Keislaman

Ngaji Mukhtarul Hadis Bersama KH. Ach. Fadlan Masykuri: Saat Tertawa Menjadi Jalan Menuju Cinta Allah

3 Mins read

Ngaji Mukhtarul Hadis Bersama KH. Ach. Fadlan Masykuri: Saat Tertawa Menjadi Jalan Menuju Cinta Allah. Dalam salah satu pengajian Kitab Mukhtārul Ḥadīṡ, KH. Ach. Fadlan Masykuri menyampaikan pesan yang tampak sederhana, namun menyentuh inti terdalam kehidupan manusia. Beliau berkata tentang “tertawa yang dicintai oleh Allah” yakni tertawa karena cinta, bukan karena olok-olok; tertawa yang lahir dari hati yang rindu, bukan dari kesombongan.

“Contohnya,” kata beliau, “seseorang menampakkan kegembiraan ketika bertemu saudaranya setelah lama berpisah. Ia tertawa, bahagia, karena rindu yang lama terpendam akhirnya berjumpa.”

Sekilas, ini hanya adegan biasa. Dua orang saling menyapa, tertawa, dan melepas rindu. Tapi di balik senyum itu tersimpan pelajaran ruhani yang agung: bahwa tawa pun bisa menjadi amal saleh bila ia muncul dari kasih, kejujuran, dan kehangatan iman antar-saudara.

Kita hidup di zaman yang aneh: tawa begitu mudah ditemukan, tapi makin sulit terasa. Media sosial penuh emoji tertawa, namun sering kali ia menutupi kesepian. Kita tertawa karena lelucon yang menyindir, karena konten yang menjatuhkan, karena ingin tampak bahagia di dunia digital yang gemerlap.

Padahal Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini bukan larangan untuk bergembira, tapi peringatan agar kita tidak kehilangan kesadaran dalam tawa. KH. Ach. Fadlan Masykuri menyadarkan kita bahwa Islam bukan agama yang kaku. Islam tidak mengharamkan tawa, justru mengajarkan bagaimana tertawa dengan adab – tertawa secukupnya, dengan niat menyenangkan hati saudaranya. Rasulullah sendiri adalah sosok yang sering tersenyum.

Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa “tidak ada seorang pun yang lebih banyak tersenyum kepada sahabatnya selain Rasulullah.” Tawa beliau bukan tawa olok-olok, tapi tawa kasih. Ia menenangkan, bukan menertawakan. Kegembiraan yang tulus – seperti yang disampaikan KH. Ach. Fadlan Masykuri – adalah ekspresi spiritual sekaligus bentuk ukhuwah.

Baca...  Laksamana Malahayati Mutiara Aceh yang Bersinar di Samudra

Saat dua saudara tertawa setelah lama berpisah, ada energi cinta dan kebersamaan yang hidup di antara mereka. Allah mencintai momen itu, sebab di dalamnya ada rahmah, ada syukur, ada kejujuran hati yang mempererat hubungan antarmanusia.

Dalam pandangan sufistik, tawa yang lahir dari cinta termasuk bagian dari mahabbah ilahiyyah – cinta yang suci karena Allah. Imam al-Ghazali dalam Ihyā’ Ulūmiddīn menulis, “Senyuman yang tulus kepada saudaramu adalah sedekah.”

Maka setiap tawa yang membuat orang lain tenang, setiap senyum yang menumbuhkan harapan, adalah bentuk sedekah yang memperkokoh tali ukhuwah.

Sebaliknya, tawa yang berlebihan atau dibuat-buat justru bisa menjadi bentuk kegelisahan jiwa. Di tengah dunia yang menuntut manusia selalu tampak bahagia, banyak orang tertawa sambil menyembunyikan kesedihan.

Mereka menjadikan tawa sebagai topeng – bukan sebagai tanda syukur, tapi sebagai pelarian dari sepi. Di sinilah letak kebijaksanaan pesan KH. Ach. Fadlan Masykuri: tertawa yang dicintai Allah bukanlah tawa yang menipu diri, melainkan tawa yang jujur – tawa yang lahir karena cinta dan pertemuan dengan saudara seiman, bukan karena kesia-siaan.

