Pembukaaan surah ini diawali dengan sumpah Allah yang sangat memukau. Surah An-Najm sebagaimana surah Aqsam Makiyyah pada umumnya, menekankan sumpah-sumpah Allah SWT terhadap makhluk yang Dia ciptakan.
Allah bersumpah dengan Surah An-Najm (Demi Bintang) adalah karena bintang-bintang yang terlihat dan kasat mata, sangat besar faedahnya bagi manusia, sebagai panduan dalam melakukan pelayaran di lautan, dalam perjalanan di padang pasir, untuk mengenal perubahan musim dan lain-lain.
وَالنَّجْمِ اِذَا هَوٰىۙ
Demi bintang ketika terbenam,
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوٰىۚ
kawanmu (Nabi Muhammad) tidak sesat, tidak keliru,
Terjemahan Kemenag 2019
- Demi bintang ketika terbenam,
- kawanmu (Nabi Muhammad) tidak sesat, tidak keliru, (An-Najm/53:1-2)
Surah ini ialah surah yang ayat-ayatnya turun sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah dan dibacakan Nabi secara terang-terangan di Masjidil Haram, dibawah pendengaran kaum musyrikin.
Jadi surah ini, surah pertama yang langsung dibacakan dengan tanpa sembunyi-sembunyi oleh Nabi, banyak keistimewaannya, salah satunya adanya ayat Sajadah meski di ayat paling akhir.
Penafsiran Ayat 1
Dalam Tafsir Lengkap Kemenag mengungkap : Allah SWT Tuhan seluruh alam menjelaskan bahwa Ia bersumpah dengan makhluk-Nya yang besar, yaitu bintang yang mengelilingi orbitnya, sehingga tak saling bertabrakan antar satu dengan yang lain.
Bintang-bintang ini amat sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia karna dapat digunakan sebagai petunjuk arah mata angin, dalam pelayaran di laut, perjalanan di gurun, dan lain-lainnya.
Sumpah Allah tersebut mengingatkan manusia bahwa disana terdapat banyak sekali objek-objek yang kuat di Antariksa yang harus kita ketahui dan pahami secara serius sebagai khalifah di Bumi, kita sungguh-sungguh percaya pada tanda-tanda kebesaran
Allah SWT dan keindahan makhluk ciptaan-Nya, pengetahuan yang mutahir dan maju pesat modern memberitahukan di angkasa luar terdapat keajaiban yang dapat kita pahami dan lihat dari kecepatan peredaran dan ukuran-ukurannya yang besar.
Hamparan tata surya kita ini terdiri dari Matahari dan 9 planet antara lain : Matahari sebagai titik pusat tata surya kita, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto meskipun Pluto sudah tidak di kategorikan sebagai Planet lagi sejak 2006 oleh The International Astronimical Union (TIAU) disebabkan beberapa alasan yang tidak mendukung.
Matahari dalam keberadaannya ialah sebahagian daripada alam semesta, di angkasa terdapat kira-kira 30 miliar bintang, satu bintangnya diibaratkan sama seperti matahari manusia di bumi, ada ukurannya yang lebih besar dan ada pula yang sebaliknya, umur matahari berkisar 5 miliar tahun, umur bumi berkisar 2.000 juta tahun, umur air diatas bumi ini berkisar 300 juta tahun, dan umur manusia berkisar 300.000 tahun.
Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan An-Najm itu Bintang yang bercahaya sedangkan ada bintang yang tidak dapat kita lihat cahayanya itu bernama Al-Kaukab , bintang An-Najm disini merupakan bintang yang dikenal baik oleh masyarakat Makkah (khususnya masyarakat kala itu), dan kita dapat mengenalnya dan bisa melihatnya dengan nama Bintang Sirus/Sirius.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid bintang ini disebut Bintang Surayya (The Pleiades) bintang yang menghilang ketika terbitnya sang fajar. Sedangkan As-Saddi bintang yang dimaksud ialah Bintang Zahrah (Venus) yang kita kenal sebagai Planet Venus.
Bintang ini disembah oleh sebagian orang musyrik, disisi lain ada orang-orang yang mengaitkan nasibnya dengan bintang, sampai detik saati ini pun masih banyak yang tak jarang masih mengaitkan mengadu nasib-nasib mereka pada bintang-bintang ini, khususnya pada ilmu astrologi dan lain-lain. Al-A’masy dan Mujahid mengatakan bahwa ayat ini merujuk pada Al-Qur’an ketika diturunkan seperti dalam firman-Nya:
فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ
Aku bersumpah demi tempat beredarnya bintang-bintang.
وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ
Sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang sangat besar seandainya kamu mengetahui.
اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ
Sesungguhnya ia benar-benar Al-Qur’an yang sangat mulia,
فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ
dalam Kitab yang terpelihara.
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ
(Al-Qur’an) diturunkan dari Tuhan seluruh alam.
- Aku bersumpah demi tempat beredarnya bintang-bintang.
- Sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang sangat besar seandainya kamu mengetahui.
- Sesungguhnya ia benar-benar Al-Qur’an yang sangat mulia,
- dalam Kitab yang terpelihara.
- Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.708)
- (Al-Qur’an) diturunkan dari Tuhan seluruh alam. (Al-Waqi’ah/56:75-80)
Allah bersumpah “Demi bintang, ketika dia terbenam/tenggelam, sisi ini sangat menarik, jika Al-Qur’an menggunakan sumpah, biasanya sumpah dikaitkan atau bersangkutan dengan hal-hal yang pandangannya kita itu besar dan sangat bermanfaat tapi dalam beberapa saat yang kebetulan sama, dia menyiratkan atau malah mengisyaratkan bahwa itu sangat tidak wajar untuk dijadikan sebagai tuhan (bagi orang-orang musyrik tadi terlebih), jika ada yang menyembah, Tuhan mereka sebut-sebut, “wah itu tuhan kita begitu agung”(orang-orang musyrik), tapi mereka harus ingat, memang itu agung atau besar, tapi ingat ia terbenam, dia tidak terus-menerus ada, tuhan itu harus wujud menemani kita, hanya pada saat kita sadar, akan tetapi pada waktu tidak sadar, waktu tidur, waktu hidup, mati, jalan, pokoknya tuhan harus ada menemani terus-menerus.
Penafsiran ayat 2
Dalam Tafsir Lengkap Kemenag mengungkap Allah SWT menjelaskan bahwasannya teman mereka itu (Nabi Muhammad) adalah sungguh benar-benar seorang Nabi, dia tidak pernah menyesatkan dari jalan yang benar dan juga tidak pernah melakukan kebatilan.
Pada hakikatnya Nabi Muhammad SAW merupakan seorang Nabi yang diberi Hidayah oleh Allah SWT, Beliau senantiasa mengikuti kebenaran, Dia (Nabi Muhammad) bukanlah seorang yang menyesatkan dari kebenaran (dan ia tidak berjalan pada jalan yang ia sendiri tidak mengetahuinya).
Dia bukan seorang yang sesat yang berpaling dari kebenaran dengan niat khusus. Keadaan yang demikian itu, tak hanya setelah dia diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sebelumnya,oleh sebab itulah Allah memberikan bimbingan dan hukum untuk memberikan cahaya petunjuk hidayah kepada orang-orang yang sesat baik yahudi maupun nasrani yang sebenarnya mereka mengetahui kebenaran itu, tetapi tidak mengamalkannya.
Mengacu pada penuturan Prof.Quraish Shihab pada Tafsir Al-Misbah karangan beliau pada Surah An-Najm ayat 2 : Mā ḍhalla ṣhāhibukum wa mā ghawāa, disini ada 2 kata yaitu ḍhalla dan ghawāa , ḍhalla itu artinya tidak mengetahui arah sedangkan ghawāa itu artinya sesat (tidak mengetahui kebenaran atau bahkan menyimpang dari kebenaran), jadi terdapat perbedaan sangat jelas dari kedua kata ini, diberikan contohnya: jika kita lupa atau kebingungan arah akan sebuah jalan yang akan kita lewati itu disebut ḍhalla (hilang arah), Nabi Muhammad sebelum adanya wahyu ḍhalla, seperti dalam surah Ad-Duha:
وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ
mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu);
- mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu): (Ad-Duha/93:7)
Sebelum mendapatkan wahyu Nabi Muhammad belum mengetahui bahwasannya ada ajaran kristen, ajaran yahudi, ajaran nasrani, Nabi Muhammad belum mengetahui ajaran yang benar yang mana, beliau juga bukan orang yang lupa bahkan beliau bukan seseorang yang melenceng dari kebenaran, jika kata ḍhalla ini masih bisa, boleh jadi di toleransi, tapi kata ghawāa ini sudah menyimpang dari kebenaran.
