Kitab Tafsir Thantawi Jauhar Alqur’an yang memuat berbagai ilmu pengetahuan, menarik pembacanya untuk meyelami akan keluasan khazanah-khazanah yang terdapat di dalamnya.
Di dalamnya terdapat ilmu yang tidak hanya membahas ilmu fikih saja, tetapi memuat berbagai macam wawasan keilmuan bahkan melebihi ilmu fikih itu sendiri yaitu ilmu mengenai jagad alam semesta.
Ayat-ayat mengenai hal tersebut tidak kurang 750 ayat jauh lebih banyak dari ayat mengenai fikih yang hanya kurang lebih 150 ayat saja. Salah satu hasil karya tafsir yang mengaspresiasi ayat-ayat tersebut ialah karya tafsir Thantawi Jauhari yang ia namai tafsirnya Al-Jawaahir fi tafsir Alqur’an Al-Karim.
Tafsir tersebut mempaparkan sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan di kalangan muslim mencakup hukum-hukum, akhlak, dan hal-hal mengenai alam semesta. Tafsir tersebut menitikberatkan pembahasan tentang alam semesta (scient) yang banyak para intelektual tafsir lalai terhadapnya.
Faktor-faktor Yang Mendorong Penulisan Tafsir Al-Jawaahir Syaikh Tantowi Jauhari dilahirkan pada tahun 1870 M di wilayah al-Ghar. Pada tahun 1922 M yaitu ketika beliau beranjak umur 60 tahun, Syaikh Tantowi Jauhari memulai menulis kitab tafsir yang bercorak ‘ilmi ini. Beliau menuntaskannya selama 13 tahun hingga tahun 1935 M.
Sebenarnya kitab ini merupakan kumpulan artikel karangan beliau yang dimuat dengan nama kolom al-Taj al-Murassha’ bi Jawahir Alqur’an wa al-‘Ulum di dalam majalah Al-Malaji’ Al-‘Abasiyah yang pada saat itu beliau mengajar di Universitas Dar al-‘Ulum, Mesir.
Tujuan beliau menulis artikel tersebut agar umat Islam menyenangi keajaiban alam semesta, keindahan-keindahan bumi dan agar para generasi berikutnya cenderung pada nilai agama, sehingga Allah SWT mengangkat peradaban mereka ke tingkat yang tinggi.
Adapun alasan yang mendorong Syekh Thantowi Jauhari untuk menulis kitab tafsir ini sebagaimana ia sebutkan sendiri dalam muqaddimahnya. Beliau mengatakan:
“Sejak dahulu aku senang menyaksikan keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya, baik yang ada di langit atau kehebatan dan kesempurnaan yang ada di bumi. Perputaran atau revolusi matahari, perjalanan bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak datang dan menghilang, kilat yang menyambar seperti listrik yang membakar, barang tambang yang elok, tumbuhan yang merambat, burung yang berterbangan, binatang buas yang berjalan, binatang ternak yang digiring, hewan-hewan yang berlarian, mutiara yang berkilauan, ombak laut yang menggulung, sinar yang menembus udara, malam yang gelap, matahari yang bersinar dan sebagainya.”
Tafsir yang beliau karang lebih memperhatikan ayat-ayat kauniyah. Dalam muqaddimahnya, beliau memaparkan alasan yang melatarbelakangi penulisan tafsirnya yang bercorak ilmi.
Beliau menyatakan,
“… di dalam karang-karangan tersebut aku memasukkan ayat-ayat Alqur’an dengan keajaiban-keajaiban alam semesta; dan aku menjadikan wahyu Ilahiyah itu sesuai dengan keajaiban-keajaiban penciptaan, hukum alam, munculnya bumi disebabkan cahaya Tuhan-Nya. Maka aku meminta petunjuk (tawajjuh) kepada Tuhan yang Maha Agung agar memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga aku dapat menafsirkan Alqur’an dan menjadikan segala disiplin ilmu sebagai bagian dari penafsiran serta penyempurnaan wahyu Alqur’an.”
Faktor-faktor yang kuat mendorong semangat Syekh Thantowi Jauhari ialah rasa ketidakpuasan beliau melihat kondisi umat Islam yang hanya fokus dalam kajian fikih atau tauhid dalam penafsirannya.
Intelektual muslim pada masanya cenderung tidak memerhatikan fenomena alam dan keilmuan lain selain fikih dan tauhid. Beliau mengharapkan umat Islam agar tidak tertinggal dari orang-orang barat yang pada saat itu lebih maju dari umat Islam dan agar umat Islam timbul ghirahnya menyangkut ayat-ayat mengenai alam semesta.
