Oleh: Riyan Nanda Kusuma*
KULIAHALISLAM.COM – Gerakan feminisme mulai muncul pada abad ke-18 hingga sekarang. Feminisme terus menyuarakan hal yang dimana dianggap perempuan termarjinalkan oleh para laki-laki.
Pada mulanya memang gerakan ini memperjuangkan tentang perempuan mampu mengenyam pendidikan layaknya laki-laki. Gerakan ini juga memperjuangkan hak perempuan dalam berpolitik. Gerakan ini awal mulanya tumbuh di benua Eropa.
Gerakan ini secara global memperjuangkan asas kesetaraan gender. Kesetaraan ini meminta perempuan mampu duduk dalam kursi yang sama dengan laki-laki.
Pengertian sex dan gender menurut Dr. Nazaruddin Umar dalam disertasinya menyebutkan bahwasannya sex adalah hak kodrati dari Tuhan yang melekat pada seseorang, sedangkan gender merupakan bentuk pelekatan sifat baik kepada perempuan maupun laki-laki karena terbentuk dari hasil budaya. Aspek genderlah yang ingin dirubah oleh gerakan feminisme.
Umat Islam pun merespon hal tersebut dengan munculnya gerakan feminis yang ada di Mesir. Mereka juga menuntut agar perempuan mampu bersekolah dan mampu andil dalam urusan politik.
Gerakan tersebut sangat lantang disuarakan hingga munculah gerakan-gerakan feminisme di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Tokoh feminisme Islam tidak hanya dari muslimah saja tetapi ada sebagian muslim yang membantu menyuarakannya dan memperjuangkannya yakni Qasim Amin.
Alquran tidak pernah merendahkan perempuan dan mensubordinasikan perempuan. Bukti ayat yang menunjukkan sebuah kesetaraan yakni pada Surah Al-Hujurat ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (13).
Artinya:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
Lafaz dalam ayat tersebut yang berbunyi;
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
Secara tekstual mengatakan bahwasannya sungguh orang-orang yang paling mulia ialah orang yang bertakwa kepadaKu. Penggunaan dhamir kum disini memiliki makna manusia secara universal tidak memandang baik itu laki-laki maupun wanita.
Kutipan ayat tersebut berindikator dimana baik muslim maupun muslimah yang paling mulia adalah yang paling bertakwa kepada Allah. Alquran disini pun tidak mensubordinasikan gender sama sekali.
Ada juga ayat yang seakan mengandung kontradiksi terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 34:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا (34.)
Artinya:
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.”
Kalimah yang mengandung kontradiksi ada dalam permulaan ayat. Kalimat qowwamuna yang memiliki arti lebih kuat atau lebih unggul, seakan akan mensubordinasikan perempuan. Tetapi bila dilihat dari asbabun nuzul ayat tersebut, ayat ini justru bagaiman respon Allah SWT melihat kaum wanita yang dipukul oleh suaminya.
Allah memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW bagaimana seharusnya dia menyikapi hal ini. Allah SWT melarang nabi menghukum suami istri tersebut, melainkan memberikan tata cara bagaimana cara mengayomi istri yang tidak patuh.
Kalimah qowwamuna muncul karena sang suami menafkahi istri tersebut sebagaimana mestinya. Maka ayat inipun tidak mengandung subordinasi kepada perempuan.
Berpolitik dalam Islam tidak ada dalil yang qath’i perihal pelarangan perempuan dalam kancah politik. Namun ada hadis-hadis Nabi yang mengatakan, “Tidak akan bahagia suatu kaum bilamana dipimpin oleh perempuan”.
Hadis ini tidak bersifat qath’i dan tidak menyebabkan haramnya perempuan masuk dalam ranah politik. Alquran menggambarkan sosok perempuan yang masuk dalam ranah politik yakni Ratu Balqis.
Alquran dalam Surah An-Naml menggambarkan kedigdayaan Ratu Balqis hingga menarik perhatian Nabi Sulaiman untuk mengajak Ratu Balqis untuk bertauhid.
Dalam kisah Alquran ini kita bisa mengambil pelajaran bahwasannya tidak sepenuhnya kepemimpinan perempuan itu jelek tetapi sebaik-baiknya kepemimpinan seorang perempuan masih mampu terkalahkan oleh kepemimpinan seorang muslim yang saleh.
Tidak memungkiri bilamana seorang perempuan yang berkompeten mampu terjun ke ranah politik tentu dengan batasan-batasan tertentu. Wallahu a’lam bissawab.