Keislaman

Dibalik Topeng Manusia, Mengungkap Ragam Nafsu Bersemayam Pada Diri Kita

5 Mins read

Tak dapat dielakkan kembali, agama Islam nerupakan satu-satunya agama yang panduan hidupnya diatur secara komplit dan lengkap, Allah Sang Maha Pencipta menciptakan bumi dan langit begitu juga seluruh keberlangsungan yang ada didalamnya, Sang Khalik menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya rupa (At-Tin : 4) sebagai Khalifah pengelola bumi (Al-baqarah : 30).

Allah menyempurnakan manusia dengan adanya Akal dan Nafsu, karenanya menjadikan sebuah bilah pedang yang diibaratkan lentera yang bisa menyinari bumi dengan silaunya atau malah menjadi api yang bisa menghanguskan bumi dengan keganasannya[1].

Dan ada macam-macam Nafsu, yang mana ia sangat dibutuhkan oleh manusia itu sendiri, Nafsu ada yang baik dan ada pula yang buruk, namun yang akan kita pelajari kali ini ialah penjelasan berbagai macam nafsu menurut Al-Qur’an dan para ulama.

Dalam sebuah ungkapan kitabnya Imam Abdur Rauf Muhammad Utsman RA disebutkan bahwa mengikuti hawa nafsu berarti menyimpang dari perkara yang benar ke perkara yang salah karena adanya penyimpangan dalam hatinya dan rusak dalam pola akalnya[2].

Menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah RA menyebutkan dalam kitabnya : Nafsu ada dalam diri manusia diciptakan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia itu sendiri, karena jika manusia tidak memiliki Nafsu maka manusia tidak perlu repot-repot makan, minum, menikah dan semacamnya[3], maka apa bedanya manusia dengan para malaikat yang hanya senantiasa beribadah kepada Allah tanpa adanya nafsu untuk membangkang.

Masih sering dijumpai bahwa nafsu itu sepaket dengan kata hawa, akan tetapi jika kita kulik Kembali secara kaidah Bahasa arab  maka dapat diartikan dari keduanya, hawa ialah keinginan, kehendak atau Hasrat  atau kata “Hawa” lebih merujuk kepada  Syahwat, sedangkan Nafsu lebih sederhananya dalam Bahasa Jawa ialah “Awak dewene menungso” yang pengertiannya yaitu  “jiwa” atau “diri manusia itu sendiri”.

Menurut Ibnu Rajab RA mengenai Hawa berkaitan dengan cinta dan Hasrat secara umum, termasuk juga Hasrat kepada kebenaran dan lain-lainnya[4].

Mungkin Sebagian dari kalian ada yang belum diketahui dalam Al-Qur’an, ushlub sebuah kata yang menunjukkan atau mengarahkan kedalam artian nafsu disebutkan setidaknya sebanyak 9 kali, yaitu dalam {1}. Q.S. Ali Imran 3 : 39, {2}. Q.S. An-Nisa 4 : 135, {3}. Q.S. Al-Maidah 5 : 30, {4}.Q.S. Yusuf 12 : 53, {5}.Q.S. Taha 20 : 96, {6}.Q.S. Al-Ahzab 33 : 32, {7}.Q.S. Sad 38 : 26, {8}.Q.S. Al-Jasiyah 45 : 23, dan {9}.Q.S. An-Naziat 79 : 40.

Tidak sedikit ayat-ayat diatas ini memberitahukan bahwa nafsu cenderung mendorong seseorang berbuat kepada kejahatan atau perbuatan tercela. Termasuk di antaranya adalah keadilan antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan menghindarkannya dari hal-hal yang dapat menghancurkan dirinya (Q.S An-Nazi’at 79 : 40), dan menjaga agar impiannya tidak tertuju kepadanya, serta ridha dalam setiap keadaan dan makna, karena jika tidak demikian, maka jiwa akan tergoda untuk mengikuti hawa nafsu dan melanggar batas-batas Allah (Q.S Yusuf 12 : 53)[5].

