KULIAHALISLAM.COM – Khutbah Jum’at ini bertema “Pentingnya Beragama”. Memberitahukan kepada kaum muslimin (orang beriman) agar tidak tersesat dalam memahami agama, serta tidak menuhankan ciptaan-ciptaan Allah SWT.
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ. أَمَّا بَعْدُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Kenyataan dan bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama bisa kita lihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti historis dan antropologis inilah dapat diketahui pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya.
Misalnya, mereka mempertuhan benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan. Pohon kayu yang usianya ratusan tahun tidak tumbang dianggap memiliki kekuatan misterius yang selanjutnya mereka pertuhankan. Kepercayaan yang demikian itu selanjutnya disebut dengan agama “dinamisme” atau kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia karena diyakini memiliki kekuatan gaib.
Kemudian kekuatan misterius tersebut mereka ganti istilahnya dengan ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk yang selanjutnya mereka diberi nama dengan agama “animisme”. Dengan kata lain, mereka selalu melakukan pemujaan-pemujaan terhadap roh leluhur.
Roh dan jiwa itu selanjutnya mereka personifikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak yang disebut agama politeisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi bertuhan. Namun, karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka mengambil bentuk yang bermacam-macam yang keadaannya serba relatif.
Dalam keadaan demikian itulah para nabi diutus kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang disampaikan para nabi. Untuk itu, jika seseorang ingin mendapatkan keagamaan yang benar haruslah melalui bantuan para Nabi.
Sebab, kepada mereka itu, para Nabi menginformasikan bahwa Tuhan yang menciptakan mereka dan yang wajib disembah adalah Allah SWT. Dengan demikian, sebutan Allah bagi Tuhan bukanlah hasil khayalan manusia dan bukan pula hasil seminar, penelitian, dan sebagainya. Sebutan atau nama Allah bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan sendiri. Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 21-22).
Di ayat yang lain Allah SWT juga berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48).
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena manusia di samping memiliki berbagai kesempurnaan, juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan dengan kata “al-nafs” atau jiwa.
Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam pandangan Alqur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Alqur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.
Selanjutnya Quraish Shihab juga mengatakan walaupun Alqur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia jauh lebih kuat dari pada potensi negatifnya. Hanya saja, daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan.
Sifat-sifat yang cenderung kepada keburukan yang ada pada manusia itu antara lain dhalim, suka melampaui batas, sombong, ingkar, dan sebagainya. Karena itu manusia dituntut untuk senantiasa menjaga kesucian nafs dan tidak mengotorinya. Dan, untuk menjaga kesucian nafs ini, manusia harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan bimbingan agama, dan di sinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama. Allah SWT berfirman:
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰٮهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰٮهَا.
Artinya: “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 9-10).
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Dalam literatur teologi Islam juga dijumpai pandangan kaum Muktazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari pada pendapat wahyu. Namun demikian, mereka sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, tetapi tidak semua yang baik dan buruk dapat diketahui oleh akal.
Dalam hubungan inilah, kaum Muktazilah mengakui adanya wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki oleh akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Muktazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan agama.
Tidak hanya itu, termasuk faktor lain juga yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa mengalami berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Tentu saja, orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya.
Bahkan, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itulah, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajak mereka agar taat menjalankan perintah agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehingga upaya untuk meng-agama-kan masyarakat menjadi sangat penting.
Akhirnya, semoga kita menjadi hamba yang selalu taat dan menjauhi larangan-larangannya Allah SWT. Berharap kelak diakhirat akan dikumpulkan bersama orang-orang yang taat juga, tak terkecuali berkumpul bersama baginda Rasulullah Saw. Amin.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَٰقَ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَقُولُوا۟ لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
1 Comment