tidak hanya para filsuf, bahkan kita orang-orang al-fakir ini pun pastilah menginginkannya juga. Hanya saja kita tidak tahu seperti apa dan bagaimana
ecopolis yang sebenarnya itu. Dan pastinya, konsep ecopolis bukanlah seperti
kawasan hunian premium yang berada di
pusat Kota Terpadu Citra Raya Tangerang yang merupakan proyek joint venture antara Ciputra Group dan
Mitsui Fudosan Residential, pengembang ternama asal Jepang.
barat menyadari bahwa peradaban barat yang dijadikan kiblat itu justru tidak
beradab. Sementara beberapa filsuf timur juga mengajak kita untuk kembali kepda konsep ecopolis. Jadi seperti
apa sih sebenarnya konsep ecopolis yang dicita-citakan para filsuf itu?
oleh Lewis Mumford dalam bukunya The Culture of Cities. Baginya, jika teknologi tidak ditata, dan
manusia terus dimesinkan, maka perkembangan kota bisa diramal perkembangannya.
Mungkin bukan perkembangan, tetapi justru kemunduran dan kehancuran sebuah
peradaban. Seperti apa kemunduran sebuah kota menurut Mumford?
- Ecopolis, sebuah kota yang baru pertama kali berdiri, masih
peduli dengan lingkungannya. - Polis, sudah menjadi kawasan perkotaan
- Metropolis,
kota besar metropolitan - Megalopolis semakin besar tetapi tambah semrawut. makin sulit
diatur. Sebuah ciri-ciri peradaban yang akan runtuh karena perkembangannya tak
terkontrol. - Tyrannopolis, kota lanjutan dari megalopolis, namun muncul
seorang pejabat pemimpin yang bekerja sama dengan korporat, kapitalis. - Nekropolis, nekro = mayat, atau sebut saja runtuh. Bukan
berarti kotanya hilang, namun karakter peradaban kotanya lah yang hilang; malah seperti kumpulan
kampung-kampung yang kacau. Hilang sisi humanisnya.
Dalam bukunya The Myth of the Machine: Technics
and Human Development, Mumford menghubungkan antara manusia dengan
teknologi. Di sana dirinci secara kronologis seperti apa jadinya sebuah
peradaban kota bila penataan teknologi dilakukan oleh manusia yang tingkahnya
seperti mesin. Manusia yang memiliki aturan ketat,
mendetail sehingga terjebak dalam struktur besar. Manusia-manusia ini
hanya bertindak/ bertugas untuk melayani. Hampir tidak ada lagi fungsi
kemanusiaannya. Bahkan tidak ada dimensi etik, yang ada hanyalah kepatuhan
total dan pelayanan total. Fenomena Karakter manusia seperti ini bisa kita
lihat, dimana sebegitu banyaknya manusia entah kenapa manut saja disuruh untuk
berperang, seperti mesin. Buktinya adalah terjadinya perang dunia. Manusia yang terstrukturisasi seperti inilah
yang disebut Mumford sebagai megamesin.
Manusia
sebagai megamesin menciptakan teknologi hanya berlomba-lomba untuk kepentingan
ekonomis saja. Dimana Semua pengembangan produk pabrikannya memang sengaja
dibuat seminimal mungkin. Penemuan-penemuan dan
kemunculan benda inovatif yang sifatnya terus-menerus, konstan,
bervariasi dan versinya terus update itu dipengaruhi oleh iklan.
Perusahaan-perusahaan enggan
memproduksi barang yang sifatnya lasting-quality product. Contohnya perangkat smartphone yang kita nikmati ini
dibuat versi variasinya sebanyak mungkin dan diproduksi setipa tahun. Semua
orang terlena pada pemasaran yang sebenarnya tidak sedikitpun memikirkan
ketersediaan sumber daya alam dan hanya demi kepuasan manusiawi saja. Pengembangan teknologi yang didasarkan pada
iklan ini yang disebut dengan megateknik oleh Mumford. Nah konsep megamesin dan megateknik inilah
yang akan menyebabkan Nekropolis nantinya. Menerawang teori kehancuran
peradaban ini, akankah lokasi perumahan yang kita tinggali ini akan berakhir
seperti apa yang kita lihat dalam film-film fiksi ilmiah itu? naudzubillah…
Nah, untuk
menghindari kehancuran peradaban ini, Mumford mengusulkan konsep Bioteknik. Sebagai
lawan dari megateknik, teknologi yang dikembangkan manusia semestinya
memperhatikan alam, berusaha untuk
menyeselaraskan dengan peluang ketersediaan SDA kehidupan. Teknologi tidak bisa
dkerjakan atas dasar kepentingang keilmuan teknologi sendiri saja (monoteknik),
tetapi harus dikerjakan berdasarkan aspek lain yang berkaitan dengannya
(politeknik), seperti dengan alam dan dengan kemanusiaan. Adakah kampus
politeknik yang ada kini benar-benar menerapkan teknik pemanfaatan teknologi yang tidak menggerus SDA dan SDM; sehingga tidak tersisa untuk
generasi anak cucu berikutnya?
