Menemukan keberadaan Allah menurut Quraish Shihab. Tidak ada selain Allah SWT yang menggunakan nama yang serupa dengan-Nya, karena lafadz Allah mempunyai makna-makna khusus yang hanya dapat disandang oleh-Nya. Allah merupakan dzat yang zhahir, terlihat sangat jelas wujud-Nya, namun juga bathin, yang tersembunyi dari pandangan mata. Lalu makna apa saja yang terkandung di dalam lafadz Allah? Dan bagaimana kita menemukan keberadaan-Nya di balik ketersembunyian Allah?
Jika ditelisik secara makna bahwa kata Allah berasal kata aliha (yang mengherankan dan yang menakjubkan). Bisa juga bermakna dipatuhi. Allah dinamai Allah karena Dia dipatuhi, dan semau ciptaan dan perbuatan-Nya menakjubkan.
Itu artinya, kalau Anda tidak takjub, maka bisa jadi ketidaktakjuban tadi disebabkan perbuatannya. Ketidaktakjuban itu disebabkan karena sudah terbiasa. Misalnya, Anda melempar batu ke atas lalu jatuh, menakjubkan apa tidak? Jawabannya sudah tidak. Berbeda jika melempar ke atas lalu makin ke atas dan seterusnya, maka sudah pasti menakjubkan.
Jadi, kata Quraish Shihab, karena kita sudah terbiasa dengan sesuatu, maka ketakjuban sudah hilang. Akan tetapi, kalau terjadi sekali-kali, maka itu akan membuat takjub. Lalu apa sebenarnya bedanya bagi Allah SWT. melempar sesuatu ke atas dan lari ke atas atau melempar sesuatu ke bawah lalu semakin turun ke bawah? Jawabannya sama bagi Allah SWT.
Misalnya, kita bermukim di suatu tempat yang terbebaskan dari daya tarik bumi, maka itu akan membuat takjub. Akan tetapi, kalau sudah terbiasa, maka ketakjuban akan hilang. Sekali lagi, bahwa semua perbuatan-Nya menakjubkan, sehingga Dia dinamai Allah. Dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 65 Allah SWT. berfirman:
رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهٖۗ هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّاࣖ ٦٥
Artinya: “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya. Maka, sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sama dengan-Nya?” (QS. Maryam [19]: 65).
Misalnya saya berkata Ahmad, lalu apakah Anda kenal Ahmad? Anda bisa bertanya Ahmad siapa emangnya? Kalau ada orang mengetuk pintu dari luar, maka pasti Anda bertanya, “Siapa itu ya?” Bisa jadi yang mengetuk menjawab “Oh ini saya.” Apakah pasti Anda tahu siapa saya itu?
Akan tetapi, kata Quraish Shihab, kalau Anda berkata Allah SWT., maka Anda tahu bahwa yang dimaksud ini adalah yang dipatuhi. Tahukah kamu ada satu nama yang seperti nama-Nya? Jawabannya tidak ada satu nama yang seperti nama-Nya itu. Dalam surat Al-Ikhlas dinyatakan:
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ ١
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas [112]:1).
Huwa itu siapa? Kalau dari segi bahasa tidak jelas bahwa huwa itu siapa. Akan tetapi, karena Dia jelas ada di dalam jiwa Anda, maka dengan berkata huwa itu terus lari kepada-Nya (Allah). Jadi Allah SWT. itu ada di dalam diri kita.
Kalau Anda bertanya kepada orang Kristen atau orang musyrik pada zaman Nabi dengan pertanyaan, “Siapa yang menciptakan alam raya ini?” Maka dia menjawab Allah. Ketika kita berkata, bahwa rukun iman percaya kepada Allah, lalu Allah yang mana? Apakah Allah-nya orang musyrik atau orang Kristen? Apakah Allah-nya Muhammad itu berbeda dengan itu?
