Penulis : Azhar Arif Firmansyah*
Abstrak
Ninian Smart merupakan seorang akademisi yang memiliki banyak karya dalam bidang agama. Gagasan pemikiran tentang agama yang dibuat oleh Ninian Smart cukup unik.
Agama-agama di dunia sangat banyak jenisnya, salah satunya adalah agama Buddha. Agama Buddha berasal dari India kuno sebagai tradisi yang disebut dengan Sramana.
Ninian Smart menulis dalam bukunya “The Religius Experience of Mankind” bahwa agama telah menjadi bagian besar dalam sejarah manusia. Memahami agama juga diperlukan untuk memahami kehidupan dan sejarah manusia.
Ketujuh dimensi Ninian Smart adalah dimensi doktrinal-filosofis, dimensi ritual, dimensi mitologi-naratif, dimensi pengalaman, dimensi etis legal, dimensi sosial institusi, dan dimensi material.
Agama Buddha dapat dideskripsikan dengan konsep pemikiran Ninian Smart. Salah satunya yaitu Buddhisme menolak adanya sosok mahakuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh pañcaniyāmadhamma atau lima hukum kosmis, yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama.
Kata Kunci: Ninian Smart, Pemikiran, Buddha
Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008), agama diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur sistem keimanan (keyakinan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta tata cara yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan lingkungannya.
Satu bagi sebagian besar orang, agama merupakan bagian dari cara mereka menjalani kehidupan. Agama bertanggung jawab untuk menetapkan prinsip-prinsip moral yang menginspirasi orang untuk berperilaku secara moral dan sesuai dengan norma agama.
Fenomenologi agama adalah salah satu dari banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk membahas agama, yang masing-masing memberikan definisi yang berbeda tentang agama.
Menurut fenomenologi, agama merupakan respon terhadap kerinduan yang mendalam dan personal yang dimiliki manusia terhadap sosok ketuhanan.
Adapun pribadi Ilahi ini dapat dilihat ketika berinteraksi dengan benda atau pengalaman. Fenomenologi tidak berarti membandingkan agama dalam kelompok besar; sebaliknya, ia menarik kesamaan antara agama-agamanya dalam hal fakta dan fenomena.
Ninian Smart merupakan seorang akademisi yang memiliki banyak karya dalam bidang agama. Gagasan pemikiran tentang agama yang dibuat oleh Ninian Smart cukup unik.
Hal tersebut dikarenakan gagasan Ninian Smart menawarkan suatu metode seimbang untuk mempelajari suatu agama. Dikatakan metode seimbang karena agama-agama di dunia tidak hanya satu jenisnya.
Agama-agama di dunia sangat banyak jenisnya, salah satunya adalah agama Buddha. Agama Buddha berasal dari India kuno sebagai tradisi yang disebut dengan Sramana.
Buddha dikenal oleh umatnya, yang disebut dengan Buddhis, sebagai Sang Maha Guru Agung yang telah mendapat pencerahan dan membagi ilmunya untuk membantu sesama dalam mengakhiri masalah dan penderitaan yang dialami.
Memahami Gagasan Ninian Smart Tentang Agama dan Dimensi-dimensinya
Ninian Smart menulis dalam bukunya “The Religius Experience of Mankind” bahwa agama telah menjadi bagian besar dalam sejarah manusia. Memahami agama juga diperlukan untuk memahami kehidupan dan sejarah manusia.
Di dunia sekarang ini, kita harus memahami ideologi dan kepercayaan bangsa lain untuk memahami makna hidup dari sudut pandang yang seringkali menyimpang dari sudut pandang kita sendiri.
Namun, orang akan dibatasi dalam kemampuan mereka untuk mempelajari agama secara mendalam untuk mendapatkan pemahaman tentangnya.
Seringkali kepentingan dan keinginan menggenggam itu agama hanya cutoff poin ketat komponen menunjukkan nyata atau nyata. Intinya, pemahaman agama seringkali mengabaikan aspek yang lebih mendasar dari fenomena keagamaan yang bisa diamati.
Agama adalah fenomena yang menarik dan rumit. Kompleksitas itu disebabkan oleh kebutuhan untuk membedakan antara aspek lahiriah dan batiniah yang ditampilkan, serta perbedaan keyakinan.
Smart lebih suka membahas kajian yang lebih independen tanpa harus memperdebatkan kajian agama ketimbang membahas kontradiksi dan perbedaan antar agama.
