Mengapa kematian tak pernah memberi tahu waktunya? Sebuah renungan tentang rahasia Ilahi, nilai kehidupan, dan pesan para ulama kematian. Kata ini sederhana, tapi selalu membuat dada terasa berat ketika disebutkan. Kita semua tahu ia pasti datang. Tapi anehnya, tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang benar-benar tahu kapan saatnya tiba. Bisa jadi besok, bisa jadi minggu depan, bisa juga saat kita selesai membaca tulisan ini. Itulah rahasia besar Allah, sesuatu yang sengaja disembunyikan dari manusia.
Kalau dipikir-pikir, rahasia ini unik. Bayangkan kalau semua orang tahu tanggal kematiannya. Dunia mungkin akan jadi aneh: orang malas berbuat baik sampai detik-detik terakhir, ada yang sibuk menghabiskan harta tanpa arah, atau malah putus asa karena merasa waktunya terlalu singkat. Justru karena kita tidak tahu, hidup jadi penuh makna. Kita dipaksa untuk menghargai setiap tarikan napas.
Allah berfirman:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌۢ بِأَيِّ أَرْضٍۢ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Ayat ini menegaskan dengan sangat jelas. Besok saja kita tidak tahu apa yang terjadi, apalagi kapan ajal menjemput. Jadi, ketidaktahuan itu bukan kelemahan. Ia adalah cara Allah mendidik kita agar selalu waspada. Rahasia Kematian sebagai Penjaga Makna Hidup Coba bayangkan begini: kamu lagi duduk, ngobrol santai, ketawa sama teman. Tiba-tiba dapat kabar ada orang meninggal mendadak. Padahal semalam masih sehat, masih aktif di grup WhatsApp. Rasanya seperti dipukul oleh kenyataan. Kita jadi sadar, ajal bisa datang kapan saja.
Imam Al-Ghazali pernah menulis dalam Ihya’ Ulumuddin:
“Seandainya manusia mengetahui ajalnya, niscaya ia akan menunda amal hingga dekat dengan kematiannya. Maka Allah merahasiakan ajal itu, agar hamba senantiasa siap setiap waktu.”
Lihat? Hikmahnya jelas. Misteri ini melatih kita untuk hidup penuh kesadaran. Tidak bisa menunda. Tidak bisa menunggu. Mau tidak mau, kita harus beramal sejak sekarang.
Kalau dipikir lebih dalam, justru misteri ini membuat hidup terasa lebih “hidup”. Kita menghargai momen kecil: obrolan singkat dengan orang tua, senyum anak kecil, bahkan sekadar makan bersama keluarga. Semua jadi istimewa, karena kita tahu bisa saja itu yang terakhir.
Syaikh Ibnu Atha’illah pernah berkata dalam al-Hikam:
“Janganlah engkau merasa aman dari kematian meskipun engkau sehat. Sebab ia bisa datang kapan saja.”
Kata-kata ini seperti tamparan lembut. Kita sering merasa aman, padahal hakikatnya tidak ada jaminan. Inilah rahasia besar kematian: ia menjaga makna hidup kita tetap utuh.
Rahasia Kematian sebagai Pengingat Iman dan Amal
Selain menjaga makna, misteri kematian juga jadi alarm iman.
Rasulullah Saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Tirmidzi, no. 2307)
Kenapa Nabi bilang begitu? Karena manusia gampang banget terlena. Dunia ini manis, penuh kenikmatan. Tapi semua itu bisa putus seketika oleh kematian. Mengingat kematian berarti menjaga diri dari tipu daya dunia.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam al-Fawaid menulis:
“Menyembunyikan ajal adalah rahmat Allah. Dengan begitu, hamba senantiasa siaga, tidak lalai, dan terus memperbaiki amal.”
Kalimat ini berat, tapi menenangkan. Bayangkan kalau kita tahu ajal masih lama, mungkin shalat sering ditunda, tobat ditaruh nanti-nanti. Tapi karena kita tidak tahu, kita terdorong untuk segera. Misteri ini membuat kita lebih cepat bertaubat, lebih rajin bersedekah, lebih hati-hati menjaga lisan.
Umar bin Khattab r.a. bahkan pernah berkata:
“Cukuplah kematian sebagai penasihat.”
Artinya, kematian itu sendiri sudah cukup untuk membuat manusia sadar. Tidak perlu banyak nasihat.
Cukup ingat kematian, semua kesombongan dunia runtuh.
Selain itu, misteri kematian juga menumbuhkan keberanian. Karena hidup singkat, kita terdorong untuk tidak menunda kebaikan. Berani mencoba, berani mencintai, berani memberi. Ulama salaf berkata: “Hiduplah hari ini seakan itu hari terakhirmu, dan beramallah seakan engkau hidup selamanya.”
Dengan kata lain, misteri kematian membuat kita tidak pasif. Ia justru membuat kita aktif, waspada, dan terus bergerak ke arah kebaikan.
Kalau ditanya, “Mengapa kematian tak pernah memberi tahu waktunya?” Jawabannya sederhana: karena Allah merahasiakannya demi kebaikan kita.
Ada dua hikmah besar di balik misteri ini: Menjaga makna hidup-supaya kita menghargai waktu, orang lain, dan kesempatan. Menjaga iman dan amal-supaya kita tidak terlena, tidak menunda, dan selalu siap.
Seandainya kita tahu tanggal kematian, hidup bisa hampa. Tapi dengan tidak mengetahuinya, kita belajar seni tertinggi: menjalani hari ini seakan itu hari terakhir, sambil terus menebar kebaikan.
Kematian memang tidak pernah memberi tahu waktunya. Namun justru karena itulah ia menjadi guru paling setia. Guru yang tidak pernah bicara keras, tapi selalu mengingatkan lewat kepergian orang-orang di sekitar kita.
Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita menyiapkan bekal untuk perjalanan panjang itu?