Keislaman

Kitab Tafsir Thantawi Jauhar

4 Mins read

Kitab Tafsir Thantawi Jauhar Alqur’an  yang  memuat  berbagai  ilmu  pengetahuan,  menarik pembacanya  untuk meyelami  akan  keluasan  khazanah-khazanah  yang  terdapat  di  dalamnya.  

Di  dalamnya terdapat  ilmu  yang  tidak  hanya  membahas  ilmu  fikih saja,  tetapi  memuat berbagai  macam wawasan  keilmuan bahkan  melebihi  ilmu  fikih  itu  sendiri  yaitu  ilmu  mengenai  jagad  alam semesta. 

Ayat-ayat  mengenai hal tersebut tidak kurang 750 ayat  jauh lebih banyak dari ayat mengenai fikih yang hanya kurang lebih 150 ayat saja. Salah satu hasil karya tafsir yang  mengaspresiasi ayat-ayat tersebut  ialah karya tafsir Thantawi Jauhari yang ia namai tafsirnya Al-Jawaahir fi tafsir Alqur’an Al-Karim. 

Tafsir tersebut mempaparkan sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan di  kalangan  muslim  mencakup  hukum-hukum,  akhlak,  dan  hal-hal mengenai  alam  semesta. Tafsir tersebut menitikberatkan pembahasan tentang alam semesta (scient) yang banyak para intelektual tafsir lalai terhadapnya. 

Faktor-faktor Yang Mendorong Penulisan Tafsir Al-Jawaahir  Syaikh Tantowi Jauhari dilahirkan pada tahun 1870 M di wilayah al-Ghar. Pada tahun 1922  M  yaitu  ketika  beliau  beranjak  umur  60  tahun,  Syaikh  Tantowi  Jauhari  memulai menulis kitab tafsir yang bercorak ‘ilmi ini. Beliau menuntaskannya selama 13 tahun hingga tahun  1935  M.  

Sebenarnya  kitab  ini  merupakan  kumpulan  artikel  karangan  beliau  yang dimuat dengan nama kolom al-Taj al-Murassha’ bi Jawahir Alqur’an wa al-‘Ulum di dalam majalah Al-Malaji’  Al-‘Abasiyah yang  pada  saat  itu beliau  mengajar  di  Universitas  Dar  al-‘Ulum, Mesir. 

Tujuan beliau menulis artikel tersebut agar umat Islam menyenangi keajaiban alam semesta, keindahan-keindahan bumi dan agar para generasi berikutnya cenderung pada nilai agama, sehingga Allah SWT mengangkat peradaban mereka ke tingkat yang tinggi. 

Adapun  alasan  yang  mendorong  Syekh  Thantowi  Jauhari  untuk  menulis  kitab  tafsir ini  sebagaimana  ia  sebutkan  sendiri  dalam  muqaddimahnya.  Beliau  mengatakan:  

“Sejak dahulu aku senang menyaksikan keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya, baik yang ada di langit atau kehebatan dan kesempurnaan yang ada di bumi.  Perputaran  atau  revolusi  matahari,  perjalanan  bulan,  bintang  yang  bersinar,  awan yang  berarak  datang  dan  menghilang,  kilat  yang  menyambar  seperti  listrik  yang  membakar, barang  tambang  yang  elok,  tumbuhan  yang  merambat,  burung  yang  berterbangan,  binatang buas  yang  berjalan,  binatang  ternak  yang  digiring,  hewan-hewan  yang  berlarian,  mutiara yang  berkilauan,  ombak  laut  yang  menggulung,  sinar  yang  menembus  udara,  malam  yang gelap, matahari yang bersinar dan sebagainya.” 

Tafsir   yang   beliau   karang   lebih  memperhatikan   ayat-ayat kauniyah. Dalam muqaddimahnya, beliau memaparkan alasan yang melatarbelakangi penulisan tafsirnya yang bercorak ilmi. 

