Sudah mafhum bahwa ta’rif pernikahan adalah akad yang menghalalkan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Allah SWT berfirman:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا
Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” (QS. An-Nisa’ [4]: 3).
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Ia bukan saja satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kamu yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Bagaimana dengan meminang?
Kita tahu, meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seseorang atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama Islam terhadap gadis atau janda yang telah habis iddah-nya; kecuali perempuan yang masih dalam iddah bain sebaiknya dengan jalan sindiran saja. Allah SWT berfirman:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاء
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 235).
Adapun terhadap perempuan yang masih dalam iddah raj’iyah, maka haram meminangnya karena perempuan yang masih dalam iddah raj’iyah secara hukum masih berstatus sebagai istri bagi laki-laki yang menceraikannya, dan dia boleh kembali kepadanya. Demikian juga tidak diizinkan meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain, sebelum nyata bahwa permintaannya itu tidak diterima.
الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِن فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذرَ . رواه أحمد ومسلم
Artinya: “Orang mukmin adalah saudara orang mukmin. Maka tidak halal bagi seorang mukmin meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh saudaranya, sehingga nyata sudah ditinggalkannya.” (Riwayat Ahmad dan Muslim).
Lalu bagaimana hukum melihat orang yang akan dipinang?
Sebagian ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu boleh saja. Mereka beralasan kepada hadits Rasulullah SAW:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ اِمْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنظُرَ مِنْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا ينظر اليها لِلخِطْبَةٍ وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ . رواه أحمد
Artinya: “Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang perempuan, maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui oleh perempuan itu ataupun tidak.” (Riwayat Ahmad).
Namun demikian, ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hukumnya sunat. Ini berdasarkan keterangannya sabda Rasulullah Saw.:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلى إذا نكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ . رواه أحمد وأبو داود
Artinya: “Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Jadi, sekiranya tidak dapat dilihat, boleh mengirimkan utusan (seorang perempuan yang dipercayai) supaya dia dapat menerangkan sifat-sifat dan keadaan perempuan yang akan dipinangnya itu. Bahwa umat Islam benar-benar telah diberi kelapangan untuk melihat seorang perempuan yang dipinangnya itu. Akan tetapi yang boleh dilihatnya adalah muka dan telapak tangannya.
Apa saja sifat-sifat perempuan yang baik?
Sebaiknya, menjadi perhatian bahwa tidak semua orang dapat mengatur rumah tangga dan tidak semua orang dapat diserahi kepercayaan mutlak, sebagai teman karib yang akan saling membela untuk selamanya. Maka sebelum, kita mengutarakan maksud yang terkandung di hati, ada baiknya kita selidiki lebih dahulu, akan terdapat persesuaian tidakkah kelak setelah bergaul.
Nabi SAW telah memberi petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang baik yaitu pertama, yang beragama dan menjalankannya. Kedua, keturunan orang yang subur (mempunyai keturunan yang sehat). Ketiga, yang masih perawan. Rasulullah SAW bersabda:
عنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ لِدِينِهَا وَمالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ . رواه مسلم والترمذى
Artinya: “Dari Jabir, “Sesungguhnya Nabi Saw. Telah bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya; maka pilihlah yang beragama.” (Riwayat Muslim dan Tirmidzi).
عَنْ مَعْقَلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنْ أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَأَنَّهَا لَا تَلِدُ فَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ لَا آتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ آتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ رواه ابو داود والنسائي
Artinya: “Dari Maqal bin Yasar. Ia berkata, “Seorang laki-laki telah datang kepada Nabi Saw. Kata laki-laki itu, “Saya telah mendapatkan seorang perempuan bangsawan yang cantik, hanya dia tidak beranak. Baikkah saya kawin dengan dia?” Jawab Nabi, “Jangan!” Kemudian laki-laki itu datang untuk kedua kalinya. Beliau tetap melarang. Kemudian pada yang ketiga kalinya laki-laki itu datang pula. Nabi bersabda, “Kawinlah dengan orang yang dikasihi lagi subur.” (Riwayat Abu Dawud dan Nasai).
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا جَابِرُ تَزَوجتَ بِكْرًا ام ثيبا قَالَ ثيبا فَقَالَ هَلَا تَزَوَجتَ بِكْرًا تُلَاعِبهَا وَتلَاعِبُكَ رواه الجماعة
Artinya: “Dari Jabir, sesungguhnya Nabi Saw. Telah menyatakan kepadanya. Sabda beliau, “Hai Jabir, engkau kawin dengan perawan ataukah dengan janda?” Jawab Jabir, “Saya kawin dengan janda.” Sabda Nabi, “Alangkah baiknya jika engkau kawin dengan perawan; engkau dapat menjadi hiburannya, dan dia pun menjadi hiburan bagimu.” (Riwayat jama’ah ahli hadis). Wallahu a’lam bisshawaab.