Selain itu, ia bertujuan untuk mendorong umat beragama untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif. Saat bertugas di Ceylon, dia pertama kali bertemu dengan repertoar Buddhisme, yang memperluas perspektifnya tentang kekayaan di berbagai agama dan membuatnya menghargai keunikan dan perbedaannya. Obyek yang berharga dalam bidang studi agama adalah keragaman dan keunikan agama-agama.
Dalam World Religions, Smart menulis “Ini menunjukkan bahwa dialog adalah alternatif yang bagus untuk pendekatan studi filosofis dan agama”. Dia mengklaim bahwa aspek dogmatis dan metafisik dimensi agama terlalu ditekankan dalam dua bidang ilmiah.
Dia memperjelas bahwa kami tidak dapat menegaskan bahwa semua agama besar melarang keras hal yang sama. Misalnya, membahas perdamaian dan gagasan tentang Tuhan.
Namun, pepatah bahwa semua agama itu sama sebenarnya menafikan kebenaran dari banyak agama yang menegaskan satu kebenaran. Smart berpendapat bahwa setiap agama memegang kebenaran, dan tidak perlu membantahnya. Berikut merupakan ketujuh dimensi agama menurut Ninian Smart:
Dimensi Doktrinal – Filosofis
Setiap agama besar di dunia sangat bergantung pada doktrin. Doktrin ada karena berbagai alasan karena suatu agama pada akhirnya harus beradaptasi dengan realitas sosial.
Alasan lainnya adalah mayoritas pemuka agama yang berpendidikan cukup menganggap dirinya lebih bertanggung jawab secara intelektual dibandingkan dengan agama yang dianutnya.
Dimensi “naratif”, sebagaimana dikemukakan oleh Smart, adalah dimensi doktrinal. Mengajar adalah ikhtiar memberi kerangka kerja, kejelasan, dan kapasitas ilmiah untuk apa yang diinginkan melalui bahasa yang fantastis dan representatif dari keyakinan dan upacara yang ketat.
Menurut Smart, ada dimensi doktrinal dan filosofis dalam agama. Dimensi doktrinal memungkinkan pemeluk agama untuk memahami apa yang dikatakan agama tentang berbagai realitas keberadaan manusia.
Bukan hanya tentang apa yang memberi kesan tentang dunia nyata tetapi juga apa adanya. Hal yang paling mendasar dalam agama adalah tentang ‘Yang Surgawi’. Selain itu, agama membahas misteri seperti kematian yang berada di luar kendali kita.
Berkaitan dengan hal tersebut, Smart berpandangan bahwa pemahaman-pemahaman bahwa doktrin ini saling berkaitan juga membentuk sub-komunitas yang beragam di setiap agama.
Smart telah membuktikan fakta bahwa tradisi keagamaan seperti Buddhisme Theravada tidak memiliki konsep “teistik”. Dia berargumen bahwa kontemplasi atau mistisisme adalah inti dari agama ini.
Ini berkaitan dengan praktik dhyana, karena Buddhisme Zen tampaknya telah menciptakan denominasi Buddhis baru di Asia. Hal ini juga menunjukkan bahwa agama Buddha merupakan agama filosofis dalam ajarannya, menandakan bahwa agama tersebut memiliki komponen filosofis yang sangat signifikan.
Bagaimanapun, dalam agama Barat pelajarannya lebih banyak hati-hati terhadap gagasan kepercayaan pada kekuatan yang lebih tinggi yang ditekankan secara doctrinal Surgawi.
Dimensi Ritual
Smart memberikan dua gagasan pemeriksaan tentang bagaimana sebuah agama dan perspektif arus utama akan dimasukkan. “Superimposisi dan internalisasi” adalah dua konsep ini.
Saat ritual dilakukan, yang transenden mengalami internalisasi sebagai aktivitas. Karena proses superimposisi, ritual tidak hanya terfokus pada ruang-ruang “kosong”, seperti tempat pelaksanaan ritual.
Hubungan antara dunia sakral dan dunia profan dapat dibangun melalui ritual. Dari konsep ini dapat disimpulkan bahwa gagasan tentang upacara yang dihubungkan dengan dunia transendental atau yang sakral adalah konsep pemujaan atau pemujaan religius yang berbeda. Smart ingin menekankan jika superimposisi bisa saja memperkaya sekaligus memperumit makna dari perilaku ritual.
Dimensi Mitologi-Naratif
Smart mengamati bahwa di dalam setiap agama terdapat dimensi mitos ataupun narasi. Dalam buku Dimension of Sacred, Smart tidak memberi definisi tentang mitos secara literer namun menjelaskan bahwa mitos merupakan suatu kisah yang berhubungan tentang dimensi yang adikodrati dan sifatnya para-historis.
