Di tengah pesatnya perkembangan zaman dan arus globalisasi yang kian deras, umat Islam menghadapi dua tantangan besar yang dapat merusak tatanan keagamaan dan sosial masyarakat, yaitu radikalisme dan sekularisme. Radikalisme muncul sebagai bentuk pemahaman keagamaan yang sempit, kaku, dan ekstrem. Paham ini sering kali menolak perbedaan serta membenarkan kekerasan atas nama agama dan kebenaran tunggal yang diyakini kelompok tertentu. Sementara itu, sekularisme merupakan paham yang berusaha memisahkan agama dari kehidupan sosial, pendidikan, hukum, dan politik, sehingga menjadikan agama seolah tidak memiliki peran penting dalam kehidupan manusia secara menyeluruh. Kedua paham ini menjadi ancaman serius bagi integritas umat Islam yang menjunjung tinggi nilai moderasi, kedamaian, dan kemanusiaan.
Dalam menghadapi fenomena tersebut, Ilmu Kalam dapat berperan sebagai benteng intelektual dan spiritual yang kuat. Ilmu Kalam merupakan salah satu cabang ilmu dalam tradisi keilmuan Islam yang fokus pada pembahasan akidah atau teologi Islam. Secara etimologis, “kalam” berarti percakapan, namun dalam konteks keilmuan Islam, ia merujuk pada kegiatan diskusi dan argumentasi yang berbasis logika, rasio, dan dalil keimanan.
Ilmu Kalam bertujuan memperkuat keyakinan seorang muslim dengan pendekatan rasional dan argumen yang dapat diterima oleh akal sehat. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai ilmu yang membahas Dzat dan sifat-sifat Allah serta semua hal yang berkaitan dengan eksistensi makhluk dari perspektif doktrin Islam. Sementara itu, menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam adalah ilmu yang memuat argumentasi tentang akidah berdasarkan dalil-dalil rasional. Dari sini terlihat bahwa Ilmu Kalam menggabungkan antara kekuatan teks dan rasio sebagai sarana membentuk pemahaman yang utuh tentang tauhid dan prinsip-prinsip dasar Islam.
Ilmu Kalam memiliki karakteristik utama berupa fokus pada akidah dan penggunaan argumentasi logis dalam menjelaskan kebenaran agama. Dengan demikian, ia tidak hanya memperkokoh keimanan seseorang, tetapi juga melindungi umat dari pemikiran yang menyimpang atau bertentangan dengan ajaran Islam. Fungsi penting inilah yang menjadikan Ilmu Kalam relevan dan strategis untuk merespons paham radikalisme dan sekularisme.
Sekularisme, yang dalam akar katanya berasal dari bahasa Latin “saeculum”, berarti dunia atau zaman, dalam konteks modern mengacu pada pemisahan antara agama dan kehidupan publik. Menurut Yusuf Qardhawi, sekularisme mengusung paham bahwa agama tidak boleh terlibat dalam kehidupan sosial, pendidikan, budaya, maupun hukum negara. Dengan kata lain, Tuhan dan ajaran-Nya dianggap tidak relevan dalam mengatur kehidupan manusia. Paham ini tentu sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang komprehensif dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik urusan ibadah maupun sosial.
Ilmu Kalam dapat digunakan untuk memperkuat keyakinan umat bahwa agama memiliki peran sentral dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui pendekatan yang rasional dan mendalam, Ilmu Kalam menjelaskan bahwa Islam tidak hanya sebatas hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mencakup hubungan antarmanusia dan sistem sosial secara keseluruhan. Dengan memperdalam akidah melalui Ilmu Kalam, umat Islam akan memiliki fondasi keimanan yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh paham sekularisme. Kesadaran ini juga mendorong terbentuknya pemimpin dan masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan mereka. Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin memberikan panduan moral dan spiritual yang sangat penting dalam membangun tatanan masyarakat yang adil dan beradab.
Sementara itu, radikalisme muncul dari pemahaman keagamaan yang tekstualis dan sempit, tanpa mempertimbangkan konteks sosial serta nilai-nilai kasih sayang yang diajarkan dalam Islam. Paham ini sering kali mengedepankan fanatisme dan kekerasan sebagai alat untuk mewujudkan tujuan tertentu. Dalam konteks ini, Ilmu Kalam berperan penting dalam memberikan klarifikasi dan pemahaman yang benar mengenai ajaran Islam. Dengan menekankan pada pentingnya akal dalam memahami agama, Ilmu Kalam mengajak umat Islam untuk bersikap kritis, objektif, dan tidak mudah menerima tafsir keagamaan yang mengarah pada kekerasan dan diskriminasi.
Ilmu Kalam membantah pemikiran radikal dengan menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menolak kekerasan, menghormati hak asasi manusia, dan mengedepankan kedamaian. Al-Qur’an dan hadits mengajarkan sikap kasih sayang, toleransi, dan lemah lembut dalam berdakwah serta menjalin hubungan sosial. Pemikiran radikal justru bertentangan dengan nilai-nilai fundamental tersebut dan telah mencemarkan citra Islam di mata dunia. Dengan pendekatan argumentatif, Ilmu Kalam mampu menunjukkan bahwa radikalisme bukanlah bagian dari ajaran Islam, melainkan penyimpangan dari semangat dan substansi ajaran Rasulullah SAW.
Selain itu, Ilmu Kalam juga berperan dalam membentuk pemahaman Islam yang lebih inklusif dan moderat. Pendekatan rasional dalam Ilmu Kalam menghindarkan umat dari sikap fanatik yang berlebihan dan membuka ruang untuk berdialog dengan pemikiran lain. Keseimbangan antara dalil naqli dan aqli menjadi landasan penting dalam menyikapi perbedaan pendapat serta dalam menghadapi dinamika sosial. Dengan demikian, umat Islam akan mampu menjaga keutuhan akidah mereka tanpa mengabaikan nilai-nilai kebersamaan dan toleransi.
Melalui pendekatan teologis yang kritis dan konstruktif, Ilmu Kalam menjadi alat penting dalam memperkuat identitas keislaman yang moderat, rasional, dan berkeadaban. Ilmu ini bukan hanya warisan keilmuan klasik, tetapi juga solusi atas persoalan umat Islam kontemporer, termasuk dalam merespons ancaman ideologis seperti radikalisme dan sekularisme. Dengan memperdalam Ilmu Kalam, umat Islam dapat menghadirkan Islam sebagai agama yang relevan, damai, dan solutif dalam menjawab tantangan zaman.