“Sesungguhnya dirham dan dinar adalah tali-tali tamparnya orang munafik, mereka digelandang dengan tali itu masuk ke dalam neraka,” kata Sumait ibn Ajlan. Kekayaan jelas akan membawa kecelakaan, kata Gus Ulil. Oleh karena itu, kita harus waspada terhadap penipuan dirham dan dinar.
“Sesungguhnya uang dirham adalah kalajengking, hewan berbisa,” kata Imam Yahya ibn Mu’ad, salah satu tokoh sufi abad ketiga hijriyyah. “Jangan coba-coba mengambil kalajengking jika Anda tidak menyediakan penawar bisanya; jika ia menyengat kepada Anda, itu bisa berbahaya.”
Lalu ditanya, “Apa penawar bisanya?” Yahya menjawab, “Engkau harus mengambil dunia dengan cara yang halal, kemudian engkau meletakkan dirham pada haknya dirham.” Ini menunjukkan bahwa Anda harus memenuhi kewajiban yang terkait dengan harta.
Ala’ ibn Ziyad (salah seorang Tabi’in dari kota Bashrah) berkata, “Dunia tampak dalam bentuk sosok, dan padanya penuh dengan perhiasan.” Lalu ia (dunia) berkata, “Jika engkau ingin mendapatkan perlidungan dari Allah, maka bencilah aku, jangan sampai mencintai aku.”
Dengan alasan apa dirham dan dinar harus dibenci sampai-sampai mereka dilindungi oleh Allah Swt? Karena dirham dan dinar sebenarnya simbol kekayaan. Dengan keduanya, manusia dapat mencapai apa pun. Oleh karena itu, siapa pun yang mampu menahan diri dari kedua mata uang (dirham dan dinar), maka akan mampu menahan diri dari segala sesuatu di dunia.
Sufyan al-Tsauri dalam sebuah syairnya mengatakan: “Sesungguhnya aku menjumpai sikap tawarruk (menjauhi dunia) pada dirham dan dinar, maka jangan menyangka engkau kepada selain tawarruk. Jika mampu engkau meninggalkan dirham, maka ketakwaan kamu tergolong pada ketakwaan yang menyerahkan diri kepada Allah Swt.”
Syair lain menyatakan: “Jangan tertipu dengan tampilan luar yang berupa baju, serta sarung yang berada di atas mata kaki, dan jidat yang tampak bekas sujudnya ketika pecinya ditanggalkan”.
Gus Ulil menyatakan bahwa beberapa individu memiliki kemampuan untuk meninggalkan dunia hanya dengan memiliki sedikit kekayaan untuk mempertahankan dirinya, sementara yang lain dapat meninggalkan keduanya sekaligus. Jika Anda mampu meninggalkan dunia dan kekayaan, lakukanlah untuk mencapai maqam takwa.
Jangan tertipu, lanjut Gus Ulil, karena orang-orang dengan tampilan seperti itu mungkin memiliki kecintaan kepada dunia yang berlebihan. Apa pun yang terjadi, Anda harus menguji terlebih dahulu apakah dia tahan terhadap dunia. Jika ia tidak mampu menahan dunia, maka ia bukan orang shaleh yang sebenarnya.
Seorang jenderal militer di bawah Daulah Bani Umayyah, Maslamah ibn Abdul Malik mengatakan, “Sesungguhnya Maslamah ibn Abdul Malik sowan kepada khalifah Umar Ibn Abdul Aziz ketika menjelang wafatnya khalifah, dan dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Engkau ini khalifah yang amal shalehnya luar biasa serta tidak pernah dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya, engkau tidak mewarisi kekayaan pada anak-anakmu.”
“Dudukkanlah aku!” kata Umar. “Perkataan kamu yang mengatakan bahwa aku tidak meninggalkan dirham dan dinar, sesungguhnya aku tidak melarang anak-anakku pada hak-hak yang mereka punya, tetapi aku juga tidak memberikan hak pada anak yang bukan haknya. Sesungguhnya jika anakku taat kepada Allah, maka akan mencukupi serta mengasihi Allah kepadanya. Namun, jika tidak taat (bermaksiat) kepada Allah, maka aku tidak akan peduli kepadanya. Terserah mereka.”
Tidak diragukan lagi, kata Gus Ulil, ini adalah contoh bagaimana dia melihat dunia dengan santai dan tidak terbebani. Jika dunia bukan haknya kamu, maka jangan ambilnya. Namun, jika kamu memiliki hak pada dunia yang dapat membuatmu rajin beribadah dan taat kepada Allah, maka ambillah sekedarnya saja, tetapi jangan terlalu banyak.
“Simpanlah sedikit harta-harta itu untuk anakmu nanti,” kata Muhammad ibn Ka’ab Al-Quridhah, seorang tabi’in Yahudi, ketika dia diberi warisan harta yang sangat besar. Menanggapi pertanyaan ini, Muhammad ibn Ka’ab menjawab, “Tidak! Aku akan menyimpan harta itu untuk diriku sebagai modal bertemu Tuhanku. Sementara anak-anakku saya pasrahkan kepada Allah untuk mengurusnya.”
“Wahai saudaraku! Jangan sampai engkau mati dengan membawa kehajatan, sementara kamu meninggalkan harta bagi anak-anakmu dalam keadaan baik,” kata seseorang kepada Imam Abdi Rabb. Mendengar nasehat itu, akhirnya Imam Abdi Rabb langsung mengeluarkan 100.000 dirham.
Begitulah dunia. Kalau sikap kita mencintai dunia sampai berlebihan sehingga kita menjadi hamba dunia, maka dunia yang tampak itu menjadi dunia yang batin. Ini yang bahaya. Wallahu a’lam bisshawaab.