tepatnya pada 9 Februari 1640 , Murad oğlu Ahmed atau Sultan Murad IV wafat. Ia
adalah anak dari Sultan Ahmed I dan Sultan Kosem yang berdarah Yunani. Ia
dikenal karena upayanya dalam memperbaiki system pemerintahan ottoman dan
kebrutalan metode pelaksanaannya. Berliau mencoba memberantas korupsi yang
telah berkembang semasa pemerintahan sultan terdahulu. Terhadap hal ini ia
mengubah beberapa kebijakan, seperti membatasi pengeluaran uang yang sia-sia.
Ia juga melarang alkohol, kopi, dan tembakau. Ia memerintahkan hukuman mati
bagi mereka yang melanggar aturan ini. Ia akan meronda di jalanan dan kedai
seluruh Istanbul dengan berpakaian seperti rakyat biasa di malam hari,
menyaksikan penegakan hukum ini. Jika saat meronda di dalam ia menyaksikan
prajurit merokok atau mabuk-mabukan, ia akan membunuhnya di tempat.
Pada masa pemerintahannya, Murad
IV berada diantara kendali kerabat-kerabatnya, dan selama tahun-tahun pertama
pemerintahannya sebagai sultan, ibundanya (Valide Sultane), Kösem, memegang
kekuasaan. Negaranya sempat jatuh pada kondisi keadaan mengarah anarki: dimana ketika itu terjadi serangan
Safavid terhadap khilafah yang begitu cepat, pergolakan di Turki Utara dan
serbuan Yeniçeri ke istana pada tahun 1631 yang membunuh wazir agung. Murad IV
takut akan nasib kakandanya Osman II, memutuskan untuk menuntut kekuasaanya. Ia
mengeluarkan perintah untuk membunuh saudaranya Beyazid pada tahun 1635,
diikuti oleh eksekusi terhadap 2 saudaranya setahun kemudian.
Ada kisah menarik terkait Sultan
Turki yang satu ini. Seperti yang disarikan dari detik.com, Murad IV sempat
melakukan penyamaran ditengah masyarakat, dimana ia menemukan seorang pria yang
meninggal di lorong sempit namun tiada satu orang pun yang menggubris. Murad IV
mencoba menggerak-gerakkan tubuh lelaki tersebut. Ia begitu bingung, sebab
orang-orang sekitar tak ada yang peduli sama sekali. Mereka tak ada yang mau
menolong.
Sultan Murad IV pun bertanya
kepada orang disekitarnya, tentang alasan tidak ada yang membantu tubuh lelaki
tersebut. Mayoritas masyarakat disana berkata bahwa lelaki itu suka membeli minuman
keras dan mengunjungi tempat lokalisasi (pelacuran,red). Mendengar alasan
tersebut, Sultan Murad IV berkata bahwa bagaimanapun lelaki itu tetaplah umat
nabi Muhammad.
Orang-orang yang diajak bicara
Sultan Murad IV terdiam. Pada akhirnya mereka tergerak untuk mengangkat jenazah
lelaki tersebut untuk dibawa ke rumahnya. Ketika jenazah tiba di rumah
keluarganya, orang-orang itu langsung pergi. Hanya tinggallah Sultan Murad IV
dan kepala pengawalnya yang bertemu dengan istri pria tersebut. Sang istri
menangis di samping jenazah suaminya sambil mengucap doa, “Semoga Allah
SWT merahmatimu wahai Wali Allah. Aku bersaksi bahwa engkau termasuk orang yang
soleh,”
Sultan Murad IV terkejut saat
mendengar doa perempuan tersebut yang menyebut bahwa pria yang meninggal itu
adalah wali Allah. Sebab hal itu berbeda dan berlawanan dengan yang disebutkan
oleh orang banyak. Ia pun bertanya kepada istri sang jenazah bahwa bagaimana
mungkin dia termasuk wali Allah, sementara orang-orang membicarakan tentang dia
kejelekannya, sampai-sampai mereka tidak peduli dengan kematiannya.
Perempuan tersebut menjelaskan
kepada Murad IV bahwa Hampir setiap malam suaminya keluar rumah pergi ke toko
minuman keras untuk membeli minuman keras dari para penjual sejauh yang ia
mampu. Kemudian minuman-minuman itu dibawa ke rumah lalu dibuang ke dalam
toilet, sembari berkata, “Aku telah meringankan dosa kaum muslimin.”
Kemudian dia menjelaskan bahwa selain
membeli minuman keras untuk dibuang ke toilet, pria tersebut juga sering
mendatangi tempat pelacuran. Dia menemui sejumlah pelacur dan memberi mereka
uang. Kepada para pelacur yang sudah dia beri uang, pria tersebut berpesan
untuk tidak membuka tempat lokalisasi. Sesampainya di rumah, pria itu kembali
berkata: “Alhamdulillah, malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur
itu dan pria-pria Islam,” kenang perempuan tersebut menirukan ucapan sang
suami dihadapan Sultan Murad IV.
Namun orang sekitar hanya tahu
bahwa pria yang meninggal tersebut selama ini adalah orang yang sering membeli
dan minum-minuman keras serta mendatangi tempat pelacuran, seperti yang
didengar Murad IV. Mereka tidak tahu cerita yang sebenarnya. Sang istri sering
menyampaikan kekhawatirannya kepada sang suami, bahwa Suatu saat nanti kalau ia
mati, tidak ada kaum muslimin yang akan mau memandikan, mensholati dan
menguburkan jenazahnya.
Kala itu, mendengar ucapan sang
istri, pria yang sudah menjadi jenazah tersebut hanya tertawa. Ia yakin bahwa
jika ia mati, ia akan disholati oleh Sultan, kaum muslimin, para ulama dan para
Wali. Setelah mendengar cerita tersebut, Sultan Murad IV menangis. Dia pun
kemudian menyebutkan bahwa ia adalah Sultan yang sedang menyamar dan siap
mengurusi jenazah pria tersebut sampai ke pemakaman. Kemudian atas perintah
Sultan Murad IV, jenazah ini akhirnya menjalani proses pemakaman yang dihadiri
para ulama, para wali Allah dan seluruh masyarakat Turki.
Ottoman pada pemerintahan Murad
IV terkenal akan ekspansinya terhadap wilayah Persia di mana pasukan Turki
menaklukkan Azerbaijan dan Tabriz. Bagdad takluk pada tahun 1638, setelah
mengepungnya. Perjanjian perdamaian ditandatangani pada tahun 1639 (perjanjian
Kasr-i Shirin) sebelum kematiannya. Murad IV juga memerintahkan serbuan
terhadap Mesopotamia dan terbukti menjadi panglima tertinggi handal. Disana, ia
telah meredam semua pemberontakan di Anatolia,yang menyebabkan banyak nama
tempat sekitar yang dinamai menurut namanya.
Murad IV sang sultan “main sikat”,
wafat pada usia 27 tahun akibat sirosis hepatis pada tahun 1640. Sebelum
mangkat, ia memerintahkan hukuman mati terhadap adindanya Ibrahim, yang berarti
akan memangkas garis keturunan Turki Usmani (Ibrahim sendiri adalah
satu-satunya lelaki di keluarga kesultanan bila Murad IV meninggal), namun
perintah itu tidak dilaksanakan.
Referensi:
1) https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6140109/sultan-murad-iv-dan-kisah-seorang-wali-yang-suka-ke-tempat-pelacuran/2
2)https://id.wikipedia.org/wiki/Murad_IV