Dengan demikian, ayat ini tidak dapat dijadikan dalil penetapan imam tertentu sebagaimana konsep imamah dalam teologi Syi’ah. Penafsiran asy-Syaukani memperlihatkan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai kewajiban menjaga ketertiban sosial, bukan legitimasi imam ma’shum. Penafsiran ini juga menegaskan bahwa ketaatan kepada pemimpin memiliki batas: tidak boleh bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul. Karena itu, konsep ketaatan dalam ayat ini bersifat syarat dan rasional, bukan absolut sebagaimana pemahaman imamah teologis.

Di sisi lain, penting dicatat bahwa asy-Syaukani tidak menafsirkan ayat ini secara sektarian, meski ia berada di lingkungan Syi’ah Zaidiyah. Hal ini menunjukkan bahwa metodologi tafsir lebih menentukan hasil penafsiran dibandingkan identitas mazhab.

Baca...  Khairuddin Barbarosa: Penaklukan Tentara Spanyol di Laut Mediterania

Menariknya, keberpihakannya yang tegas kepada dalil serta kritiknya terhadap fanatisme mazhab menjadikan banyak intelektual Muslim kontemporer memposisikan Asy-Syaukani sebagai figur pembaharu dalam tradisi keilmuan Islam. Hal tersebut tampak nyata melalui konstruksi penafsirannya terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan otoritas dan kepemimpinan, termasuk QS. Al-Nisa’ [4]: 59, di mana ia tidak memaknainya sebagai justifikasi teologis atas konsep imamah bagi kelompok tertentu.

Sebaliknya, kerangka hermeneutik yang dibangunnya mengisyaratkan bahwa ayat tersebut harus dipahami sebagai pedoman etis dalam mengelola kekuasaan dan menata hubungan antara pemimpin dan masyarakat. Penegasan ini memperluas horizon pembacaan, bahwa kepemimpinan dalam Islam tidak bergantung pada figur yang dikonsakrasikan, tetapi pada sejauh mana prinsip keadilan, integritas, dan kesesuaian dengan syariat menjadi fondasi dalam praktik kekuasaan.

Dari perspektif ini, ayat tersebut berfungsi sebagai instrumen normatif yang menopang harmoni sosial, menawarkan mekanisme penyelesaian konflik, serta menegaskan perlunya kembali kepada wahyu sebagai rujukan final dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, gagasan ketaatan yang disampaikan Al-Qur’an tidak bersifat tanpa syarat, melainkan dibingkai oleh nilai keadilan dan ketundukan pada syariat sebagai basis moral sistem sosial Islam.

Referensi

Hasanudin, Agus Salim. “Konsep Imaamah Menurut Imam Asy-Syaukani Dalam Kitab Tafsir Fath Al-Qadir.” Skripsi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019.

Karim, Abdul. “Pergulatan Hadis di Era Modern.” Riwayah: Jurnal Studi Hadis 3, no. 2 (2019): 171. https://doi.org/10.21043/riwayah.v3i2.3720.

Surur, Ahmad Tubagus. “DIMENSI LIBERAL DALAM PEMIKIRAN HUKUM IMAM ASY-SYAUKANI.” Jurnal Hukum Islam 8, no. 1 (2016). https://doi.org/10.28918/jhi.v8i1.550.

Syaukani, Muhammad bin Ali asy-. Fath Al-Qadir. Dar Ibn Katsir dan Dar al-Kalim ath-Thayyib, 1993.

Tabarsi, Abu ‘Ali al-Fadl ibn al-Hasan al-. Majma’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an. Dar al-Mortada, 2006.

Baca...  Mengungkap Keajaiban Angka dalam Al-Qur’an: Jumlah Ayat dan Surah

[1] Abu ‘Ali al-Fadl ibn al-Hasan al-Tabarsi, Majma’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an (Dar al-Mortada, 2006).

[2] Ahmad Tubagus Surur, “DIMENSI LIBERAL DALAM PEMIKIRAN HUKUM IMAM ASY-SYAUKANI,” Jurnal Hukum Islam 8, no. 1 (2016), https://doi.org/10.28918/jhi.v8i1.550.

[3] Agus Salim Hasanudin, “Konsep Imaamah Menurut Imam Asy-Syaukani Dalam Kitab Tafsir Fath Al-Qadir” (Skripsi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019).

[4] Muhammad bin Ali asy-Syaukani, Fath Al-Qadir (Dar Ibn Katsir dan Dar al-Kalim ath-Thayyib, 1993).

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Ibid.

3 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Articles
Related posts
KeislamanSejarah

Mengenal Mur'jiah Dalam Sejarah Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Murji’ah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti tetapi Imam Syahrastani menyebutkan…
Keislaman

Adat Atau 'Urf Dalam Fiqih Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Adat (‘adah) secara bahasa berarti sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan berulang-ulang, sehingga dianggap baik dan diterima oleh jiwa dan akal sehat. Istilah…
Keislaman

Dua Ayat Satu Ruh, Membaca Al-Qur’an Bersama Al Razi

3 Mins read
Ada kata-kata dalam Al-Qur’an yang selalu terasa lebih dalam dari bahasa. Ruh adalah salah satunya. Ia sering disebut, tetapi jarang benar-benar dipahami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
KeislamanPendidikan

Asal Usul Roh Menurut Islam

Verified by MonsterInsights