Hal tersebut jelas pernah beliau katakan:
“Ketika aku berfikir tentang keadaan umat Islam dan pendidikan-pendidikan agama, maka aku menulis surat kepada para pemikir dan sebagian ulama-ulama besar tentang makna-makna alam yang sering ditinggalkan dan tentang jalan keluarnya yang masih sering dilalaikan dan dilupakan. Sebab sedikit sekali di antara para ulama yang memikirkan tentang kejadian alam dan keajaiban-keajaiban yang melingkupinya.”
Jalan penafsiran dalam Tafsir Al-Jawaahir Syekh Jauhari Thantawi dalam tafsirnya, menaruh perhatian penting terhadap ayat-ayat yang ia anggap ayat-ayat tersebut orang Islam butuh untuk mengetahuinya, yaitu ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, akhlak dan ayat-ayat mengenai alam semesta.
Beliau juga menambahkan di dalamnya berbagai ilmu-ilmu lainnya dan menerangkan tentang penciptaaan, seperti seperti hal-hal mengenai hewan, tumbuhan, langit, dan bumi.
Itu semua yang beliau lakukan dalam upaya ia memberikan ghairah yang kuat terhadap orang Islam untuk memperhatikan ayat-ayat mengenai alam semesta. Menurut Syekh Jauhari Thantawi bahwa sistem pendidikan Islam itu harus berkembang, jangan berjalan di tempat saja.
Beliau menyayangkan sikap intelektual Islam yang sibuk membahas ilmu fikih, padahal ayat-ayat ilmu fikih di dalam Alqur’an tidak mencapai 150 ayat.
Sedangkan ilmu yang membahas alam semesta tidak absen dalam setiap surah Alqur’an, bahkan ayat-ayat tersebut mencapai 750 ayat secara jelas. Kemudian, mengapa umat Islam piawai dalam ilmu yang ayatnya sedikit dan bodoh terhadap ilmu yang ayatnya terbukti banyak di dalam Alqur’an?
Semangat tersebut terealisasikan di dalam tafsirnya yaitu Al-Jawahir fi Tafsir Alqur’an al-Karim yang terdiri dari dua puluh limah juz. Tafsir tersebut lebih banyak menyoroti tentang ayat-ayat Kauniyah yang identik dengan kajian keilmuan dan sains.
Oleh karena itu, para mufassir menggolongkan kitab tafsir ini sebagai kitab tafsir yang lebih cenderung mengkaji ayat-ayat Alqur’an dari segi ilmu pengetahuan dan dalam penafsiran beliau melalui teori-teori ilmiah atau disebut juga dengan tafsir ilmy.
Contoh Penafsiran Tafsir Al-Jawaahir Kita ambil contoh bagaimana Tanthawi menafsirkan ayat al Qur’an yang berbunyi:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي
رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ
نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ
لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ
مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا
يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا
وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ
وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ
بَهِيجٍ
Artinya: “Wahai manusia! Jika kamu dalam keraguan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian secara berangsur-angsur kamu menjadi dewasa, dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, dan ia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah ia ketahui. Dan kamu lihat bumi ini kering. Kemudian bila Kami turunkan air, hiduplah bumi dan subur serta tumbuhlah berbagai macam tumbuhan yang indah.” (QS. al Hajj: 5)
Dalam menafsirkan ayat ini Tanthawi memberikan kiasan bahwa manusia itu berasal dari tanah, sebagaimana juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Unsur air juga menjadi penyebab tumbuhnya manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Setelah menjelaskan proses keajaiban manusia di dalam rahim seorang ibu, ia menegaskan bahwa inilah dalil penting ilmu al ajnah atau embriologi manusia dan ilmu ini wajib dipelajari.
Tanthawi berpendapat bahwa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya ilmu alam dan mempelajarinya adalah satu hal yang wajib. Hal demikian karena Alqur’an hanya memberikan petunjuknya secara global dan kesempurnaannya dibutuhkan pengetahuan yang lainnya.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa Thanthawi al-Jauhari merupakan seorang cendikiawan, ia selalu aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, baik melalui buku-buku maupun melalui majalah dan surat kabar.
Di samping itu, ia selalu aktif menghadiri pertemuan ilmiah dalam berbagai bidang. Ilmu pengetahuan yang lebih menarik perhatiannya adalah ilmu tafsir. Ia juga tertarik pada ilmu fisika, ilmu yang dipandangnya dapat menjadi penagkal kesalah pahaman orang menuduh bahwa Islam menentang ilmu dan tekhnologi modern.
Karena kegemaran dua disiplin ilmu yang saling dipadukan, dan disertai penguasaan ilmu tafsir dan ilmu-ilmu pengetahuan ini, akhirnya lahirlah pemikiran tafsirnya dengan argumentasi-argumentasi ilmiah yang cukup menggemparkan Mesir pada saat itu.