Dimensi Pengalaman
Smart menyatakan bahwa sesuatu “yang di sana” adalah bagian dari pengalaman religius, jika seorang manusia dapat merasakan yang adikodrati itu sebagai landasan dari pengalaman religius itu.
Smart juga menyatakan bahwa pengalaman religius ini juga berbicara mengenai suatu kontemplasi terhadap yang ada “di sana” itu di dalam diri sendiri.
Dimensi Etis-Legal
Menurut Ninian Smart, setiap agama mempunyai dimensi etis-legal yang akan menjadi pedoman bagi penganutnya untuk bertindak dan berperilaku. Dimensi ini berlaku dalam semua agama.
Secara khusus dalam institusi agama, terutama agama-agama besar dunia, etika dan hukum telah menjadi bagian fundamental agama tersebut. Di dalam dimensi ini, Smart ingin menjelaskan bahwa di dalam agamaagama dunia, terdapat suatu keinginan dari para penganutnya untuk mempunyai kehidupan yang baik.
Dimensi Sosial-Institusi
Dimensi keenam menguraikan agama sebagai sebuah lembaga yang berisi sekumpulan orang dengan peran tertentu.
Sebelum menjelaskan agama sebagai sebuah lembaga sosial atau berbentuk institusi, Smart terlebih dahulu menjelaskan tentang figur sentral dalam suatu agama. Smart melihat dalam setiap institusi keagamaan terdapat tokoh-tokoh kunci yang memiliki peran yang besar.
Dimensi Material
Smart menjelaskan berbagai dinamika perkembangan dimensi material dalam sejarah perjalanan sejarah agama-agama di dunia. Walaupun awalnya menjelaskan bahwa dimensi material tidak terbatas pada identifikasi bangunan saja tetapi nyatanya, di dalam buku tersebut banyak menguraikan bangunan-bangunan agama.
Tempat ibadah yang diuraikan dimulai dari kuil-kuil keagamaan Yunani dan Mesir kuno, candi-candi Hindu-Buddha kuno hingga bangunan di zaman ini, Snagoga, Masjid, dan Gereja. Situs suci suatu agama seperti tempat ziarah juga tak bisa dilepaskan dari dimensi ini.
Dimensi-dimensi Keagamaan Menurut Gagasan Ninian Smart dalam Konsep Agama Buddha. Berikut merupakan gagasan Ninia Smart dalam konsep agama Buddha.
Dimensi Doktrinal – Filosofis
Buddhisme menolak adanya sosok mahakuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh pañcaniyāmadhamma atau lima hukum kosmis, yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama.
Hal ini dipandang oleh banyak orang sebagai perbedaan utama antara Buddhisme dan agama-agama lain. Penolakan Buddha atas Tuhan Tertinggi (issara) sebagai pencipta yang mahakuasa tertuang pada Devadaha Sutta, Majjhima Nikāya.5
Dimensi Ritual
Dimensi ini berkaitan dengan ritual yang dilaksanakan oleh penganut agama Buddha seperti perayaan hari besar keagamaan, yaitu hari raya Waisak.
Hari raya keagamaan ini dirayakan oleh seluruh umat Buddha di dunia dan merupakan penghormatan atas tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha. Tiga peristiwa penting itu yakni, kelahiran Buddha, saat Buddha mencapai pencerahan serta kematian Buddha menuju nirvana.
Dimensi Mitologi-Naratif
Makhluk dalam mitologi Buddha yaitu sebagai berikut:
Asura (Dewanagari: असुर; IAST: Aśura) dalam mitologi agama Hindu dan Buddha merupakan makhluk yang memiliki kesaktian dan menguasai ilmu gaib tertentu, mirip dengan dewa atau Sura.
Asura merupakan salah satu aspek dalam mitologi India (Hindu-Buddha), sebagaimana dewa, yaksa (makhluk gaib), dan raksasa.
Bana (juga dipanggil Banasura), dalam mitologi Hindu, adalah salah satu dari ratusan pasukan asura dan putra Bali.
Mahabali atau Raksasa Bali (Dewanagari: वलि) adalah nama seorang raja detya (keluarga asura atau raksasa) dalam mitologi Buddha, putra Wirocana, cucu Prahlada.
Nama Mahabali atau Bali sering disebut dalam kitab Purana sebagai raja asura yang mengadakan perang melawan para dewa.
