Penulis: Cahya Ardhana*
Abjeksi merupakan salah satu konsep kunci dalam pemikiran Julia Kristeva, yaitu seorang filsuf dan teoritkus kelahiran Bulgaria yang juga dikenal kontibusinya dalam bidang psikoanalisis, sastra, serta teori budaya.
Menurut pemikiran Julia Kristeva, abjeksi merujuk pada perasaan takjub dan ketidaknyamanan yang muncul pada saat kita akan berhadapan dengan hal-hal yang dikecualikan pada norma sosial yang ada pada masyarakat.
Konsep abjeksi dari pemikiran Julia Kristeva ini memiliki banyak implikasi dan banyak berperan dalam pemahaman struktur budaya dan norma sosial yang ada pada masyarakat, serta dengan adanya konsep abjeksi ini juga berfungsi sebagai alat kritis yang kuat untuk menggali isu-isu sosial yang bersifat kompleks.
Konsep abjeksi pertama kali diperkenalkan oleh Julia Kristeva lewat keryanya yang berjudul “Powers of Horror: An Essay on Abjection” pada tahun 1980. Abjeksi adalah suatu ide yang didalamnya membahas mengenai sesuatu di luar pemahaman kita yang menciptakan perasaan ketidaknyamanan, takjub, dan penolakan.
Abjeksi juga dapat berkaitan dengan sesuatu yang berhubungan dengan fisik, yaitu seperti tubuh manusia atau berhubungan dengan sesuatu yang bersifat psikologis yaitu seperti perasaan kehilangan yang mendalam.
Menurut Julia Kristeva, abjeksi merupakan sesuatu yang berada diambang antara subjek dengan objek. Abjeksi berasal di luar batasan konsep dan tata bahasa yang dapat diterima oleh masyarakat.
Kita merasa takjub dan terganggu oleh abjeksi karena hal tersebut adalah sesuatu yang dikecualikan dari norma sosial yang ada di masyarakat, maka dari itu kita tidak dapat mengungkapkan pendapat kita, karena kita tidak memiliki bahasa yang memadai untuk mengungkapkannya.
Salah satu aspek penting dalam konsep abjeksi yaitu tentang bagaimana konsep abjeksi ini berkaitan dengan identitas. Abjeksi dapat memengaruhi identitas individu maupun kelompok dengan menggunakan berbagai cara. Julia Kristeva berpendapat bahwa identitas kita itu terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dengan abjeksi. Cara kita menciptakan batasan antara diri sendiri dengan sesuatu yang kita anggap sebagai abjek, merupakan bagian dari identitas kita.
Konsep abjeksi juga berkaitan dengan tubuh manusia. Julia Kristeva menunjukkan bahwa tubuh manusia, terutama tubuh yang sakit atau terluka, sering dianggap sebagai sesuatu yang abjek. Hal tersebut menurut Julia Kristeva berkaitan dengan ketakutan mendasar yang sering dialami oleh manusia terhadap kematian dan kerentanan.
Menurut Julia Kristeva, manusia menolak hal-hal yang berkiatan dengan sakit dan terluka yang terjadi pada tubuh karena, hal tersebut mengingatkan manusia pada sifat sementara mengenai keberadaan kita di dunia ini.
Konteks kritik sosial yang dilontarkan oleh masyarakat kebanyakan adalah pandangan negatif masyarakat terhadap tubuh manusia atau atribut fisik tertentu yang dapat menjadi bentuk abjeksi.
Contohnya, dalam masyarakat saat ini sudah menekankan standar kecantikan ataupun ketampanan tertentu, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar tersebut dapat dianggap sebagai abjek dan diperlakukan berbeda di masyarakat hingga diperlakukan dengan diskriminasi.
Abjeksi juga terjadi dalam budaya populer. Banyak dari karya seni, film, dan sastra yang menggambarkan elemen-elemen abjek, dengan tujuan untuk menggugah perasaan takjub serta perasaan yang tidak nyaman pada penonton atau pembaca.
