Penulis: Achmad Khoirul Wildan*
Kasus Shindy Paul Soerjomoelyono yang menggemparkan Indonesia pada April 2021 lalu, kembali menarik perhatian setelah videonya yang menghina agama Islam dan mengaku sebagai nabi ke-26 viral di media sosial. Peristiwa ini memicu kecaman dan tuntutan agar Shindy diadili atas penistaan agama.
Shindy Paul Soerjomoelyono alias Jozeph Paul Zhang tercatat meninggalkan Indonesia menuju Hong Kong pada 11 Januari 2018. Sejak itu, dia belum pernah kembali ke Tanah Air.
Menurut informasi yang didapat sumber yang pernah menjabat ketua RT, Jozeph Paul Zhang memang bernama asli Shindy Paul. Sekitar 5 tahun silam, dia bersama istrinya pernah tinggal di sebuah rumah di Kota Salatiga, Jawa Tengah, dengan status mengontrak. Dia dikenal memiliki usaha komputer.
Informasi terakhir keberadaan Shindy Paul disebut di Jerman. Namun Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno mengatakan kemungkinan Shindy Paul sudah keluar dari Jerman.
“Infonya sudah keluar dari Jerman. Kita lagi lacak,” ucap Arif saat dihubungi, Minggu (18/4).
Menurut Arif, Jozeph infonya hanya beberapa bulan di Jerman. Namun dia mengaku masih mengecek mengenai info tersebut untuk memastikan kebenarannya.
“Dia di Bremen hanya 6 bulan infonya. Nah, sekarang lagi kita cek,” katanya.
Bareskrim Polri sendiri berkoordinasi dengan Interpol untuk memburu keberadaan Jozeph Paul Zhang. Jozeph Paul Zhang menantang warga untuk melaporkannya ke polisi karena mengaku sebagai nabi ke-26.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan Polri juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi yang mengetahui data perlintasan Jozeph Paul Zhang. Dia menegaskan keberadaan Jozeph Paul Zhang di luar negeri tidak menghalangi untuk pendalaman perkara tersebut.
“Mekanisme penyidikannya akan terus berjalan walaupun yang bersangkutan di luar negeri,” kata Agus dikutip dari Antara, Minggu (18/4).
Bareskrim Polri bekerja sama dengan kepolisian luar negeri dan membuat daftar pencarian orang (DPO) terhadap Jozeph Paul Zhang. Hal itu agar Jozeph Paul Zhang bisa dideportasi dari negara tempat dia berada.
“Mekanisme kerja sama kepolisian luar negeri bisa berjalan, mau nggak negara tempat yang bersangkutan tinggal mendeportasi yang bersangkutan. DPO nanti akan diterbitkan,” kata Agus.
Agus menjelaskan, penyidik Bareskrim bisa menindak dengan membuat laporan temuan terkait dengan konten intoleran tersebut. Menurut Agus, konten intoleran yang menimbulkan konflik sosial dan keresahan masyarakat bisa merusak persatuan dan kesatuan.
“Kalau yang seperti itu kan bisa dibuat laporan temuan penyidik atas konten intoleran, menimbulkan konflik sosial dan keresahan masyarakat, merusak persatuan dan kesatuan, sesuai dengan SE Kapolri kan ditindak tegas,” kata Agus.
Memahami kasus ini dari sudut pandang Fazlur Rahman, seorang cendekiawan Islam terkemuka, dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam. Rahman, dalam karyanya “Islam and Modernity”, menekankan pentingnya dialog antar agama dan toleransi dalam menghadapi perbedaan keyakinan.
1. Kebebasan Beragama dan Batasannya:
Rahman memulai dengan menekankan pentingnya kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Setiap individu berhak untuk memeluk dan mengamalkan agamanya tanpa paksaan atau diskriminasi. Namun, Rahman mengingatkan bahwa kebebasan ini bukan berarti tanpa batas.
Menurutnya, kebebasan beragama harus diimbangi dengan penghormatan terhadap agama lain. Hal ini penting untuk menjaga harmoni dan toleransi antarumat beragama. Rahman mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad SAW selalu menunjukkan toleransi dan dialog terhadap agama-agama lain, bahkan ketika menghadapi permusuhan.
2. Luka Mendalam dan Ketidakadilan:
Rahman menegaskan bahwa penghinaan terhadap agama dapat menimbulkan luka mendalam bagi penganutnya. Pernyataan Shindy yang menghina Nabi Muhammad SAW dan agama Islam, bagi umat Islam, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Rahman menjelaskan bahwa agama bagi banyak orang adalah sumber nilai-nilai moral dan spiritual yang penting. Penghinaan terhadap agama dapat dianggap sebagai serangan terhadap identitas dan keyakinan mereka, sehingga menimbulkan rasa sakit dan kemarahan.
3. Pendekatan Non-Kekerasan dan Dialog:
Alih-alih menggunakan kekerasan atau hukum pidana yang keras, Rahman menganjurkan pendekatan non-kekerasan dalam menyelesaikan kasus penistaan agama. Pendekatan ini didasari oleh keyakinannya bahwa dialog dan edukasi lebih efektif dalam membangun pemahaman dan toleransi antarumat beragama.
Rahman mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad SAW selalu menggunakan dialog dan persuasi untuk menyebarkan Islam, bahkan ketika menghadapi penolakan dan persekusi. Pendekatan ini terbukti lebih efektif dalam membangun komunitas Muslim yang kuat dan toleran.
4. Edukasi dan Rekonsiliasi:
Rahman menekankan pentingnya edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang agama dan toleransi. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan informal, seperti seminar, diskusi, dan program edukasi lainnya.
Selain itu, Rahman mendorong dialog antarumat beragama untuk membangun rasa saling menghormati dan pengertian. Dialog ini dapat dilakukan antara pemimpin agama, cendekiawan, dan masyarakat umum.
5. Reformasi Hukum yang Adil dan Komprehensif:
Rahman mendorong reformasi hukum yang lebih adil dan komprehensif dalam menangani kasus penistaan agama. Hukum tersebut harus mempertimbangkan konteks budaya dan agama, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan toleransi.
Rahman mengusulkan agar hukum penistaan agama tidak hanya fokus pada penghinaan terhadap simbol-simbol agama, tetapi juga mempertimbangkan dampak emosional dan sosial dari pernyataan yang menyinggung.
Kasus Shindy Paul Soerjomoelyono menjadi ujian bagi komitmen Indonesia terhadap kebebasan beragama dan toleransi. Pendekatan yang sejalan dengan pemikiran Fazlur Rahman, yang menekankan dialog, edukasi, dan reformasi hukum, dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan kasus ini dengan bijaksana dan adil.
*) Sekolah MTsN Denanyar, dan lanjut ke MAN 4 Jombang.