Tertawa Sebagai Dakwah Cinta di Antara Saudara

Di pesantren-pesantren, santri diajarkan bahwa dakwah tidak selalu berupa ceramah di mimbar. Kadang, dakwah hadir dalam bentuk sikap lembut, candaan yang baik, atau tawa yang menenangkan. Dalam banyak kisah para kiai, tawa menjadi jembatan akrab antara guru dan murid, antara ulama dan masyarakat.

KH. Ach. Fadlan Masykuri, sebagaimana banyak kiai Madura lainnya, mewarisi tradisi ini: menyampaikan kebenaran tanpa kehilangan kehangatan. Karena mereka tahu, manusia tak selalu bisa disentuh dengan logika – kadang harus lewat senyum, tawa, dan rasa persaudaraan.

Baca...  Sejarah Berdirinya Pesantren Di Indonesia

Bayangkan, di tengah dunia yang penuh kebencian dan polarisasi, betapa berartinya satu tawa yang jujur. Satu tawa yang mempertemukan, bukan memisahkan. Mungkin itulah makna terdalam dari “tertawa yang dicintai Allah”: tawa yang menumbuhkan cinta di antara manusia, tawa yang menjadi jalan menuju rahmat-Nya.

Kita boleh menertawakan dunia – absurditasnya, kelucuannya, keterbatasannya. Tapi jangan menertawakan manusia, apalagi saudara seiman. Tawa bisa menjadi ibadah bila ia mendekatkan hati.

Dalam satu riwayat, Rasulullah pernah tersenyum ketika melihat para sahabatnya bergurau. Namun beliau mengingatkan: “Sesungguhnya aku pun bercanda, tetapi aku tidak berkata kecuali yang benar.”

Inilah keseimbangan spiritual yang sering hilang dalam budaya kita: antara serius dan ringan, antara tangis dan tawa, antara dunia dan akhirat. KH. Ach. Fadlan Masykuri seolah mengajak kita untuk menemukan kembali seni bahagia yang berpahala – seni tertawa yang tidak membuat lupa, tapi justru mengingatkan, bahwa tawa sejati selalu punya ruang untuk saudara di dalamnya.

Maka, tertawalah – tapi dengan cinta.
Tertawalah – karena kita masih diberi kesempatan untuk saling bertemu, memaafkan, dan mengingat bahwa setiap tawa yang tulus kepada saudara kita adalah doa yang terucap tanpa kata.

Seperti kata KH. Fadlan Masykuri, “Tertawa yang dicintai Allah itu adalah tawa orang yang bahagia karena bisa bertemu saudaranya.”

Dan mungkin, di tengah dunia yang semakin dingin ini, itulah bentuk ibadah paling sederhana: menjadi sumber kebahagiaan bagi saudara kita.

21 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Islam Malang dan Alumni PP Darurrahman, Pangarangan, Sumenep, Alumni PP Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
Articles
Related posts
KeislamanSejarah

Mengenal Mur'jiah Dalam Sejarah Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Murji’ah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti tetapi Imam Syahrastani menyebutkan…
Keislaman

Adat Atau 'Urf Dalam Fiqih Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Adat (‘adah) secara bahasa berarti sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan berulang-ulang, sehingga dianggap baik dan diterima oleh jiwa dan akal sehat. Istilah…
Keislaman

Dua Ayat Satu Ruh, Membaca Al-Qur’an Bersama Al Razi

3 Mins read
Ada kata-kata dalam Al-Qur’an yang selalu terasa lebih dalam dari bahasa. Ruh adalah salah satunya. Ia sering disebut, tetapi jarang benar-benar dipahami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Esai

Ini Dia 6 Tantangan Tahun Pertama dalam Pernikahan

Verified by MonsterInsights