Menariknya disini Nabi Muhammad ditunjuk sebagai ṣhāḥibukum (teman kamu), jika dicontohkan kita diperumpamakan sebagai sahabat-sahabat Nabi yang sangat begitu kenal terhadap beliau, Nabi muhammad itu teman kamu, selalu menemani kamu dalam segala suka dan duka, sudah sangat lama kamu mengenal beliau, sebagai sahabat karib kamu, apakah dengan dia mendeklerasikan sebagai Nabi lalu kamu mendustakan beliau dan berkata Muhammad berbohong? Ya kan tidak, sedangkan kamu mengetahui betul dia dijuluki Al-Amin (yang dapat dipercaya). Mengutip dari laman youtube https://www.youtube.com/watch?v=hB422odXhUw&t=303s
Tak hanya demi bintang, ternyata ada penafsiran lain: demi Muhammad, demi Al-Qur’an
Dalam lingkaran sufi, penafsiran ayat pembuka dalam surah An-Najm tidak terkait dengan sumpah Tuhan atas nama bintang, melainkan sepenuhnya tentang Muhammad. Menurut tafsir sufi dalam Kāmil al-Tafsīr al-Sūfi al-‘Irfāni li Al-Qur’ān (2002:159), Ja‘far Al-Sadiq (w. 148/765), tokoh sentral dalam tradisi Shi’ah dan penafsir wahyu yang berwewenang di awal Islam, memaknai sumpah Tuhan : Wan-najmi idżā hawāa, dengan interpretasi yang bersifat sufistik.
Pertama, “An-Najm berarti Muhammad; ketika dia turun, cahaya-cahaya terpancar darinya”; Kedua, “An-Najm adalah hati Muhammad ketika terputus dari apa pun kecuali Tuhan.” Penafsiran Al-Qur’an bercorak sufistik ini juga dapat ditemukan pada pemikiran teolog Islam Sunnī dan penafsir sufistik, Sahl ‘Abd Allāh Al-Tustari (w. 283/896).
Dalam karyanya, Tafsir Al-Qur’ān Al-‘Azīm (1908:145), At-Tustari menafsirkan sumpah Tuhan : Wan-najmi idżā hawāa, dengan makna yang sufistik: “Demi Muhammad, ketika ia kembali dari langit”. Yang mana ditafsirkan sebagai referensi kepada Nabi Muhammad yang baru saja Kembali dari pengalaman spiritualnya di malam Isra’ Mi’raj.
Selain makna “Demi Bintang, Ketika ia terbenam”, dan “Demi Muhammad, Ketika Ia Kembali dari langit”, sejumlah penafsir Al-Qur’an pada fase awal islam juga berikhtiar untuk memikirkan dan mengerahkan seluruh pikirannya terhadap makna lain atas sumpah Allah : Wan-najmi idżā hawāa. Hasilnya adalah makna “Demi Al-Qur’an, Ketika Ia turun”, (secara perlahan-lahan, atau berangsur-angsur).
Pemaknaan wahyu yang begitu bagus dan kreatif ini dapat dibuktikan dengan merujuk pada pemikiran sejumlah penafsir Al-Qur’an, mulai dari Abdullah bin Abbas (w.68/688), Mujahid bin Jabir (w.102/720), Zayd bin ‘Ali (w.120/738), dan lain-lain.
Kesimpulan
Dari penjelasan yang mantap diatas, dapat diambil pembelajaran bahwa Allah sebagai Khalik (sang pencipta) menunjukan kebesaran dan kekuasaan-Nya atas keseluruhan alam semesta, Dia dapat mengatur agar Bintang-bintang memiliki peredaran yang teratur, tidak menyimpang dari jalurnya, dan Allah SWT menegaskan akan kebenaran Nabi Muhammad SAW, tidak pernah tersesat atau keliru dalam menyampaikan wahyu Allah melalui Malaikat Jibril AS.
Jadi ayat ini merupakan bimbingan untuk memperkuat keyakinan kita kepada Allah SWT, menjaga keteguhan iman agar tidak mudah digoyahkan, meneladani Akhlak Nabi Muhammad yang telah diajarkan kepada kita semua, dan dapat memperkuat rasa kecintaan serta kerinduan kita kepada Nabi Muhammad seorang.
Semoga dengan adanya sumpah Allah ini semoga bisa memotivasi diri kita khususnya agar senantiasa bersyukur akan nikmat, dapat memaksimalkan manfaat dari tanda-tanda kebesaran Allah, meneladani Akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari seperti bersikap jujur, adil, penyayang, dan menyebarkan dakwah islam dengan cara yang baik dan sopan. Wallahu a’lam bishowabi.