Sumber gambar : Karikatur Gus Baha’ (https://1d0lazer.blogspot.com/2009/10/foto-karikatur-gus-baha.html?m=1) |
Oleh : Naufal Abdul Afif
KULIAHALISLAM.COM – KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim atau biasa disapa Gus Baha’ lahir pada 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Gus Baha’ merupakan putra dari seorang ulama pakar Alquran dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA yang bernama KH. Nursalim al-Hafizh dari Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Sejak usia dini Gus Baha’ mendapatkan pendididikan Alquran secara langsung oleh ayahnya dengan menggunakan metode tajwid dan makhorijul huruf secara disiplin. Hal ini sesuai dengan karakteristik yang diajarkan oleh guru ayahnya yaitu KH. Arwani Kudus. Kedisiplinan tersebut membuat Gus Baha’ di usianya yang masih muda, mampu menghafalkan Alquran 30 Juz beserta Qiro’ahnya.
Menginjak usia remaja, ayahnya menitipkan Gus Baha’ untuk mondok dan berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Di Pondok Pesantren al-Anwar inilah keilmuan Gus Baha’ mulai menonjol seperti ilmu hadis, fikih, dan tafsir.
Dalam ilmu hadis, Gus Baha’ mampu mengkhatamkan hafalan Sahih Muslim lengkap dengan matan, rawi dan sanadnya.
Selain Sahih Muslim beliau juga mengkhatamkan dan hafal isi kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab gramatika bahasa Arab seperti ‘Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik. Maka, atas dasar kedalaman keilmuan yang dimiliki Gus Baha’, hal ini yang kemudian membuat Gus Baha’ diberi kepercayaan untuk menjadi Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan Pesantren al-Anwar. (Biografi Gus Baha’. Bangkitmedia.com)
Jika kita mencermati dengan seksama tayangan-tayangan kajian Gus Baha via YouTube ataupun Facebook, di banyak kesempatan sering sekali beliau menyebut dua nama ormas terbesar di negeri ini, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Bahkan dalam satu kesempatan Gus Baha’ menyatakan dengan sangat terang benderang bahwa dalam konteks Indonesia jika beliau diminta bergabung kepada suatu ormas, ia hanya akan memilih dua organisasi itu.
Logika sederhananya kalau tidak setuju keduanya maka akan lahir ormas ketiga, keempat, kelima dan seterusnya, dan ini bukan semakin mempersatukan tapi semakin memperlebar perbedaan dan perpecahan.
Banyak ormas baru dengan jargon ingin mempersatukan umat.
Memang niatnya ingin mempersatukan umat Islam tapi pada tataran kaifiyah atau perakteknya kata Gus Baha tak lebih hanya sebagai ormas yang mempertajam perbedaan, apalagi tidak ditopang dengan ilmu yang kuat dan hanya lahir dari kekecewaan.
Ketika kecewa dengan satu ormas lalu mendirikan ormas baru, ahirnya menurut catatan Kemenag kata Gus Baha di Indonesia aliran Islam yang terdaftar sudah ada 215 aliran, kan pusing “Bukankan lebih mudah mempersatukan dua ormas daripada ratusan ormas?” tanya Gus Baha.
Di samping itu kita tahu bahwa Rais Syuriah PBNU Ini terkenal sangat berpegang pada sanad (mata rantai) keilmuan maka memang sepatutnya dua organisasi besar ini yang lebih utama dipilih dan diikuti, karena dua tokoh sentral pendiri NU dan Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari lahir dari guru yang sama, baik di Indonesia maupun di Makkah al Mukarramah (Senayanpost.com)
Meskipun demikian Gus Baha’ tidak pernah melarang siapapun dari kita memasuki ormas selain dari dua ormas tersebut, bahkan beliau juga tidak melarang mendirikan ormas baru, jika memang ada diantara kita ada yang mau melakukan hal tersebut.
Namun kembali lagi kepada permasalahan persatuan diatas, jika memang tujuannya untuk mempersatukan umat Islam dan menginginkan Islam lebih buat maka logikanya adalah lebih mudah mempersatukan dua ormas daripada ratusan ormas.
Penulis adalah alumni Pondok Modern Darul Arqam Patean Kendal