Penulis: A’la Fatihatul Fauziyah*
KULIAHALISLAM.COM – Mengahafal Alqur’an merupakan salah satu anugrah yang diberikan Sang Pencipta kepada para hambanya, baik mereka yang sehat jasmani dan rohaninya ataupun mereka yang salah satu anggota tubuhnya tidak berfungsi dengan sempurna.
Mereka yang dianugrahi Allah bisa menghafal Alqur’an merupakan salah satu hamba pilihan. Mengapa termasuk hamba pilihan? Mereka yang buta dianugerahi oleh Allah bisa menghafal Alqur’an dengan mudah melalui media mendengarkan.
Mereka diberi satu kekurangan tetapi diberi kelebihan yang unggul dalam dirinya. Nah dalam menghafal Alqur’an ada beberapa istilah yang harus diketahui oleh para penghafalnya, diantaranya adalah ziyadah, yaitu menambah hafalah.
Kemudian ada istilah muraja’ah yaitu mengulang hafalan yang sudah pernah ia hafalkan. Dan juga ada istilah mutqin, yaitu mereka yang dapat melafalkan ayat- ayat Alqur’an dengan bil ghoib lancar dan fasih.
Setiap orang memiliki kemampuan masing- masing dalam menghafalkan kalamullah. Ada yang masih berusia dini sudah selesai dalam menghafalkan Alqur’an, ada yang sudah lanjut usia masih mulai menghafalkan, ada yang menghafalkannya hanya dalam kurun waktu 1 bulan ia sudah khatam, dan juga ada yang menghafalkannya hingga bertahun-tahun.
Mereka menghafalkan tanpa melihat berapakah usia mereka dan berapa lama kurun waktu yang mereka tempuh dalam proses menghafalkan. Mereka hanya fokus pada tujuan mereka, yaitu mereka bisa khatam dengan bil ghoib secara mutqin.
Dalam menghafal, hal terberat adalah muraja’ah atau bahasa yang digunakan dalam pondok- pondok adalah nderes. Nah, nderes itu hal yang lebih berat daripada ziyadah. Mengapa demikian? Karena kuantitas muraja’ah itu lebih banyak daripada ziyadah.
Ziyadah itu biasanya 1 atau 2 halaman, sedangkan muraja’ah bisa 5 halaman atau beberapa juz. Orang yang hafalannya sedikt tetapi ia tekun dan rajin muraja’ah itu lebih baik daripada penghafal yang hafalannya banyak tetapi ia malas dan jarang muraja’ah.
Kunci dalam menghafal Alqur’an adalah muraja’ah, dengan muraja’ah maka hafalannya akan semakin kuat dan menancap dalam otak. Semakin sering mengulang hafalan maka akan semakin lancar pula ia melafalkan kalamullah tersebut.
Menjaga hafalan pun juga bukanlah hal yang mudah. Mengapa demikian? Semisal kita sudah mempunyai hafalan 10 juz dan ada 1 atau 2 juz yang secara tidak sengaja hilang. Sama halnya 1 atau 2 juz tersebut harus mengulang menghafalkannya kembali.
Salah satu cara menguatkan hafalannya yaitu dengan mengulang berkali- kali sampai ia tahu bagaimana tulisan yang benar lafaz tersebut dan modal menghafal Alqur’an hanyalah istiqomah.
Sebagai penghafal Alqur’an harus mempunyai tekad dalam dirinya harus khatam 30 juz dan bisa disimak hingga lancar dan betul (bacaannya) tidak ada yang salah. Alqur’an itu harus disimakkan, Mengapa demikian? Kalau dibaca sendiri benar terus alias tidak ada salahnya, karena sekali ragu tinggal membuka.
Sebahagia itu, bisa membaca tanpa melihat mushaf. Terlihat sederhana sepele mungkin bagi yang lain, tapi bagi yang merasakan layaknya mendapat gunungan emas, bahkan lebih dari itu nilainya. Yaitu hafalan bisa kebaca tanpa perlu melihat mushaf adalah idaman bagi para penghafal.
Namanya juga penghafal Alqur’an, basicnya menghafal, ya targetnya bisa hafal diluar kepala. Sebahagia itu mengalahkan yang bisa belanja tanpa melihat harga. Sebahagia itu tanpa bisa dirangkai dengan kata- kata, hanya bisa dirasakan oleh hati yang paham rasa.
Kejar Alqur’anmu, maka duniamu akan ikut. Coba kita cek hubungan kita dengan Alqur’an, begitulah gambaran dunia yang kita rasakan. Apakah pagi, siang, dan malam Qur’ankah yang menjadi kegiatan untuk mengawali, membersamai, dan menutup hari?
Jika hari- hari disibukkan dengan duniawi hingga lalai atau lupa dengan nderes, bisa saja Allah terus kasih kesibukkan yang tiada akhir. Bisa saja ujian, bisa saja cobaan, demi mengetes seberapa setia kita memegang kalam-Nya.
Seperti layaknya kendaraan yang membutuhkan rem, sebagai penghafal Alqur’an sebisa mungkin nderes walaupun sedikit, nderes walaupun tidak lancar, nderes walaupun tidak karuan, nderes walau ombak yang menghadang.
Tidak perlu khawatir berjalan di tempat, khawatirlah bila stuck di tempat. Sebagai penghafal terjebak dalam zona stuck, diam di tempat, tidak maju hafalannya tetapi hafalan belakangnya masih aman, masih terjaga.
Sebagian lagi terjebak bahkan terjerambab dan terperosok. Sudahlah tidak maju depannya, hafalan belakangnya terjun bebas. Hal tersebut adalah hal yang paling sedih. Di titik ini, sudah saatnya intropeksi diri, cari kebocorannya, kenapa gini- gini mulu.
Tahun lalu 5 juz, tahun ini tetap masih 5 juz? Tahun lalu khatam 30 juz, tahun ini kok menjadi 20 juz? Tahun lalu cepet dan rajin, tahun ini kok berkurang? Sebagai penghafal, coba teropong riwayat selama ini, apa yang menjadi penyebab stuck, jika sudah mengetahui penyebabnya maka cari bagaimana cara biar bertumbuh.
Kebanyakan penghafal itu tidak kurang motivasi, tetapi kurang nderes. Para penghafal bisa menemukan motivasibaik di dunia maya maupun di dunia nyata. Tapi kalua masalahnya, tidak lancar, malas, bad mood, dan berantakan. Modal motivasi saja tidak dapat cukup mengatasi masalah tersebut. Yang dibutuhkan adalah bergerak, yaitu nderes.
Mau khatam, ya setoran. Mau lancar, ya muraja’ah. Mau rajin, ya jangan malas. Mau mutqin, ya nderesnya yang rajin. Motivasi hanya pemantik api semangat agar para penghafal bergerak, mau melangkah jadi lebih baik. Ning Sheila Hasina pernah dawuh: “Bukan nasab yang membuatmu mulia, tapi mengajilah agar nasabmu mulia.”
*) Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Semester 1 Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Editor: Adis Setiawan