Perang Bani Lahyan adalah salah satu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Perang ini berlangsung pada bulan September 627 M atau Rabi’ul Awwal atau Jumada Al-Ula 6 H di daerah Hijaz, dekat perbatasan Mekah.
Perang ini merupakan upaya Nabi Muhammad SAW untuk menuntut keadilan atas pembunuhan 10 orang sahabat dalam ekspedisi Al Raji. Perang ini juga menunjukkan sikap berani dan tegas Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkan dakwahnya.
Latar Belakang Terjadinya
Perang Bani Lahyan tidak terlepas dari peristiwa sebelumnya, yaitu Ekspedisi Al Raji. Ekspedisi ini adalah misi dakwah yang dilakukan oleh 10 orang sahabat atas permintaan suku ‘Adhal dan ‘Udhul yang tinggal di daerah Ar-Raji (Nurmisah, 2022). Suku-suku ini mengaku ingin memeluk Islam dan meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengirimkan utusan yang dapat mengajarkan mereka tentang agama Islam (Shodiq, 2015).
Namun, ternyata permintaan ini hanyalah tipu daya untuk menyerang dan membunuh utusan Nabi Muhammad SAW. Suku ‘Adhal dan ‘Udhul bekerja sama dengan suku Al-Qarah dan Bani Lahyan yang merupakan sekutu Quraisy.
Mereka mengepung utusan Nabi Muhammad SAW di daerah Ar-Raji dan menawarkan untuk menyerah dengan syarat tidak akan dibunuh. Namun, setelah utusan Nabi Muhammad SAW menyerah, mereka malah dibunuh secara keji oleh musuh-musuh Islam (Rachmawati, 2015).
Hanya dua orang sahabat yang selamat dari pembantaian ini, yaitu Ka’ab bin Zaid dan Khubaib bin ‘Adi. Mereka ditawan oleh Bani Lahyan dan dijual kepada Quraisy sebagai tebusan atas kematian beberapa orang Quraisy dalam Perang Badar. Mereka kemudian juga dibunuh oleh Quraisy di Mekah dengan cara disalib (Karim, 2002).
Nabi Muhammad SAW sangat bersedih dan marah atas kejadian ini. Beliau ingin mendapatkan keadilan atas pembunuhan sahabat-sahabatnya yang tidak bersalah. Beliau juga ingin memberikan pelajaran kepada musuh-musuh Islam yang tidak menghormati perjanjian dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Oleh karena itu, beliau memutuskan untuk menyerang Bani Lahyan yang terlibat dalam peristiwa Ar-Raji (Al-Mubarakfuri, 2019).
Bisa disimpulkan bahwa Perang Bani Lahyan dipicu oleh beberapa faktor, antara lain:
Balas dendam darah
Nabi Muhammad SAW ingin membalas dendam atas pembunuhan 10 orang sahabat dalam Ekspedisi Al Raji. Beliau juga ingin menghapuskan noda kehinaan yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam atas pengorbanan sahabat-sahabatnya.
Menegakkan keadilan
Nabi Muhammad SAW ingin menegakkan keadilan atas pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Beliau juga ingin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menghargai kehidupan dan tidak akan tinggal diam jika ada yang menganiaya umatnya.
Menjaga keamanan
Nabi Muhammad SAW ingin menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah Madinah dari ancaman musuh-musuh Islam. Beliau juga ingin mencegah terjadinya serangan-serangan mendadak dari musuh-musuh Islam yang berada di sekitar Madinah.
Menyebarkan dakwah
Nabi Muhammad SAW ingin menyebarkan dakwah Islam ke daerah-daerah yang belum masuk Islam. Beliau juga ingin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam.
Jalannya Peperangan
Perang Bani Lahyan adalah salah satu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Perang ini berlangsung pada bulan September 627 M di daerah Hijaz, dekat perbatasan Mekah.
Perang ini merupakan upaya Nabi Muhammad SAW untuk menuntut keadilan atas pembunuhan 10 orang sahabat dalam Ekspedisi Al Raji. (Najmitdinov, 2021). Perang ini juga menunjukkan sikap berani dan tegas Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkan dakwahnya. (Saufan, 2015)
Peperangan melawan Bani Lahyan di Bukit Guran dimulai ketika Nabi Muhammad SAW mendengar kabar bahwa Bani Lahyan sedang bersiap-siap untuk menyerang Madinah. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan para sahabat untuk bersiap-siap dan berangkat menuju daerah Bani Lahyan dengan membawa 200 orang pasukan berkuda. Nabi Muhammad SAW juga menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima pasukan jika beliau tidak hadir.
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tiba di daerah Bani Lahyan pada malam hari dan bersembunyi di Bukit Guran. Nabi Muhammad SAW berharap dapat mengejutkan musuh dengan serangan mendadak pada pagi hari.
Namun, rencana Nabi Muhammad SAW bocor karena adanya pengkhianatan dari seorang sahabat bernama Hatib bin Abi Balta’ah. Hatib bin Abi Balta’ah mengirimkan surat kepada Quraisy yang berisi informasi tentang keberangkatan Nabi Muhammad SAW dan tujuannya. Surat ini kemudian diteruskan oleh Quraisy kepada Bani Lahyan. (Affan & Thohir, 2019)
Bani Lahyan yang mengetahui kedatangan Nabi Muhammad SAW langsung kabur ke bukit-bukit dan meninggalkan desa mereka. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak menemukan satu orang pun musuh di desa Bani Lahyan. Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan para sahabat untuk mengejar musuh ke bukit-bukit.
Namun, Bani Lahyan yang mengetahui medan tempat dengan baik berhasil menghindari kejaran pasukan Islam. Mereka juga melemparkan batu dan panah dari atas bukit ke arah pasukan Islam.
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat terus berusaha untuk menangkap musuh, tetapi tidak berhasil. Nabi Muhammad SAW kemudian memutuskan untuk kembali ke Madinah setelah menghabiskan dua hari di daerah Bani Lahyan.
Nabi Muhammad SAW tidak merasa gagal, tetapi justru bersyukur karena Allah SWT telah menyelamatkan dirinya dan para sahabat dari bahaya yang lebih besar. Nabi Muhammad SAW juga memaafkan Hatib bin Abi Balta’ah yang telah berkhianat, karena beliau mengetahui bahwa Hatib bin Abi Balta’ah masih memiliki iman dan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. (Al-Mubarakfuri, 2020).
Referensi
Affan, M. and Thohir, A., 2019. Conflict Resolution In The Mecca–Medina War: Sirah Nabawiyah Study. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 18(2), pp.323-346.
Al-Mubarakfuri, S.S., 2019. Rahiq Makhtum. PTS Publishing House Sdn. Bhd..
Al-Mubarakfuri, S., 2020. Sirah nabawiyah. Gema Insani.
Najmitdinov, J., 2021. History And Factors Of Missionary Movements In World Religions. HISTORY, 7(12).
Nurmisah, N., 2022. Tujuan Pendidikan Anak Dalam Al-Qur’an (Pendekatan Tematik Interpretasi). TAFAHHAM, 1(2).
Karim, K.A., 2002. Hegemoni Quraisy; Agama, Budaya, Kekerasan. LKIS PELANGI AKSARA.
Rachmawati, N., 2015. Studi kitab Khulasatu Nur al-Yaqin (Doctoral dissertation, STAIN Ponorogo).
Saufan, A., 2015. Strategi dan Diplomasi Perang Rasulullah. Jurnal Lektur Keagamaan, 13(1), pp.107-134.
Sari, A., 2016. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Jurnal Putih, pp.89-112.
Shodiq, A., 2015 Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulashah Nurul Yaqin.