Pembahasan tentang megamesin ini dilanjutkan dalam buku
volume keduanya, Pentagon of Power: The Myth of the Machine. Ketika
terjadi perkawinan mesra manusia dengan
teknologi, dan mengkonsolidasi keduanya ke dalam sistem yang komprehensif yang
melibatkan pendidikan, militer, dan pemerintah, muncullah struktur-struktur Megamachine
yang saling mendominasi dan saling menghegemoni satu sama lain. Dengan megateknik, sekelompok kaum serakah
ini berusaha mengendalikan kaum lainnya di atas dunia dan berusaha
bertindak bagai dewa. Mereka sengaja
membawa kita ke gaya hidup modern untuk memperbudak kita. Gaya hidup manusia ‘zaman
now’ ini sebenarnya sedang dibawah kontrol segolongan elit tertentu.
Kita sebut mereka sebagai elit global
yang telah mengontrol kita dari segala lini kehidupan; mulai dari gaya hidup
hedonis, keyakinan agnostik bahkan ateis hingga sistem pemerintah dengan
politik demokratis-liberalis.
Hal ini disadari oleh Mahatma
Gandhi, filsuf kelahiran Gujarat, India. Untuk melepaskan diri dari perbudakan
tersebut, beliau mengusulkan projek desa mandiri yang disebut sebagai Gram Swaraj.
Program ini sebenarnya adalah respon penjajahan Inggris terhadap negaranya. Projek
ini sendiri mengedepankan konsep teknologi tepat guna. Mengajak masyarakat mampu memanfaatkan teknologi yang senada dengan konsep
bioteknik Mumford. Impiannya adalah menyelamatkan desa dari serbuan produk
asing. Sebuah panggilan bagi konsumen untuk waspada terhadap bahaya yang
ditimbulkan dari mendukung industri asing/ penjajah yang menghasilkan kemiskinan
dan berbahaya bagi para pekerja dan manusia serta makhluk-makhluk lain.
Tidak berbeda
dengan konsep Dynamics Equilibrium yang diusulkan oleh Mumford ataupun
program Gram swaraj-nya Gandhi, seorang filsuf Islam juga hadir mengajak
kita dari kehidupan perkotaan untuk kembali ke alam. Tidak sekadar menyarankan pemanfaatan teknologi yang menghubungkan
konsep ideal-dialektis antara sumber daya dan kebutuhan, projek kampung muslim yang diajarkan Imran Nazar Hosein juga bertujuan untuk
melepaskan umat muslim dari hegemoni dunia Peradaban barat yang diciptakan Ya’juj
Ma’juj. Lewat tafsir eskatologis
dari ayat-ayat Al-Qur’an, beliau meramalkan bahwa kemajuan barat yang dijadikan
kiblat saat ini adalah bentuk lain dari tafsiran hadist ‘matahari terbit dari
barat’ sebagai tanda akhir dunia. Beliau mengajak kita untuk kembali ke
pedesaan demi menyelamatkan diri dari perbudakan ekonomi. Kampung muslim yang
didirikan harus berdikari menciptakan pasar sendiri yang lepas dari sistem
moneter Internasional. Memiliki sistem pemerintahan sendiri yang berbasis
musyawarah. Demikianlah, konsep ecopolis yang diajukan oleh Imran, sebuah
masyarakat perkampungan yang madani karena masyarakatnya yang relijius. Dengan
basis Relijius inilah yang menjadi pondasi kuat terbentuknya peradaban paling
humanis. Sifat relijius disini tentu saja lepas dari karakter megamesin seperti
yang disampaikan Mumford. Masyarakat yang menerapkan bioteknik dan tidak
melakukan fasad di muka bumi. Dimana
manusianya hidup dengan teknologi yang selaras dan berpadu dengan alam.