Beliau menyatakan, 

“… di dalam karang-karangan  tersebut  aku  memasukkan ayat-ayat  Alqur’an dengan keajaiban-keajaiban  alam  semesta;  dan  aku  menjadikan  wahyu Ilahiyah  itu  sesuai  dengan  keajaiban-keajaiban  penciptaan,  hukum  alam,  munculnya  bumi disebabkan  cahaya Tuhan-Nya. Maka aku  meminta  petunjuk (tawajjuh) kepada Tuhan yang Maha  Agung  agar  memberikan  taufik  dan  hidayah-Nya  sehingga  aku dapat  menafsirkan  Alqur’an  dan  menjadikan  segala  disiplin  ilmu  sebagai  bagian  dari  penafsiran  serta penyempurnaan wahyu Alqur’an.” 

Faktor-faktor  yang  kuat  mendorong  semangat  Syekh  Thantowi  Jauhari ialah  rasa ketidakpuasan  beliau  melihat  kondisi  umat  Islam  yang  hanya  fokus  dalam  kajian  fikih  atau tauhid    dalam    penafsirannya. 

Intelektual    muslim pada    masanya    cenderung    tidak memerhatikan fenomena alam dan keilmuan lain selain fikih dan tauhid.  Beliau  mengharapkan  umat  Islam  agar  tidak  tertinggal  dari  orang-orang  barat  yang pada saat itu lebih maju dari umat Islam dan agar umat Islam timbul ghirahnya menyangkut ayat-ayat  mengenai  alam  semesta.  

Hal  tersebut  jelas  pernah  beliau  katakan:  

“Ketika  aku berfikir  tentang  keadaan  umat  Islam  dan  pendidikan-pendidikan  agama,  maka  aku  menulis surat kepada para pemikir dan sebagian ulama-ulama besar tentang makna-makna alam yang sering ditinggalkan dan  tentang jalan keluarnya yang masih sering dilalaikan dan dilupakan. Sebab  sedikit  sekali  di  antara  para  ulama  yang  memikirkan  tentang  kejadian  alam  dan keajaiban-keajaiban yang melingkupinya.” 

Jalan penafsiran dalam Tafsir Al-Jawaahir Syekh  Jauhari  Thantawi  dalam  tafsirnya, menaruh  perhatian  penting  terhadap  ayat-ayat  yang  ia  anggap ayat-ayat  tersebut orang Islam  butuh  untuk  mengetahuinya, yaitu  ayat-ayat  yang  berkaitan  dengan  hukum,  akhlak  dan  ayat-ayat  mengenai  alam  semesta.  

Beliau juga  menambahkan  di  dalamnya  berbagai  ilmu-ilmu lainnya  dan  menerangkan  tentang penciptaaan, seperti seperti hal-hal  mengenai hewan, tumbuhan, langit, dan bumi. 

Itu semua yang  beliau  lakukan dalam  upaya  ia memberikan  ghairah  yang  kuat  terhadap  orang  Islam untuk memperhatikan ayat-ayat mengenai alam semesta. Menurut  Syekh   Jauhari   Thantawi   bahwa   sistem  pendidikan   Islam   itu   harus berkembang,  jangan  berjalan  di  tempat  saja.  

Beliau  menyayangkan  sikap  intelektual  Islam yang  sibuk  membahas  ilmu  fikih,  padahal  ayat-ayat  ilmu  fikih  di  dalam  Alqur’an  tidak mencapai 150 ayat. 

Sedangkan ilmu yang membahas alam semesta tidak absen  dalam setiap surah  Alqur’an,  bahkan  ayat-ayat  tersebut  mencapai  750  ayat  secara  jelas.  Kemudian, mengapa umat Islam piawai dalam ilmu yang ayatnya sedikit dan bodoh terhadap ilmu yang ayatnya terbukti banyak di dalam Alqur’an?

Semangat  tersebut  terealisasikan  di  dalam  tafsirnya  yaitu  Al-Jawahir  fi  Tafsir  Alqur’an  al-Karim  yang  terdiri  dari  dua  puluh  limah  juz.  Tafsir  tersebut  lebih  banyak menyoroti  tentang ayat-ayat Kauniyah yang  identik  dengan kajian keilmuan dan sains. 

Oleh karena  itu,  para  mufassir  menggolongkan  kitab  tafsir  ini  sebagai  kitab  tafsir  yang  lebih cenderung  mengkaji  ayat-ayat  Alqur’an dari segi ilmu pengetahuan dan dalam penafsiran beliau melalui teori-teori ilmiah atau disebut juga dengan tafsir ilmy. 

