(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam) |
KULIAHALISLAM.COM – Islam yang dibawa dan
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw memiliki
ajaran yang paling lengkap di antara agama-agama yang pernah diturunkan oleh Allah Swt kepada
umat manusia. Kelengkapan Islam
ini dapat dilihat dari sumber utamanya, al-Quran, yang isinya mencakup keseluruhan isi wahyu yang pernah
diturunkan kepada para Nabi.
Isi al-Quran mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia, mulai dari masalah aqidah, syariah, dan akhlak, hingga masalah-masalah yang terkait dengan ilmu
pengetahuan. Semua umat Islam
harus mendasari keislamannya dengan pengetahuan
agama (Islam) yang memadai,
minimal sebagai bekal untuk
menjalankan fungsinya di muka bumi ini, baik
sebagai khalifatullah (QS. al-Baqarah (2): 30) maupun sebagai ‘abdullah (QS. al-Dzariyat (51): 56). Sebagai khalifah
Allah, manusia harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan mengenai masalah keduniaan,
sehingga dapat memfungsikannya secara maksimal. Sedang sebagai hamba Allah, manusia harus memiliki bekal ilmu
agama untuk dapat mengabdikan dirinya kepada Allah dengan
benar. Jika seorang Muslim dapat
membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama,
dan sekaligus dapat mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, maka ia akan menjadi seorang
Muslim yang (kaffah) utuh (QS. al-Baqarah (2): 208).
Untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam secara mendasar,
maka setiap Muslim harus memahami dan mengamalkan dasar-dasar
Islam. Dasar-dasar inilah yang kemudian oleh Sebagian ulama disebut kerangka dasar ajaran Islam.
Kerangka dasar ajaran Islam
sangat terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Kerangka ini meliputi tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak. Kalau
dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga kerangka dasar Islam ini berasal dari tiga konsep dasar Islam,
yaitu iman, islam, dan ihsan (HR. Muslim).
Konsep Akhlak Mulia dalam
Islam
Akhlak merupakan salah
satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam
yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya. Akhlak mulia
merupakan buah yang dihasilkan dari
proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan dari bangunan
tersebut setelah fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik. Tidak mungkin akhlak mulia ini akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka
bumi ini membawa misi pokok
untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia.
Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni kurang lebih 23 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.
Kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab akhlaq (yang berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan) banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam
salah satu haditsnya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya
aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.(HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(QS. al-Qalam (68): 4). Khuluq adalah ibarat
dari kelakuan manusia yang membedakan
baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk di praktikkan dalam perbuatan, sedang
yang buruk dibenci dan dihilangkan,(Ainain, 1985: 186).
Kata yang setara
maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun (Faisal Ismail, 1998: 178). Satu kata lagi yang sekarang menjadi lebih populer adalah karakter yang juga memiliki makna yang hampir sama dengan akhlak, moral, dan etika. Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang,(Muka Sa’id, 1980: 23-24). Etika memandang perilaku secara universal, sedang moral secara memandangnya secara lokal. Adapun karakter lebih ditekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai umat beragama, setiap orang harus menjalin hubungan baik
antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya.
Dalam kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu.
Terkadang ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan
Tuhannya, tetapi ia bermasalah dalam menjalin hubungan dengan
sesamanya. Atau sebaliknya, ada orang yang dapat menjalin hubungan
secara baik dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan hubungannya
dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak benar. Yang
seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin dua bentuk
hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam
dirinya.
pembinaan akhlak mulia dalam berhubungan antar sesama manusia ini.
Bahasan pertama terkait dengan akhlak manusia terhadap diri sendiri.
Akhlak ini bertujuan untuk membekali manusia dalam bereksistensi
diri di hadapan orang lain dan terutama di hadapan Allah Swt. Bahasan kedua terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan keluarganya.
Akhlak ini bertujuan membekali manusia dalam hidup di tengah-tengah
keluarga dalam posisinya masing-masing. Dan bahasan ketiga terkait
dengan akhlak manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak ini
membekali manusia bagaiman bisa berkiprah di tengah-tengah
masyarakatnya dengan baik dan tetap berpegang pada nilai-nilai akhlak
yang sudah digariskan oleh ajaran Islam.
