Penulis: Nur Sinta, Mahasiswa IAIN Pontianak Prodi Pendidikan Agama Islam
Faktor politik adanya gerakan keagamaan yang berasal dari radikal dalam bagi umat Islam yang berada di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan politik di dalam negeri maupun dunia internasional.
Sebenarnya gerakan oleh Islam radikal di Indonesia tidak hanya muncul sekarang ini saja, bisa juga gerakan ini yang serupa telah ada sebelumnya seperti DI atau TII. Kemungkinan gerakan DI atau TII itu memiliki ideologis politis lebih memudahkan untuk mendirikan negara Islam.
Karena ideologi untuk bentuk negara bangsa yang dianggap tidak akan bisa memenuhi aspirasi atau harapan mayoritas penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Hal ini memanglah sangat tidak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa ada pertentangan ideologis antara sistem politik Barat modern dengan sistem politik Islam.
Kemudian sistem politik barat yang menekankan pada kedaulatan rakyat dianggap bertentangan dengan sistem politik Islam yang menekankan pada kedaulatan Tuhan. Loyalitas kaum nasionalis disadari pada gagasan bahwa legitimasi negara berakar pada kehendak rakyat yang tidak berkaitan dengan doktrin agama manapun.
Karena itu dalam sistem politik tidak boleh menjadi acuan utama dalam menentukan nilai atau norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu ia menjadi acuan utama dalam bernegara adalah memahami kehendak Tuhan yang tercantum dalam kitab suci dalam hal ini Alquran dan hadis nabi SAW.
Oleh karenanya yang jadi pertimbangan utama dalam membentuk hukum atau norma adalah teks-teks kitab suci terutama makna yang secara literal dengan telah jelas (qath’i). Pertimbangan kemaslahatan akan dijadikan pertimbangan apabila dianggap tidak bertentangan dengan bunyi teks kitab suci maka bagi golongan ini demokrasi itu bertentangan dengan Islam. Salah satu kelompok gerakan islam radikal di Indonesia adalah Hizbut tahrir Indonesia (HTI).
Faktor ekonomi selain karena faktor politik yakni adanya pertentangan dalam menentukan dasar negara dan dasar moral politik, radikalisme dalam Islam juga disebabkan oleh problema ekonomi yang menimpa umat Islam. Dewasa ini dunia Islam merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang dan tertinggal dalam urusan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibandingkan dengan kawasan lain yang menganut agama-agama besar lainnya.
Negara-negara Islam jauh tertinggal oleh negara-negara Eropa utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang pendukungnya mayoritas beragama protestan; oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi; oleh Eropa Timur yang Katolik ortodoks; oleh Israel yang Yahudi; oleh India yang Hindu; oleh Cina Korea Selatan Singapura yang konfusianisme dan oleh Jepang dan Thailand yang Budhis.
Praktis tidak ada satu agama besar yang ada di dunia ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan kemakmuran ekonomi daripada umat Islam. Berdasarkan hal tersebut negara-negara mayoritas muslim sangat tergantung pada negara-negara lain terutama negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika yang notabene penduduknya mayoritas non muslim.
Faktor sosial-budaya pengadopsian sistem politik dan hegemoni ekonomi Barat di negara muslim pada akhirnya juga mempengaruhi nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat muslim secara luas.
Adanya penentangan modernisasi oleh para ulama bukan karena mereka menolak hasil-hasil industri seperti mobil dan telephone, yang dihasilkan oleh negara-negara barat tetapi mereka mencurigai akan masuknya nilai-nilai budaya Eropa ke masyarakat muslim melalui proses westernisasi sebenarnya dalam proses modernisasi perubahan sosial dan budaya merupakan hal yang tidak terlelakan sebab pengalaman yang serupa telah dirasakan oleh masyarakat Eropa.
Pada abad ke-18, orang-orang Eropa dan Amerika yang berhasil mengembangkan sains dan teknologi percaya bahwa logos adalah satu-satunya sarana mencapai kebenaran titik mereka menganggap mitos sebagai kesalahan dan tahayul belakang.
Mereka berusaha mengurangi agama dan menyingkirkan para pendeta dari ruang publik karena telah mengajarkan kesalahan dan kebohongan kepada masyarakat. maka kemunculan fundamentalisme agama pada awal mellinium ketiga ini merupakan tindakan dari balas dendam Tuhan terhadap para pendukung modernisasi yang dulu memerangi agama.
Faktor pemahaman agama munculnya gerakan radikal dalam komunitas agama jelas diinspirasikan atau memiliki landasan dalam ajaran agama yang dijadikan legitimasi untuk membebaskan tindakan-tindakan yang dilakukannya. bila kita mempelajari sejarah agama-agama besar, maka kita akan menemukan jejak yang sama.
Pada agama-agama tersebut akan diketemukan ritualisasi kekerasan dalam bentuk pengorbanan sebagai bentuk perbaikan, kegunaan kekerasan untuk mencapai kebaikan tertinggi dan kebutuhan kekerasan untuk mempertahankan iman.
Semua hal itu dianggap sebagai usaha untuk mencapai perdamaian tertinggi. Karena itu melakukan kekerasan untuk mencapai itu merupakan tugas suci yang diperintahkan agama.
Tidak bisa dipungkiri memang dalam setiap agama ada ajaran-ajaran yang potensial akan ditafsirkan oleh pemeluknya untuk melakukan kekerasan, terutama kepada pihak-pihak yang menentang atau menolak mengakui kebenarannya. Tidak terkecuali dalam hal ini Islam.
Apabila kita membuka Alqur’an atau Hadis Nabi maka kita akan menemukan beberapa ayat yang potensial ditafsirkan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang yang dianggap menyerang atau menolak mengikuti ajaran Islam. Ayat Alqur’an surat al-Baqarah: 110
اوُمۡيِقَاَو َةوٰلَّصلا اوُتٰاَو َةوٰکَّزلا ؕ اَمَو اۡوُمِ دَقُت ۡمُكِسُفۡنَِلِ ۡنِ م رۡيَخ ُهۡوُدِجَت َدۡنِع ِٰاللّ ؕ َّنِا َٰاللّ اَمِب َنۡوُلَمۡعَت رۡيِصَب
Artinya; Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. yang menyatakan bahwa sebagai seorang umat terbaik, kaum muslimin diperintahkan melakukan kebaikkan dan mencegah kemungkaran.
Ayat tersebut sering dipakai oleh FPI untuk legitimasi dalam melakukan rajia di tempat-tempat hiburan dengan lasan memberantas kemungkaran. Demikian pula Imam Samudra, terdakwa mati Bom Bali I, bahwa tindakannya melakukan teror itu adalah memiliki dasar dari Kitab Suci.
Imam Samudra mengaku bahwa tindakannya itu adalah bagian dari tuga suci untuk memerangi orang kafir yang telah berbuat tidak adil kepada kaum muslimin. Ia menjustifikasi perbuatannya tersebut dengan ayat Alqur’an surat al-Baqarah:190.23
Referensi
Karomah, Atu. Faktor-Faktor Kemunculan Gerakan Radikal Dalam Islam. 2012, 3.2: 249.