Dakwah Itu Tidak Hanya Dilakukan dengan Ceramah. Pernahkan kita mendengar kata Dakwah atau bahkan sering atau bisa jadi kalian adalah pelaku dakwah dalam kehidupan sehari-hari ?
Tentunya di era yang serba ada ini kita seringkali mendengar dan melihat acara-acara dakwah yang dilakukan oleh banyak kalangan. Ambil contoh saja bahwa kita sering mendengarkan acara dakwah atau ritual yang mengandung unsur dakwah.
Salah satunya adalah pada saat kita melaksanakan ibadah salat Jumat khusus laki-laki tentunya, nah disitu ada kegiatan yang dinamakan khotbah jumat. Jangan salah, kalau khotbah jumat adalah termasuk dakwah yang berbasis bil hikmah atau disebut juga dengan nasihat yang baik, kalam-kalam mutiara yang indah dan lain sebagainya.
Lebih jauh lagi kita membahas kata dakwah yang seakan tidak akan terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Tahukah kita bahwa dakwah memiliki banyak makna yang mustinya kita ketahui bersama.
Dalam buku yang saya kutip, secara hakikat adalah dakwah merupakan langkah seseorang melakukan suatu perubahan dalam masyarakat. Dakwah juga dapat mencakup semua bidang kehidupan, baik dalam bidang sosial, kultural, ekonomi, dan tentunya keagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam (Alfi Qanita Badiati, 2018, Dakwah Transformatif, Solo, Taujih).
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl : 125).
Dari pernyataan kutipan buku diatas dan kutipan ayat diatas dapat memperkuat sudut pandang kita bahwa, dakwah tidak selamanya berorientasi pada podium belaka, namun bisa dilakukan dalam berbagai aspek, dan oleh siapapun. So, jangan takut untuk berdakwah, karena dakwah itu gratis dan berdakwahlah sesuai kemampuan kita.
Kita yang punya bakat, minat serta potensi terus kembangkan dan jangan lupa diniatkan selalu untuk berdakwah kepada yang lain. Kalian yang punya bakat berfikir, atau senang menggunakan akal nya untuk berfikir, dan mampu serta mau mengembangkan pikirannya dalam bentuk ilmu pengetahuan adalah contoh kecil berdakwah secara bil hikmah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan hikmah memiliki makna bijaksana, yang selalu menggunakan akal budinya, arif dan tajam pemikirannya. Selain itu hikmah juga diartikan pandai dan ingat-ingat (KBBI, 1990 : 115).
Bahkan dakwah bil hikmah bisa lebih luas lagi maknanya selain yang diutarakan diatas. Menurut Al-Qathany bil hikmah tidak terbatas dalam ucapan yang lembut, atau hanya sebuah targhib nasihat dan motivasi. Hikmah sebagai metode-metode seluruh kegiatan pendekatan baik melalui dalamnya ilmu, dialog ataupun memberikan contoh yang baik.
Untuk kalian yang memiliki bakat berkata-kata atau senang memberikan mutiara-mutiara ungkapan yang penuh makna, itu juga termasuk dakwah yang sering kita temui, banyak dari kalangan kita yang banyak menggunakan metode dakwah ini, karena dianggap paling efektif dan efisien. Dakwah ini disebut juga dengan Al-Mau’izlah al-hasanah.
Menurut Ali Musthafa Ya’kub dalam Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997 : 21) dikatakan bahwa Al-Mau’izlah al-hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat atau ungkapan yang baik sehingga bisa diterima oleh para pendengarnya. Atau dalam kalimat lain berarti argumen-argumen yang menyakinkan sehingga pihak audiensi dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.
Metode dakwah yang selanjutnya adalah al-jidal /mujadalah (bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik). Kata al-jidal /mujadalah terambil dari kata jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara (Shihab, 2002 : 775-776).
Menurut Hamka (tt : 321), jika terjadi sesuai yang demikian (perbantahan dan perbedaan pikiran) pilihlah jalan yang terbaik. Jika terjadi perbencian antara satu sama lain, membencilah selayaknya manusia, yaitu hanya sekedar membenci sifatnya bukan manusianya.
Oleh: Fahri Ali, lahir di Banyumas 25 November 1999. Adalah salah satu Mahasiswa dari IAIN Salatiga dengan studi Jurusan Manajemen Dakwah.