Baca...  Gus Ulil: Pentingnya Akhlak dan Etika Bagi Orang Berilmu

Adapun begitu, jika kita cermati lebih mendalam lagi dari ke Sembilan ayat diatas, dapat dikumpulkan bahwa sesungguhnya Nafsu yang sering kita anggap lebih condong ke hal-hal yang negatif tapi juga beraneka ragam, keragaman nafsu ini memiliki sebutannya masing-masing mengikuti sifat dan kecenderungannya. Nah berikut ini mari kita bahas keragaman nafsu yang ada dalam Al-Qur’an :

  1. Nafsu Ammarotum Bi As-Suu’

(Q.S Yusuf 12 : 53), Nafsu Ammarotum Bi As-Suu’ ini mengindikasikan bahwa nafsunya selalu mendorong para manusia untuk berbuat pelanggaran dan tindak kejahatan. Karakteristik manusia yang mepunyai nafsu ini ialah sifat Bakhil, dengki, Sombong, begitu senang melakukan perkara yang menjurus ke kehinaan dan kejahatan, cinta berlebihan, marah. Jika mempunya nafsu ini akan tetapi tak dapat mengendalikannya maka akan membuat pemilik nafsunya berbuat dosa.

Ayat ini ditafsirkan oleh Imam Muthawalli Sya’rowi : kata Inna Nafsa laammarotum bi As-Suu’i dalam penggalan ayatnya adalah perkataannya Zulaikha yang mengudang para istri mentri datang ke jamuannya, agar melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa ada malaikat yang mulia (kata kagum mereka ke nabi Yusuf), setelah adanya keputusan yang membenarkan bahwa nabi yusuf tidak bersalah, zulaikha menundang mereka bukan sebagai bentuk pembelaan diri tapi untuk menguji nafsu mereka (istri para mentri)[6].

Untuk itu Allah mewanti-wanti agar selalu tidak terjerumus dan terperdaya tipu daya hawa nafsu karena tipu daya hawa nafsu itu lebih besar ketimbang dengan tipu daya Syaithon (Q.S An-Nisa 4 : 76).

  1. Nafsu Lawwamah

(Q.S Al-Qiyamah 75 : 2), Nafsu Lawwamah ini Menyoroti kepada manusia yang senantiasa ber-Insaf dan merasa menyesal setelah melakukan perbuatan yang melangggar syari’at atau perbuatan buruk dari dosa kecil maupun dosa kecil.

Dapat dikatakan bahwa ketika seorang manusia mempunyai nafsu ini maka ia tak akan berani berbuat keji secara terang-terangan karena sudah menyadari perbuatannya tercela namun belum bisa mengekang rasa nafsunya untuk bermaksiat.

Nafsu lawwamah, jika dituruti maka akan membuat sipelaku nafsu itu menyesal berlebihan, menyalahkan diri sendiri, dan jauh dari kasih sayang Allah. Nafsu ini memiliki beberapa  ciri khusus diantaranya : senang menipu, menggunjing, riya(pamer), dzalim, pelupa, Ujub, menyesal, Ittabi’u Syahawat(mengikuti syahwat).

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Klaim Ketiga Akidah Asy’ariyah tentang Tindakan Tuhan

Dituturkan bahwa nafsu ini cenderung tidak stabil, dimana tingkatannya dibilang lebih baik ketimbang Nafsu Ammarotum Bi As-Suu’ tapi karena tidak stabil bisa saja kembali ke Nafsu sebelumnya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “Neraka itu dikelilingi dengan Syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sementara Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disenangi ( Nafsu )”(HR. Al-Bukhari)[7].