Belakangan banyak orang yang ingin mengatakan bahwa semua agama itu sama. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, penyembah bintang, Nasrani, Yahudi siapa yang percaya sama Allah SWT.? Maka mereka itu tidak akan mendapatkan kesedihan, serta tidak mengalami rasa takut.
Apakah semua ini yang dimaksud dengan Allah itu? Kata Quraish Shihab, kalau saya berkata, saya mengundang Pak Ali makan siang pada hari Minggu, lalu apakah semua yang bernama Ali saya undang? Tidak. Apakah setiap hari Minggu saya undang? Tidak. Melainkan Anda harus tanya saya bahwa yang dimaksud dengan Ali itu siapa? Yang Anda maksud hari Minggu kapan?
Jadi ketika Nabi bersabda, “Percaya pada Allah SWT.” Maka Anda harus bertanya, “Ini Allah yang mana?” Itu sebabnya, dalam wahyu-wahyu pertama yang diberikan Rasulullah, kata Allah sama sekali tidak digunakan. Dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1 dan Al-Qalam ayat 2 difirmankan:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!” (QS. Al-Alaq [96]: 1).
مَآ اَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ ٢
Artinya: “Berkat karunia Tuhanmu engkau (Nabi Muhammad) bukanlah orang gila.” (QS. Al-Qalam [68]: 2).
Orang musyrik bertanya, “Kenapa Rabbuka Rabbuka? Coba Anda jelaskan pada saya Tuhanmu itu bagaimana?” Akhirnya turunlah surat Al-Ikhlas yang berbunyi, “Qul Huwa Allahu Ahad.”
Jadi percaya kepada Allah SWT. itu adalah percaya kepada yang Ahad. Allah SWT. yang kita percayai dan kagumi ciptaan-Nya, dan kita patuhi perintah-Nya, tetapi kita tidak bisa ketahui hakikat dzat-Nya.
Sesuatu yang tidak bisa dilihat bisa jadi karena dia diliputi kegelapan. Misalnya, karena lampu mati, maka saya tidak bisa melihat. Bisa jadi juga karena terlalu terang. Kelelawar tidak bisa melihat di siang hari karena matanya tidak mampu melihat sesuatu yang terlalu terang.
Misalnya, kita selesai menatap matahari, mata kita akan berkunang dan tidak bisa melihat karena terlalu terang. Ada ulama berkata, sesuatu yang wujud walaupun dia terang, baru Anda bisa melihatnya dengan benar, kalau ada cahaya yang lebih terang dari dia.
Anda tahu! Tuhan adalah puncak cahaya. Lalu bagaimana kita mau mengetahui hakikat-Nya? Tetapi mengapa kita disuruh percaya? Demikian juga Anda tidak perlu melihat singa kalau Anda sudah mendengar suaranya. Yang ada, Anda akan lari.
Syahdan. Apa yang sebenarnya masih kita ketahui mengenai alam raya ini masih sangat sedikit sekali. Bumi kita ini hanya sebiji kacang di lapangan bola. Tak heran jika ilmuan berkata, bahwa alam raya ini tadinya gumpalan-gumpalan, lalu ada ledakan besar.
Misalnya bohlam lampu pecah, apakah Anda bisa atur pecahannya yang kecil dan besar tidak? Anda bisa atur bahwa dia bergerak lagi semua? Tidak bisa. Anda bisa atur dan bergerak serta tidak bertabrakan? Tidak bisa. Jika demikian, maka semuanya pasti ada yang ngatur.
Lalu Anda bisa mengatur bahwa dia teratur? Bisa tahu apa tidak kapan terjadinya matahari? Artinya ada keteraturan. Tidak mungkin keteraturan itu tidak ada yang mengatur. Pasti ada yang mengatur dan menciptakan-Nya. Sebab, tidak mungkin ada wujud dan tidak ada penciptanya. Dalam Al-Qur’an surat Ath-Thur ayat 35 Allah SWT. berfirman:
اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخٰلِقُوْنَۗ ٣٥
Artinya: “Apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thur [52]: 35). Wallahu a’lam bisshawab.

