(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al Islam) |
Setiap membaca artikel kolom dari, Sukidi PhD (Cendekiawan Muhammadiyah, Pemikir Kebinekaan), selalu menawarkan gagasan yang sangat-sangat radikal, tajam, kritis dan bernas dalam membahas terkait isu-isu yang krusial berurat berakar mendarah daging menjadi penyakit-penyakit sosial, politik dan ekonomi yang menimpa kelakukan pejabat-pejabat publik dan politisi-politisi atau oknum brutalitas despotik yang menjabat dalam struktural lembaga pemerintahan birokrasi akibatnya merusak eksistensi, meruntuhkan pilar-pilar dasar dan falsafah serta cita-cita mulia para pendiri bangsa (foundhing fathers) negara Indonesia.
Saat ini, tokoh-tokoh cendekiawan intelektual bahkan politisi sedang ramai berbicara topik yang sangat krusial, terkait pengisian formasi jabatan kabinet, rezim pemerintahan kini. Namun, fenomena yang terjadi saat ini pengisian jabatan kabinet, menteri dan komisaris serta lembaga-lembaga strategis hanya memilih menempati posisi berdasar pada balas jasa, tokoh-tokoh politisi-politisi dan yang berjuang, berkeringat, dan berkumpus lumus saat kontestasi pemilu. Selain itu, kedudukan ulama, cendekiawan intelektual, dan kaum aktivis pro demokrasi reformasi cenderung mendapat tekanan, diskriminasi dan bahkan alienasi akibat rezim despotik yang menyelenggarakan birokrasi pemerintah secara sewenang-wenang, semena-mena dan otoritarian dan tirani populis.
Sukidi, Hukum dan Tirani Kekuasaan
Sukidi Mulyadi PhD, adalah seorang tokoh Cendekiawan Muhammadiyah, Intelektual Muslim, lulusan Harvard University. Selalu luar biasa top radikal kritis, tajam, jelas dan bernas tanpa tende aling-aling bahasa koreksi dan solusi atas fenomena bernegara. Selalu senang bercampur haru setiap kali membaca, menyimak dan menelaah uraian gagasan melalui artikel kolom di lini masa media sosial. Setiap penuangan gagasannya nampak jernih dari lubuk hati, bersuara dari panggilan keresahan seorang intelektual independen yang bersuara untuk kepentingan nasib hajat hidup warga, yang menderita diskriminasi hukum oleh aparat penegak hukum, meringis terpojok akibat minimnya akses pendidikan, agama dan budaya, dan mendengar nadi hati nurani warga masyarakat yang meminta keadilan, kedamaian dan seluruh kebutuhan hajat hidup sehari-hari.
Sukidi PhD, seorang Pemikir Kebangsaan. Beliau nyaris seorang diri, intelektual mandiri independen, yang masih peduli kritis dan konstruktif dalam mengawal amati setiap kondisi gejolak pergolakan berbagai aspek kehidupan beragama bermasyarakat dan bernegara masa kini, di kala intelektual-intelektual yang lainnya masih menjilat mendekati ke pusaran kekuasaan, mengemis akses ekonomi dan bisnis, lebih-lebih menjaga posisi jabatan sesaat dengan mengorbankan harta bahkan nyawa sekalipun, serta masih mencari celah lahan-lahan basah, berkutat dengan pembelaan kepentingan organisasi dan segelintir kroninya.
Beliau terketuk akal budi dan hati nuraninya untuk mengkritisi, mengoreksi dan menggugah nalar kelakuan pejabat-pejabat publik berwatak diktator, brutalitas, penindas, dan otoriter sewenang-wenang, semena-mena berdasarkan selera suka-suka juga tebang pilih, dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintah, menegakkan hukum secara despotik tiranik menyasar, membidik dan bahkan membunuh setiap lawan-lawan atau musuh politik yang bersebrangan dengan rezim. Hukum dijadikan sebagai alat senjata politik kekuasaan, hukum dijadikan sebagai alat sandera politik. Hukum dijadikan sebagai tameng imunitas atas perbuatan sewenang wenang rezim, lalu dijadikan panah misterius bagi setiap tokoh-tokoh politik, intelektual cendekiawan kritis dan warga masyarakat yang aktif aspiratif menuntut hak-hak sosial politik dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.