1.
Akhlak terhadap diri sendiri
Muslim dengan akhlak mulia terutama terhadap dirinya, di bawah akan diuraikan beberapa bentuk akhlak mulia terhadap diri sendiri dalam berbagai aspeknya. Di antara bentuk akhlak mulia ini adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan bagaimana tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.
1.
Akhlak dalam lingkungan keluarga
berakhlak mulia terhadap dirinya, setiap Muslim harus berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak mulia dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang tuanya, termasuk dengan guru-gurunya,
hubungannya dengan orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda, hubungan dengan teman sebayanya, dengan lawan jenisnya, dan dengan suami atau isterinya serta dengan anak-anaknya. Menjalin hubungan dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam pembinaan akhlak mulia di lingkungan keluarga. Guru juga bisa dikategorikan sebagai orang tua kita. Orang tua nomor satu adalah orang tua yang melahirkan kita dan orang tua kedua adalah orang tua yang memberikan kepandaian kepada kita. Islam menetapkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan utama (QS. al-Isra (17): 23-24 dan (HR. al-Bukhari dan Muslim).
dengan orang-orang yang lebih tua, yang kita lakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan terhadap kedua orang tua dan guru, selama orang yang lebih tua itu patut untuk diperlakukan seperti itu. Jika mereka adalah saudara kita, maka kita harus memberikan penghormatan yang sebaik-baiknya, apalagi jika mereka adalah saudara dari bapak atau ibu kita. Ketika kedua orang tua kita sudah meninggal, mereka dapat mengganti kedudukan kedua orang tua kita. Jika mereka itu bukan saudara kita, maka kita tetap harus menghormatinya, selama mereka layak untuk dihormati. Sedang dengan orang-orang yang lebih muda, jika mereka saudara kita, kita harus memberikan kasih sayang kita yang sepenuhnya dengan ikut merawat mereka, membimbing, mendidik, dan membantu mereka jika mereka membutuhkan bantuan kita. Jika mereka bukan saudara kita, kita tetap harus menyayangi mereka dengan menunjukkan kasih sayang kita kepada mereka, jangan sekali-kali kita menyakiti mereka dan
melakukan sesuatu yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka, baik dari segi fisik maupun mental atau kejiwaan mereka.
1.
Akhlak di tengah-tengah masyarakat
pembinaan akhlak mulia di tengah masyarakat di sini adalah menjalin hubungan baik yang tidak terfokus hanya pada pergaulan antar manusia secara individual, tetapi lebih terfokus pada perilaku kita dalam kondisi yang berbeda-beda, seperti bagaimana bersikap sopan ketika kita sedang bepergian, ketika dalam berkendaraan, ketika bertamu dan menerima tamu, ketika bertetangga, ketika makan dan minum, ketika berpakaian, serta ketika berhias. Salah satu sikap penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain. Orang lain bisa diartikan sebagai orang yang selain dirinya, baik keluarganya maupun di luar keluarganya. Orang lain juga bisa diartikan orang yang bukan termasuk dalam keluarganya, bisa temannya, tetangganya, atau orang yang selain keduanya. Dalam konteks beragama, orang lain bisa juga diartikan orang yang tidak seiman dengan kita, atau orang yang tidak memeluk agama Islam.
akhlak mulia dan tata caranya yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan akhlak antar sesama manusia. Tentu saja uraian ini tidak mencakup keseluruhan bagian-bagian dari keseluruhan masalahnya. Untuk lebih lanjut silahkan diikuti uraian-uraian yang lebih luas di literatur lain. Yang terpenting ditegaskan di sini adalah pembinaan akhlak mulia bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Artinya sesulit apapun pembinaan akhlak mulia ini bisa dilakukan, ketika ada komitmen (niat) yang kuat untuk melakukannya dan didukung oleh usaha keras serta selalu bertawakkal dan mengharap ridho dari Allah Swt. bukan tidak mungkin akhlak mulia ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sikap dan perilaku sehari-hari.