Sekarang kita dapati banyak guru yang joget-joget riya di media sosial TikTok bahkan para guru tersebut ikut berjoget dengan murid-muridnya yang dibawah umur yang bukan mahram. Di era keterbukaan informasi dengan dalih kebebasan berekspresi di ruang publik mengakibatkan tidak ada perbedaan umur, status, profesi di dunia media sosial. Semua setara dalam menyampaikan kebebasan berekspresinya. Apa tujuannya ?
Karl Marx pernah berkata bahwa: “siapa yang menguasai dunia maka kuasailah media.” Menguasai media bisa berujung hal baik dan banyak terjebak pada keburukan. Hal baiknya adalah bisa dimanfatkan memperluas bisnis, menunjukan potensi dan bakat ilmu pengetahuan yang dimiliki, mengurangi rasa stres dan banyak orang melalui media sosial ini ingin terkenal, mendapat banyak pujian atau ingin menaikan status sosial-ekonominya yang berada di level bawah dengan media sosial ia menunjukan bahwa ia kaya dengan pamer barang-barang mewah atau jalan-jalan ke berbagai destinasi wisata, dan malanganya orang-orang yang ingin mendapatkan perhatian lebih di media sosial bisa jadi mengalami gangguan mental atau kejiwaan.
Data We Are Social pada 2024 menunjukkan pengguna TikTok di Indonesia mencapai 73,5% dari total pengguna internet. Warga Indonesia rata-rata menghabiskan 38 jam 26 menit per bulan untuk bermain TikTok. Tiktok mengandalkan konten singkat (video berdurasi 15-60 detik). Hal ini menarik audiens yang cenderung memiliki span atensi yang rendah. Format ini membuat konten mudah dikonsumsi dalam waktu singkat, membuat pengguna TIkTok terus bertambah.
Berdasarkan penelitian Mardiana dan Maryana (2024), ternyata terdapat hubungan antara lama penggunaan Tiktok dengan kesehatan mental, yakni stres dan gangguan kecemasan. Menurut penelitian tersebut, sekitar 60-70% remaja yang sering menggunakan TikTok tercatat mengalami stres dan gangguan kecemasan. Adapun penelitian dilakukan terhadap 102 remaja di SMK Sore Pangkalpinang pada tahun 2023. Hasilnya, sebanyak 70,2% responden yang sering bermain TikTok tercatat mengalami stres. Tingkat stres terekam lebih ringan pada responden yang jarang bermain TikTok.
Data menunjukan 61,7% subjek yang sering bermain TikTok memiliki gangguan kecemasan yang tinggi, jauh melebihi subjek yang jarang bermain TikTok.Kecenderungan menggunakan Tiktok secara berlebihan membuat remaja terpapar konten-konten yang dapat memicu stres. Pikiran-pikiran negatif seperti merasa lebih rendah daripada orang lain, insecure, atau hilangnya kepercayaan diri membuat banyak remaja merasa stres dan cemas.Bentuk kecemasan lain yang dialami remaja pengguna TikTok adalah khawatir tidak up to date terhadap apa yang terjadi, biasa disebut FOMO.
FOMO (fear of missing out) adalah kondisi saat seseorang takut kehilangan informasi sehingga berkeinginan untuk terus tetap berhubungan dengan orang lain melalui internet dan media sosial.
Guru Joget-joget Main TikTok
Guru diatur dalam Undang-Undang Nomor 14Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen dan peraturan turunan lainnya yang diatur oleh pemerintah Indonesia. Di dalam Pasal 1 ayat 1 UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, memimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dalam menjalankan tugas utamanya guru memiliki kode etik guru yang diatur dalam undang-undang yaitu tanggung jawab profesi, komitmen terhadap siswa, menjaga kerahasiaan siswa, hubungan profesional dengan rekan sejawat, menjunjung tinggi integritas dan moralitas, perlindungan terhadap hak siswa, pengembangan diri berkelanjutan dan menjaga batas hubungan dengan siswa.
Berkaitan dengan guru yang berjoget-joget di tiktok di sekolah apalagi bersama muridnya itu tidak mencerminkan sikap yang bermoralitas. Pada saat kita dilanda krisis moralitas. Disisi lain sistem pendidikan kita pada praktiknya tidak menekankan moral alhasil baik murid dan guru sama-sama banyak yang tidak bermoral (berahlak), disisi lain perilaku guru berjoget-joget di media sosial khususnya Tiktok dapat mengurangi marwah seorang guru di hadapan masyarakat ataupun muridnya.
Adab Guru Terhadap Murid
Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin berkata bahwa seorang guru harus memelihata tata kesopanan. Diantaranya yaitu belas kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti anak-anaknya. Rasulullah bersabda : ” Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”, (H.R Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Menjadi guru lebih besar tanggung jawabnya dalam membimbing seorang anak daripada orang tua karena guru membimbing muridnya untuk menjadi anak yang shaleh bahkan orang tua sebelum menjadi orang tua juga dulunya merupakan hasil bimbingan seorang guru. Untuk itu seorang guru harus benar-benar menjaga marwahnya.
Kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya. Ia tidak akan melakukan kegiatan yang kurang layak bagi seorang guru. Dengan demikan perlu adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap guru-guru yang tidak menjaga marwah dan moralnya di media sosial.