Contohnya seperti film horor yang sering kali mencari dan mengeksplorasi elemen-elemen abjek, yaitu seperti mayat hidup atau monster yang menjijikkan, dengan tujuan untuk menciptakan efek emosional pada penonton.
Abjeksi dalam budaya populer, kita juga dapat melihat bagimana penggambaran abjeksi yang digunakan untuk mengkritik berbagai aspek masyarakat. Contohnya, dalam film-film yang menggambarkan ketidakadilan sosial atau ketidaksetaraan, elemen-elemen yang ada pada abjek digunakan untuk menyampaikan pesan kritik tentang kondisi sosial yang ada pada film tersebut dan yang relevan dengan kondisi sosial saat ini.
Konsep abjeksi juga memiliki peran dalam pemahaman identitas gender. Julia Kristeva sendiri telah mengaitkan konsep abjeksi dengan pengalaman perempuan yang ada di masyarakat patriarki. Menurut pandangan Julia Kristeva, tubuh perempuan seringkali dianggap sebagai sesuatu yang abjek, dan perempuan rata-rata banyak merasakan ketidaknyamanan dalam menghadapi penolakan sosial atau norma yang ada di masyarakat karena norma tersebut menyempitkan identitas perempuan.
Konsep abjeksi dalam konteks kritik sosial dan feminisme digunakan untuk menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku masyarakat yang seringkali memojokkan, mengecualikan, dan merendahkan perempuan karena atribut fisik yang dipakai oleh perempuan, seperti perempuan yang merokok sudah di cap jelek di masyarakat sedangkan kalau laki-laki di anggap lumrah, perempuan yang rambutnya di warnai sudah di cap sebagai perempuan yang nakal di masyarakat sedangkan kalau laki-laki di anggap sebagai sesuatu yang wajar.
Sampai perempuan yang belum nikah di umur 25 tahun ke atas sudah di cap sebagai perempuan yang tidak laku di masyarakat sedangkan kalau laki-laki yang belum nikah diatas umur 25 tahun ke atas dianggap hal yang biasa saja. Adanya konsep abjeksi membantu memahami ketidaksetaraan gender yang terjadi di masyarakat seperti kasus diatas dan membantu memahami mengenai peran gender dalam masyarakat.
Sebagai alat kritik sosial, konsep abjeksi juga membantu kita dalam memahami bagaimana sikap dan perilaku masyarakat untuk menentukan dan mengecualikan kelompok-kelompok tertentu. Konsep abjeksi menciptakan ketidaknyamanan dan perasaan yang takjub, yang kemudian digunakan untuk menjelaskan bagimana diskriminasi dan penolakan sosial yang terjadi di masyarakat.
Misalnya, ketika kelompok tertentu dianggap sebagai sesuatu yang abjek oleh masyarakat mayoritas, hal ini dapat mengarah pada pemikiran yang stigmatisasi, diskriminasi, dan penolakan. Dalam konteks kritik sosial ini dapat membantu kita memahami bagaimana norma sosial bekerja di masyarakat dan stereotip yang menyebabkan ketidaksetaraan serta ketidakadilan gender.
Konsep abjeksi dalam teori Julia Kristeva adalah alat penting dalam pemahaman psikologi, linguistik, dan kajian budaya. Konsep ini memberikan pemahaman tentang perasaan takjub dan ketidaknyamanan yang muncul ketika kita berhadapan dengan hal-hal yang dikecualikan dari norma sosial yang ada di masyarakat.
Dalam kritik sosial, abjeksi dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat seringkali mengecualikan dan merendahkan kelompok-kelompok tertentu, dan bagaimana hal ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
Abjeksi adalah konsep yang kompleks dan seringkali kontroversial, tetapi juga memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana budaya dan masyarakat membentuk identitas dan pengalaman kita. Dengan memahami konsep abjeksi, kita dapat lebih baik memahami bagaimana ketidaksetaraan sosial dapat terjadi dan menciptakan dasar untuk perubahan sosial yang lebih inklusif dan adil.
*) Sekarang sedang menempuh S1 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel di Surabaya Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam.
Editor: Adis Setiawan