KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Memilih Untuk Hidup Dalam Keadaan Kemiskinan

3 Mins read

Menentukan sikap kita terhadap dunia adalah salah satu ajaran tasawuf yang paling penting. Meskipun dunia tidak dapat diabaikan atau dihindari sepenuhnya, sebagai seorang muslim, kita harus mengetahui posisi dunia. Dalam hal ini, kata Gus Ulil, kita harus mengatur diri sendiri atau mengendalikan gelombang dunia.

​Dengan kata lain, kemampuan untuk “mencela” (tidak mengagungkan) dunia sangat diperlukan. Menurut Gus Ulil, jika kita tidak dapat mengendalikan gelombang dunia, kita akan dihadapkan pada kehancuran dan kegelisahan.

​Wahab bin Munabbih, seorang tabi’in dari Yaman yang terkenal karena membaca kitab Taurat, Injil, dan kitab-kitab lain, mengisahkan:

​“Ketika Allah Swt. mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. kepada Fir’aun, Dia berfirman kepada mereka berdua, ‘Janganlah kalian berdua gentar terhadap harta benda Fir’aun, karena sesungguhnya ubun-ubun Fir’aun berada di tangan-Ku. Fir’aun tidak berbicara dan dia tidak memiliki apa-apa.’”

​“Jangan sampai engkau berdua terpesona dengan kekayaan Fir’aun, karena dunia hanyalah bunga kehidupan dan hiasan bagi orang-orang yang hidup mewah. Jika Aku (Allah) ingin menghiasi kalian berdua dengan keindahan dan kemegahan dunia, Aku bisa saja melakukannya. Namun, Aku tidak menyukai kekayaan itu dan (sengaja) menjauhkan kalian berdua darinya.”

​Kisah ini menunjukkan bahwa dunia memang tampak sangat menyenangkan dan manis. Oleh karena itu, Allah Swt. memperingatkan Nabi Musa a.s. dan Harun a.s. tentang betapa manisnya dunia supaya mereka tidak terkagum-kagum dengan kekayaan Fir’aun.

​Memang, kekayaan tidak selalu membuat orang mulia. Sering kali, orang kelas bawah merasa kehilangan moral (harga diri) ketika bertemu dengan orang kelas atas. Mereka yang berada di kelas bawah kerap merasa rendah diri dalam situasi tersebut.

​Penting untuk diingat bahwa beberapa orang memilih hidup miskin sebagai pilihan rohani mereka sendiri. Sebagai contoh, para wali Allah. Menurut Gus Ulil, hampir setiap wali Allah pasti memilih jalan ini, meskipun ada juga yang hidup makmur. Mereka takut terlena dan lupa mengingat Allah Swt., sehingga mereka memilih hidup sederhana dan menjaga jarak dari dunia.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Hujjah Akidah Asy’ariyah tentang Taklif

​Ibarat penggembala yang menjaga kambingnya dari bahaya, Allah Swt. menjaga para wali dari keinginan duniawi karena kasih sayang-Nya kepada mereka. Tentu saja, Allah Swt. tidak ingin merendahkan wali-wali-Nya; sebaliknya, Dia ingin mereka semakin sempurna.

​Menurut Gus Ulil, salah satu ciri wali Allah adalah selalu merendahkan hati dan tidak sombong. Ini merupakan cara para wali menghiasi diri mereka, sehingga mereka mulia di mata Allah Swt. dibandingkan orang lain. Itulah sebabnya para wali Allah selalu disenangi oleh khalayak umum karena kerendahan hatinya.

​Tak hanya itu, kata Gus Ulil, kekayaan para wali Allah tidak terdiri dari harta, melainkan dari ketakwaan, pakaian, selendang, dan bahkan isi hati mereka. Dalam surah Al-A’raf ayat 26, Allah Swt. berfirman:

​يَا بَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

​Artinya: “Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf [7]: 26).

​Jadi, jika kita bertemu dengan wali-wali yang memiliki sifat-sifat ini, kita seharusnya merasa segan dan menunduk hormat kepada mereka. Kita selayaknya hormat kepada mereka, berbeda sikap kita kepada penguasa yang selalu menumpuk kekayaan. Itulah sebabnya kita harus “memberontak” (tidak tunduk) kepada mereka yang hidupnya hanya terus mengejar kekayaan.

​Bagaimana karakteristik ulama su’?

​Ulama su’ (ulama jahat) selalu berpenampilan menyerupai ulama, meskipun batin mereka terikat pada dunia. Menurut kitab Kifayatul Atqiya karya Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi: “Mereka adalah ulama agama (secara tampilan) untuk membedakan diri mereka dari orang awam; namun mereka adalah ulama jahat yang dengan ilmunya bertujuan untuk kesenangan dunia, serta mendapatkan pangkat dan kedudukan di mata penduduk.”

Baca...  Gus Ulil Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Jalan Tengah Dalam Beraqidah

​Sebagaimana dikutip dari Syarah Ihya’ Ulumuddin karya Sayyid Muhammad Al-Husaini Az-Zabidi, Al-Ghazali juga mengatakan: “(Yang kami maksud dengan ulama dunia adalah ulama su’). Al-Ghazali menyifati mereka demikian karena kerendahan kedudukan mereka di sisi Allah dan kehinaan semangat mereka, di mana mereka menggunakan sesuatu yang terpuji (ilmu agama) untuk sesuatu yang tercela (dunia).”

​Selain itu, Al-Husaini Az-Zabidi menyatakan, “Mereka adalah orang yang meraih ilmunya bertujuan untuk kesenangan dunia, hidup senang dengan perhiasan dunia, yaitu menghias rumah dengan permadani mewah, menggantungkan tirai padanya, menghiasi diri dengan pakaian mewah, dan memperindah rumah dengan kasur yang elok, demi mendapatkan pangkat dan kedudukan yang tinggi dengan ilmunya di mata penduduk dunia.”

​Syahdan, kesimpulannya adalah ulama su’ merupakan ulama atau ilmuwan yang menyalahgunakan ilmunya untuk memperoleh keuntungan duniawi semata. Wallahu a’lam bisshawab.

180 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad: Di Akhirat Akan Melihat Tuhan

3 Mins read
Dalam ilmu kalam, pertanyaan tentang “apakah manusia akan dapat melihat Allah SWT di akhirat” masih menjadi perdebatan. Dalam hal ini, mazhab Asy’ariyah…
KeislamanTafsir

Amtsal Al-Qur’an dan Memahami Faedahnya

5 Mins read
Amtsal Al-Qur’an dan memahami faedahnya. Al-Qur’an, dengan segala keindahan dan keajaibannya, tidak pernah habis untuk dikaji dan dinikmati kandungannya. Ibarat samudra luas…
Keislaman

Ilmu Munasabah: Analisis Konsep Munasabah Sebagai Perangkat Studi Ulumul Qur’an

3 Mins read
Ilmu munasabah merupakan cabang ilmu yang membahas hubungan serta keterkaitan antara berbagai bagian dalam Al-Qur’an. Istilah munasabah sendiri memiliki makna kecocokan atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Ilmu Munasabah: Analisis Konsep Munasabah Sebagai Perangkat Studi Ulumul Qur’an

Verified by MonsterInsights