Ia juga disebut sebagai asura yang mengusir para dewa dari surga, merebut kekuasaan Indra (raja para dewa), dan menguasai tiga dunia (bumi, antariksa, dan surga). Kekuasaannya berakhir setelah awatara Wisnu yang bernama Wamana menghukumnya.
Dimensi Pengalaman
Nibbana adalah suatu keadaan yang bergantung pada diri kita sendiri. Nibbana merupakan suatu pencapaian (Dhamma) yang berada dalam jangkauan semua orang.
Nibbana merupakan suatu keadaan di atas keduniawian ( lokuttara ) yang dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Agama Buddha tidak mengajarkan bahwa tujuan akhir ini hanya dapat dicapai dalam kehidupan di alam lain.
Dimensi Etis-Legal
Hasta Arya Marga merupakan jalan mulia menurut agama Buddha yang memiliki delapan unsur. Unsur-unsur tersebut yaitu sebagai berikut:
- Pengertian Benar (sammâ-ditthi)
- Pikiran Benar (sammâ-sankappa)
- Ucapan Benar (sammâ-v踄ä)
- Perbuatan Benar (sammâ-kammanta)
- Pencaharian Benar (sammâ-ajiva)
- Daya-upaya Benar (sammâ-v漧ama)
- Perhatian Benar (sammâ-sati)
- Konsentrasi Benar
Dimensi Sosial – Institusi
Sangha berarti persamuan atau persaudaraan para Bhikkhu. Kata Sangha pada umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu. Sangha juga merupakan bagian dari Tiga Mustika dalam Buddhisme. Ada 2 jenis Sangha, yaitu: Sammuti Saṅgha: persaudaraan para bhikkhu pada umumnya, atau secara persepakatan.
Dimensi Material
Dimensi ini berkaitan dengan tempat ibadah, simbol, serta peralatan yang digunakan dalam ritual keagamaan agama Buddha. Tempat ibadah Wihara (Vihara) atau kuil.
Wihara atau kuil merupakan tempat ibadah umat Buddha. Selain sebagai tempat ibadah, wihara digunakan sebagai tempat untuk memperingati hari besar keagamaan Buddha serta belajar dan berlatih Buddha Dhama.
Alat-alat dan Simbol dalam Agama Buddha yaitu Patung Buddha (Buddha rupang) merupakan simbol ketenangan hati seseorang dan bukanlah berhala yang harus disembah oleh umat Buddha, tetapi merupakan symbol ketenangan batin.
Lilin merupakan simbol cahaya atau penerangan batin dan mengusir ketidaktahuan (avijja). Air merupakan simbol kerendahan hati dan simbol pemurnian. Air selalu mengalir ke tempat yang rendah tak peduli arusnya deras atau tidak.
Air dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan meskipun terlihat lemah, tetapi pada suatu waktu dapat menjadi dahsyat. Dupa merupakan simbol keharuman nama baik seseorang. Wangi dupa akan tercium apabila terbawa angin ke tempat yang jauh dan tidak akan tercium di tempat yang berlawanan dengan arah angin.
Kesimpulan
Adanya dimensi keagamaan ini akan memudahkan seseorang dalam belajar agamanya. Dimensi dimensi yang dinyatakan oleh Ninian Smart mengajarkan untuk menghormati agama lain. Selain itu juga agar memperkuat rasa toleransi sewajarnya.
Saran
Sebaiknya untuk memahami dimensi-dimensi keagamaan dilakukan dengan pikiran terbuka dan informasi dari sumber yang tepat agar tidak disalahgunakan atau disalahartikan.
Daftar Pustaka
- Ali, F., dan Ihsan. 2017. Kebebasan, Toleransi dan Terorisme; Riset dan Kebijakan Agama di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina.
- Bucks, C. 2017. British Writers, Supplement XXIV. Chicago: Gale.
- Haudi. 2022. Analisis Gaya Kepemimpinan Lembaga Keagamaan Buddha Dalam Mengelola Manajemen Vihara. Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan. 8(1):1-6.
- Smart, N. 1996. Dimension of The Sacred; An Anatomy of The World’s Beliefs, Los Angeles: University of California Press.
- Taqiyuddin, M. 2016. Pengertian, Elemen, dan Karakter Worldview dalam Pandangan Barat-Sekuler, Kristen, dan Islam. Ponorogo: Gontor Press.
- Wati, M., Poniman, dan Taridi. 2022. Doa Dalam Perspektif Agama Buddha. Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan. 8(1):18-22.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Prodi Studi Agama-agama
Editor: Adis Setiawan