Kebijakan Nabi Muhammad terhadap Yahudi Khaibar. Syahdan, sejak perasaan putus-asa mulai merayap ke dalam hati Yahudi Bani Khaibar. Kini mereka minta damai. Semua harta benda mereka yang berada dalam benteng al-Syiqq, Nattah dan Katibah diserahkan kepada Nabi Muhammad untuk disita, asal nyawa mereka diselamatkan. Permohonan ini oleh Nabi Muhammad diterima.
Mereka dibiarkan tinggal di kampung halaman mereka, yang menurut hukum penaklukan sudah berada di bawah kekuasaannya. Mereka akan mendapat separuh hasil buah-buahan daerah tersebut sebagai imbalan atas tenaga kerja mereka. Artinya, mereka dibolehkan menetap dan menggarap tanah yang mereka tempati, dengan kewajiban menyerahkan setengah dari hasilnya.
Watt menambahkan, dalam kesepakatan antara komunitas Khaibar dan Muhammad, prinsip baru diperkenalkan yang menjadi salah satu fondasi pemerintahan Islam kelak hari. Prinsip baru itu adalah bahwa orang-orang Yahudi tetapmenanami tanahnya, tetapi kemudian menyerahkan sepenuh hasilnya kepada kaum muslim yang menjadi pemiliknya.
Pemilik hak tersebut adalah 1600 orang peserta ekspedisi atan pihak yang telah membeli bagian mereka. Tanah-tanah tadi tidak diberikan kepada perorangan dan tidak pula kepada umat secara keseluruhan.
Tanah dibagi menjadi 18 bidang, dan setiap bidang diberikan kepada satu kabilah atau lebih. Dan sebagai imbalannya, Muhammad memberikan perlindungan militer kepada Yahudi Khaibar.
Syahdan. Nabi Muhammad memperlakukan Yahudi Khaibar tidak sama seperti Yahudi Bani Qainuqa’ dan Bani Nadir tatkala mereka dikosongkan dari kampung halamannya. Sebab, dengan jatuhnya Khaibar ini, Nabi Muhammad sudah merasa terjamin dari bahaya Yahudi dan meyakini bahwa, mereka sama sekali tidak mampu mengadakan perlawanan.
Di samping itu, di Khaibar terdapat pula beberapa perkebunan, ladang dan kebun-kebun kurma. Semua ini masih memerlukan tenaga-tenaga ahli yang cukup banyak untuk mengolah dan mengurusnya dengan baik.
Kendatipun mayoritas warga Madinah adalah petani, tanah merekapun sangat memerlukan tenaga ahli. Namun mengingat, bahwa Nabi Muhammad sangat memerlukan tentara untuk angkatan perangnya, maka beliau tidak ingin membiarkan mereka semua bercocok tanam.
Orang-orang Yahudi Khaibar tetap bekerja meski kekuasaan politik mereka sudah runtuh, yang juga mempengaruhi kegiatan mereka, sehingga dari segi pertanian dan perkebunanpun sangat mempengaruhi kemunduran dan kehancuran Khaibar.
Padahal, memperlakukan penduduk daerah itu dengan baik, di samping Abdullah ibn Rawwahah utusan beliau kepada mereka yang cukup adil, setiap tahun melakukan pembagian hasil dengan mereka.
Demikian baiknya Nabi Muhammad memperlakukan mereka yang cukup penduduk Yahudi Khaibar itu, sehingga tatkala kaum Muslimin menyerbu mereka, dan dia antara barang-barang rampasan perangmu terdapat sejumlah kitab Taurat, dan oleh pihak Yahudi diminta, maka Nabi Muhammad perintahkan supaya kitab-kita itu diserahkan kembali kepada mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas, ini berarti akhir dari pengaruh politik orang-orang Yahudi Khaibar. Mereka secara politik dan ekonomi tunduk kepada Madinah. Bahkan, jika mereka ingin melakukan intrik, mereka tidak memiliki kekayaan untuk mendukungnya. Kepemimpinan mereka juga lemah. Karena sejumlah pemimpin mereka terbunuh dalam pengepungan.
Di samping tiga koloni kecil Yahudi di daerah itu, Fadak, Wadi al-Qura dan Taima’, juga menyerah kepada Nabi Muhammad dengan syarat-syarat serupa. Jatuhnya Khaibar dan penyerahan diri koloni-koloni Yahudi lainnya menandai berakhirnya persoalan Yahudi di masa Nabi Muhammad.
Mereka telah menantang Nabi Muhammad dengan sepenuh kemampuan mereka, dan mereka berhasil ditumpas. Bahkan, mereka sudah kehilangan banyak kekayaan dan secara politik sudah tidak bisa berkutik.
Kekalahan kaum Yahudi di Khaibar telah mematahkan kekuatan militer semua orang Yahudi di Jazirah Arab. Karena itu, wajar bila orang-orang Yahudi di Fadak datang kepada Nabi Muhammad untuk meminta jaminan keselamatan. Sementara itu orang-orang Yahudi di Wasi al-Qura dan Taima’ tunduk kepada kekuasaan kaum muslimin tanpa perlawanan yang berarti.
Dengan demikian, jelaslah bahwa alasan utama Nabi Muhammad menjatuhkan hukuman terhadap suku-suku Yahudi adalah karena ketidaksetiaan mereka kepada kesatuan ummah. Padahal, mereka mengetahui kebenaran ada pada Muhammad, dan bahwa beliau haruslah ditaati, sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat Madinah yang juga mereka tanda tangani. Tindakan mereka itu, menurut Watt, jelas merupakan tindakan pengkhianatan terhadap perjanjian mereka bersama Muhammad.
Atas dasar ini, tak heran jika pada tahun pertama setelah kelahiran Piagam Madinah, kehidupan sosial dan politik di Madinah berjalan secara normal. Tidak ada gangguan yang berarti yang dapat merusak kesatuan umat.
Di kalangan kaum muslim sendiri tidak timbul rasa takut akan adanya penipuan, sikap dan perbuatan bermuka dua dari kaum Yahudi pada saat penandatanganan piagam Pengkhianatan baru mereka lakukan mulai tahuan 2 H hingga 7 H secara sendiri-sendiri tanpa di bawah satu komando.
Dengan demikian, kata S. Pulungan, Piagam Madinah tidak dapat dikatakan sebagai suatu traktat yang gagal. Tapi justru sebaliknya, dengan piagam tersebut Nabi Muhammad secara konstitusional mempunyai dasar hukum untuk menindak peserta perjanjian yang gagal mengendalikan diri dari dorongan hawa nafsu, untuk melakukan tindakan makar yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat, sehingga beliau berhasil menciptakan keamanan dan ketertiban sosial di kota Madinah.
Bahkan, posisi beliau sebagai nabi dan pemimpin politik, semakin meluas dengan bergabungnya kelompok-kelompok masyarakat lain di sekitar Madinah dan Jazirah Arab umumnya. Baik kaum Arab maupun kaum Yahudi lainnya yang ditandai dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad dengan kelompok-kelompok tersebut. Wallahu a’lam bisshawaab.
Referensi:
Ibn Ishaq, Al-Sirah al-Nabawiyah.
Al-Waqidi, Kitab al-Magazi, jilid II.
Haikal, Hayatu Muhammad.
Watt, Muhammad Prophet and Statesman.
Karen Armstrong, Muhammad, a Biography of the Prophet, terj, Sirikit Syah, Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis.
S. Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam Madinah.