  1. Nafsu Muthmainnah, Radhiyyah, dan Mardhiyyah

(Q.S Al-Fajr 89 : 27-28), Ketiga, Pertama Nafsu Muthmainnah dalam ayat ini dan ayat lainnya (Q.S Ar-Ra’du 13 : 28-29), Nafsu Muthmainnah adalah nafsu yang sudah ber-asaskan contoh tuntunan yang baik dan benar, sehingga melahirkan prilaku sikap baik dan benar pula, menjauhkan dirinya dari berbagai kejahatan yang menyerangnya, memunculkan perasaan ketenangan dari lahir maupun bathin,

tentunya keimanannya pun sudah mantap dan tidak terjerumus kedalam prilaku Fahisyah (buruk), seorang yang mempunyai nafsu Muthmainnah tidak begitu mementingkan kenikmatan materi duniawi, jadi nafsu Muthmainnah ialah tingkat rohani yang paling teratas dan paling absolut, karena manusianya sudah dapat mengendalikan nafsu  yang tidak baik dan selalu terdorong untuk melakukan kebaikan.

Kedua, Nafsu Radhiyyah, adalah Nafsu manusia yang ridha akan segala ketetapan dan takdir Allah, yang membuat seorang manusia merasa tentram dalam hatinya, tersalurkannya nafsu ini biasanya dengan tindakan-tindakan seperti bertawakal, mensyukuri nikmat Allah, karena Dia menjanjikan akan menambahkan nikmat kepada siapa saja dari makhluk-Nya yang pandai dalam bersyukur ( Q.S Ibrahim 14 : 7 ).

Dalam kitab “Tafsir Al-Washiit” : Nafsu Radhiyyah diartikan juga dengan seluruh nikmat Allah yang diberikan-Nya.

Ketiga, Nafsu Mardhiyyah, adalah Nafsu manusia yang mana diridhoi atau selalu mendapatkan curahan Ridho-Nya Allah, menjadikan manusia yang mempunyai Nafsu Mardhiyyah ini selalu ingat kepada Allah (Berdzikir), lalu Allah memberikan kepadanya kemuliaan dan karomah, jika seseorang mencapai derajat ini maka ia sudah mencapai derajat Ma’rifatullah (Pengetahuan Allah),

Seseorang itu pun merasa dirinya begitu dekat kepada Allah karena sudah mendapatkan Keridhoan-Nya. Dalam kitab “Shofwat At-Tafaasiir” disebutkan bahwa Nafsu Mardhiyyah ialah ucapan dan seruan Allah saat seorang hamba yang mempunyai nafsu Mardhiyyah dalam keadaan sakaratul maut, seruannya : Kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa ridho dan diridhoi-Nya, maka masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku (yang Shalih) dan masuklah kedalam Surga-Ku (masuk surga tanpa hisab)[8]. Sebenarnya masih banyak lagi macam-macam nafsu yang belum penulis cantumkan seperti :

  1. Nafsu Musawwalah (bisa membedakan antara yang Bathil dan Haq tapi lebih sering mencampur adukkan keduanya) (Q.S Al-Baqaroh 2 : 42).
  2. Nafsu Mulhamah (yang terilhami dan diberikan pengetahuan sehingga tergerak selalu untuk berakhlak mulia, bersyukur, Ikhlas, bertawakal, bersabar) (Q.S As-Syams 91 : 7-10).
  3. Nafsu Al-Kamilah, dll.
Baca...  Pandangan Al-Qur’an Terhadap Fenomena Degradasi Etika Terhadap Orang Tua

 

Akan tetapi penulis lebih berfokus kepada ke-tiga nafsu diatas, dimana dari ke-tiganya memiliki kurun waktu dimensi yang berbeda, yaitu ketika di dunia dan di akhirat. Dimana jika nafsu ammarot, lawwamah, dan muthmainnah itu mempunyai kaitannya dengan sang Khalik dalam dimensi kehidupan dunia, sedangkan jika nafsu rodhiyyah dan mardhiyyah kaitannya dengan dimensi akhirat.