Contoh Penafsiran Tafsir Al-Jawaahir  Kita ambil contoh bagaimana Tanthawi menafsirkan ayat al Qur’an yang berbunyi:

 

 

يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي
رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ
نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ
لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ
مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا
يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا
وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ
وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ
بَهِيجٍ

  

Artinya: “Wahai manusia! Jika kamu dalam keraguan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya  Kami  telah  menjadikan  kamu  dari  tanah,  kemudian  dari  setetes mani, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,  agar  Kami  jelaskan  kepada  kamu;  dan  Kami  tetapkan  dalam  rahim menurut  kehendak  Kami  sampai  waktu  yang  sudah  ditentukan,  kemudian  Kami keluarkan  kamu  sebagai  bayi,  kemudian  secara  berangsur-angsur  kamu  menjadi dewasa, dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, dan ia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah ia ketahui. Dan kamu lihat bumi ini  kering.  Kemudian  bila  Kami  turunkan  air,  hiduplah  bumi  dan  subur  serta tumbuhlah berbagai macam tumbuhan yang indah.” (QS. al Hajj: 5) 

Dalam  menafsirkan  ayat  ini  Tanthawi  memberikan  kiasan  bahwa  manusia  itu berasal  dari  tanah,  sebagaimana  juga  hewan  dan tumbuh-tumbuhan.  Unsur  air  juga menjadi   penyebab   tumbuhnya  manusia,   hewan,   dan   tumbuh-tumbuhan.  

Setelah menjelaskan proses keajaiban manusia di dalam rahim seorang ibu, ia menegaskan bahwa inilah  dalil  penting  ilmu  al  ajnah  atau  embriologi  manusia  dan  ilmu  ini  wajib  dipelajari. 

Tanthawi berpendapat bahwa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya ilmu alam dan mempelajarinya  adalah  satu  hal  yang  wajib.  Hal  demikian  karena Alqur’an  hanya memberikan  petunjuknya  secara  global  dan  kesempurnaannya  dibutuhkan  pengetahuan yang lainnya.  

Kesimpulan 

Dari   pembahasan   yang   telah   dijelaskan  di   atas,   dapat   disimpulkan   bahwa Thanthawi   al-Jauhari   merupakan   seorang  cendikiawan,   ia   selalu   aktif   mengikuti perkembangan  ilmu  pengetahuan,  baik  melalui  buku-buku  maupun  melalui  majalah  dan surat kabar. 

Di samping  itu, ia selalu aktif menghadiri pertemuan ilmiah dalam berbagai bidang.  Ilmu  pengetahuan  yang  lebih  menarik  perhatiannya  adalah  ilmu  tafsir.  Ia  juga tertarik  pada  ilmu  fisika,  ilmu  yang  dipandangnya  dapat  menjadi  penagkal  kesalah pahaman orang menuduh bahwa Islam menentang ilmu dan tekhnologi modern. 

Karena   kegemaran   dua   disiplin   ilmu  yang   saling   dipadukan,   dan   disertai penguasaan  ilmu  tafsir  dan  ilmu-ilmu  pengetahuan  ini,  akhirnya  lahirlah  pemikiran tafsirnya  dengan  argumentasi-argumentasi  ilmiah  yang  cukup  menggemparkan  Mesir pada saat itu. 

3 posts

About author
Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang
Articles
Related posts
Keislaman

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Asy’ariyah Dalam Memahami Sifat Kalam

2 Mins read
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Asy’ariyah dalam memahami sifat kalam. Ulama Asy’ariyah mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan itu qadim sebagaimana Dzat-Nya Tuhan…
Keislaman

Makna Takziyah Dalam Perspektif Islam

6 Mins read
Makna takziyah dalam perspektif Islam. Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak di ketahui waktunya. Sebagai makhluk…
Keislaman

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Hukum dan Ketentuan Sifat Tuhan

3 Mins read
Sudah mafhum bahwa menurut ulama Asy’ariyah sifat-sifat Tuhan qadim. Sebagaimana Dzat-Nya Tuhan qadim, maka sifat-Nya juga qadim; keduanya abadi. Seluruh sifat-sifat Tuhan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights