Immawan Sandi di Muktamar IMM (Sumber gambar : dokumen pribadi) |
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah” (QS. Al Imran:110)
KULIAHALISLAM.COM – Misi khalifah dalam kehidupan dunia salah satunya adalah untuk dapat menyuruh yang baik dan mencegah yang mungkar dalam rangka beriman kepada Allah sang Pencipta.
Kata Umat dari surah Ali Imran: 110 mengindikasikan perlunya satu kelompok, perkumpulan atau organisasi yang mengemban misi kekhalifahan.
Yang mana, kerja kolektif menjadi prioritas dalam mengemban misi tersebut untuk menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam rangka beriman kepada Allah Subhanahu wa taala.
Sifat dari amar ma’ruf nahi mungkar ini bersifat perennial untuk menjaga dinamisasi dalam cosmos. Sebab, tanpa adanya upaya tersebut kehidupan makhluk di dunia akan mengalami kehancuran.
Konsep ini akan dijadikan sebagai rujukan kader dalam melaksanakan setiap kegiatan, dimana tujuannya diarahkan pada terbentuknya sikap dan sifat manusia yang memiliki kompetensi sebagai khalifah Allah di bumi.
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang telah mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.” (QS. Al Alaq:1-5).
Surah Al Alaq merupakan 5 ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dengan perintah untuk membaca. Membaca disini merupakan hal pertama yang dikenalkan Tuhan kepada manusia. Membaca dalam ayat tersebut memiliki arti yang luas.
Disamping perintah untuk membaca ayat-ayat qauliyah, membaca disitu juga dimaksudkan untuk mengamati ayat-ayat kauniyah yakni alam dan segala isinya. Dengan membaca tanda-tanda (Qur’an, alam dan manusia sendiri) diharapkan manusia dapat mengenal dan menghayati eksistensi Tuhannya.
Membaca merupakan sarana pembelajaran manusia untuk dapat mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat menjaga perannya sebagai khalifah di bumi.
Anjuran membaca yang tertuang dalam kata iqro’ bersifat edukatif. Yang mana pendidikan menjadi anjuran utama dalam membentuk kesempurnaan diri. Adapun kalimat iqro’ bismirobbikalladzii kholaq menuai makna transendensi yang menjadi penopang segala aktifitas makhluk.
Pendidikan dengan aktifitas membacanya merupakan hal penting bagi umat manusia dalam melakukan aktivisme sejarah. Nilai Transendental dari ayat ini sekaligus menjadi potensi intelektual manusia.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama, itulah orang-orang yang telah menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang yang sholat, nyaitu orang yang lalai dari sholatnya, orang yang telah berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang yang berguna.” (QS. Al Ma’un:1-7)
Surah Al Ma’un dalam penguraianya merupakan semangat yang dibawa oleh agama Islam sebagai praksis sosial di tengah arus peradaban manusia. Dalam surah ini Allah menyebutkan secara spesifik salah satu ciri orang yang mendustakan agama.
Yakni yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Dimana ayat itu mempertegas muatan sosial di dalam kandungan Islam. Penyebutan kata salat dalam Al-Qur’an surat Al Ma’un sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar harus benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Sehingga setiap upaya kejahatan sistematis yang menindas kaum mustadh’afin dapat terelakkan. Hal ini yang menjadikan transendensi sebagai bagian yang menjiwai humanisasi dan liberasi. Kesadaran yang dibangun dalam ayat ini adalah teologi sebagai praksis sosial dalam melakukan transformasi peradaban umat.
Intelektual Profetik
Intelektualitas identik dengan keutamaan akal. Ia berangkat dari penalaran manusia atas fenomena dan realitas yang ditemukan oleh inderanya. Menurut Al Mawardi, dalam karyanya Adabud Dunya wad Din akal merupakan jaminan atas diberikannya hawa nafsu.
Jika hawa nafsu diasosiasikan dengan sumber keburukan, dengan begitu akal menjadi sumber keutamaan—akal ada untuk mengendalikan nafsu. Intelektual diartikan sebagai bentuk kesadaran, kepahaman, dan pemikiran.
Sedangkan profetik secara sederhana dimaknai kenabian. Secara filosofis, Nabi diidentifikasikan sebagai manusia yang bergerak atas dimensi kecerdasan intelektual dan spiritual (wahyu) dengan misi mentransformasikan wahyu dalam kehidupan sosial.
Intelektual profetik merupakan wujud penyandingan antara ilmu dan agama, antara saintifik dengan teologis, antara orientasi dunia dan akhirat, antara keinginan manusia dengan kehendak langit, yang semuanya bermuara pada hasil penalaran akal dan penalaran wahyu.
Istilah intelektual profetik dimaksudkan sebagai mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Gagasan Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan terhadap realitas dunia yang sangat mengkhawatirkan. Dimana berbagai tipologi intelektual belakang ini justru semakin menjerumuskan manusia ke dalam jurang materialisme yang tidak berkesudahan sedangkan masyarakat bersifat berbudaya instan dan pragmatisme.
Globalisasi yang diiringi dengan kemajuan teknologi telah melahirkan kejahatan teknologi yang menyebabkan dehumanisasi. Kebudayaan pragmatis tersebut masuk dalam relung kehidupan sebagai gambaran pengusaha dalam menjalankan manajemen suatu perusahaannya.
Ia akan menganggap manusia seperti mesin yang harus bekerja sesuai target tidak mempertimbangkan sisi dimensi manusia yang lain. Globalisasi dari konteks kelahirnya merupakan perpanjangan tangan dari kapitalisme dengan sistem neo-Liberasi yang segala sesuatunya dalam kebijakan harus sesuai dengan hukum pasar.
Globalisasi merupakan alat yang digunakan oleh barat dalam rangka melakukan penjajahan dari negara-negara yang berkembang. Negara berkembang disini hanya dijadikan sebagai tempat penjualan dan menjadikan pemerintah menjdi buruh dinegeri sendiri.
Kemajuan teknologi yang menjadikan manusia bersikap serakah dan selalu merasa kekuaran dalam fasilitas hidupnya, kita dapat melihat kejahatan yang dilakukan oleh teknologi yang berdampak pada kerusakan alam dan hilangnya sistem ekologi dari alam yang tersusun rapi.
Sekarang ini sering didengar bahwa bencana melanda negara Indonesia akibat sikap yang tidak arif terhadap alam seperti kekeringan dan bencana banjir. Potret realitas maka menjadi pilihan yang mutlak dalam rangka melakukan transformasi sosial.
Transformasi sosial itu yang ter-ilhami dari surat Al Imran ayat 110 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran:110).
Pesan yang terkandung dari ayat tersebut memberikan semangat etika profetik sebagai sarana transformasi sosial, sebagaimana keterlibatan manusia dalam sejarah dan untuk merubah sejarah yang menindas menjadi masyarakat yang berkeadilan tanpa penindasan.
Liberasi
Liberasi merupakan terjemahan dari nahi mungkar yang memiliki arti melarang atau mencegah segala tindakan kejahatan yang merusak. Liberasi memilki arti pembebasan terhadap yang termarjinalkan.
Liberasi yang mengilhami Kunto adalah liberasi dalam kontek Marxisme, teologi pembebasan Amerika Latin dan liberasi yang ditawarkan oleh Kunto adalah liberasi dengan disari nilai-nilai trasendensi.
Liberasi dalam kerangka profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, dominasi struktur, kekerasan dan menolak konservatisme dalam agama.
Liberasi dalam kontek profetik menjadikan agama sebagai nilai-nilai transendental yang menjadi alat transformasi sosial sehingga agama menjadi ilmu yang objektif dan faktual. Liberasi bukan hanya dalam dataran moralitas tetapi dilakukan secara konkret dalam realitas kemanusiaan.
Kunto menawarkan kontek yang diliberasikan adalah sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem politik yang membelenggu manusia sehingga ia dapat mengaktualisasikannya dirinya sebagai mahluk yang merdeka dan mulia. Liberasi dari sistem pengetahuan manusia yang materialistik dan dominasi struktur.
Kesadaran dari Marxisme adalah kesadaran kelas, kesadaran deterministik atau materi. Bagi Kunto kesadaran menentukan basis materi. Liberasi dalam kontek ekonomi adalah menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin agar tidak terjadi ketimpangan yang jauh.
liberasi ekonomi memiliki tujuan terciptanya ekonomi yang berkeadilan berpihak pada kaum miskin. Liberasi sistem politik membebaskan sistem politik dari diktator, Otoritarianisme, dan neofeodalisme, hal tersebut menjadikan demokrasi dan HAM yang terciptannya masyarakat yang berkeadilan.
Konsep liberasi yang diinginkan oleh Kunto bercorak marxian atau melakukan liberasi menggunakan kekerasan tak fungsional dalam memandang realitas sosial.
Oleh : IMMawan M. Sandi, S.Pd, Ketua Umum PC IMM Bekasi Raya
Editor : Adis Setiawan
Mantap bang jago