Kesimpulannya, walaupun kedua nafsu ammarotum bi as-suu’ dan lawwamah memeiliki kecenderungan yang dapat menjerumuskan pemiliknya dalam keburukan dan perbuatan tercela, tapi bukan berarti keduanya boleh kita kesampingkan sehingga hilang dan sirna tapi dari segi kemanfaatannya pasti ada,

Seperti Allah Berfirman dalam Al-Qur’an (Q.S Shad 38 : 27) yang dapat dipahami “Allah itu menciptakan langit dan bumi, dan apa saja yang ada didalamnya mau itu dari hal-hal terkecil sampai terbesar pasti tidak akan ada yang sia-sia”.

Agama islam mengajarkan kepada pemeluknya agar jangan terlalu dikendalikan oleh hawa nafsunya secara berlebihan, kita haruslah pandai dalam mengontrol nafsu ammarotum bi as-suu’ dan lawwamah kita dengan bantuan nafsu muthmainnah, dengan begitu kita bisa mencapai tingkatan Insan Kamil yang memiliki sifat Ulul Ilmi, Ulul Azmi dan mencapai predikat Ulul Albab.

              [1] Umar Al-Arabawi Al-Hamlaoui, Kitabut Tauhid : At-Takholli ‘Ani Taqliidi Wa Tahalli Bil Ashlil Mufiidi (Mathba’ah Al-Waraaqoh Al-‘Ashriyyah, 1984). hlm.51.

              [2] Abdur Rouf Muhammad Utsman, Mahabbat Ar-Rasul Baina Al-Ittiba’i Wa Al-Ibtida’i, vol. 1 (Riyadh : Ruasatu idarotu Al-Bahus Al-‘Alamiyyah, 1414). hlm.149.

              [3] Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Saad Syamsuddin bin Qoyyim Jauziyyah, Asbabut Takholus Mina Al-Hawa, n.d. hlm.3.

              [4] Ibnu Rajab Al-Hambali, Jaami’ul Ulumii Wal Hikam, vol. 2 (( Beirut : Darul Ma’rifah, 1987). hlm.399.

              [5] Abdur Rouf Muhammad Utsman, Mahabbat Ar-Rasul Baina Al-Ittiba’i Wa Al-Ibtida’i, vol. 20 (Riyadh : Ruasatu idarotu Al-Bahus Al-‘Alamiyyah, 1414).

              [6] Muhammad Muthawalli As-Sya’rowi, Tafsir As-Sya’rowi (Kairo: Dar Al-Ikhbar Al-Youm, 1991). hlm.6991.

              [7] Imam Al-Bukhari, Fathul Bari, n.d. hadits ke-6006.

              [8] Muhammad ‘Ali As-Shobunii, Shofwatu At-Tafaasiir, vol. 3 (Kairo : Dar As-Shobuni, 1997).

4 posts

About author
Mahasiswa S1 Universitas PTIQ Jakarta, Ilmu Al-Qur'an danTafsir.
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Jawahirul Qur’an

Gus Ulil Ngaji Jawahirul Al-Qur’an: Menyelami Surah Al-Fatihah

2 Mins read
Sudah mafhum bahwa istilah-istilah batu mulia, seperti al-jauhar (permata), al-yaqut (ruby), dan az-zabarjad (zamrud), digunakan dalam kitab Jawahirul Qur’an untuk menggambarkan kekayaan…
Keislaman

Hakikat Syukur Ala’ Imam Al-Ghazali

2 Mins read
Syukur, meskipun secara umum dianggap sebagai sebuah lafal yang sederhana dan remeh, sejatinya merupakan konsep yang sangat mendalam dan menantang untuk diamalkan…
KeislamanSejarah

Tarajim Corak Penulisan Biografi Rasulullah

4 Mins read
Tarajim jamaknya dari tarjamah artinya biografi. Tarajim merupakan salah satu corak penulisan tarikh ( historiografi) Islam yang sangat populer dan sangat dominan….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Disdik Sumedang Terima Audiensi LPD BLKK Pemuda Muhammadiyah Sumedang

Verified by MonsterInsights