Free Palestine, Free Free Palestine!!! Kalimat di atas mungkin sudah tidak asing lagi di penjuru dunia terlebih lagi di Indonesia, dari kalangan anak-anak hingga dewasa pun tak gentar menyuarakan hal tersebut.
Tapi apakah semuanya bersikap demikian? Adakah orang-orang yang bersifat acuh tak acuh, bahkan hanya diam dan menyebut dirinya netral? Dilansir dari detiknews, pada hari Minggu, 09 Juni 2024, Kementrian Kesehatan di Gaza melaporkan setidaknya terdapat korban tewas mencapai 37 ribu jiwa semenjak peristiwa 07 Oktober 2023 lalu hingga saat ini.
Sebagaimana kita ketahui, peristiwa pada tanggal 07 Oktober 2023 lalu merupakan reaksi pembalasan dari Hamas kepada Israel yang telah membantai Palestina selama puluhan tahun terakhir.
Konflik ini terus berlanjut hingga saat ini, dimana Pemerintahan Israel terus membantai warga Palestina dengan dalih sebagai salah satu bentuk self-defense (pertahanan diri) mereka. Padahal jika dilihat dari berita-berita yang sudah banyak tersebar di sosial media, Israel banyak sekali melanggar norma dan adab dari peperangan.
Oleh karena itu, membenarkan serangan yang masih terus berlanjut selama kurang lebih 75 tahun hingga menewaskan ratusan ribu warga Palestina sebagai bentuk tindakan pertahanan diri adalah definisi yang salah dan tidak dapat diterima oleh logika.
Apakah hal tersebut masih bisa dikatakan dengan self-defense (pertahanan diri)? Atau hal tersebut sudah termasuk ke dalam genosida? Pada konflik Palestina Israel ini, apakah bersikap moderat atau bisa dikatakan dengan netral bisa kita terapkan?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “moderat” berarti selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah.
Dalam beberapa hal, moderat memang merupakan kondisi yang tidak mutlak, berada di tengah-tengah, dan terukur. Menjawab pertanyaan di awal, apakah bersikap moderat bisa kita terapkan pada konflik Palestina Israel, maka jawabannya adalah tidak, karena sebagai seorang yang berpendidikan dan beragama muslim seharusnya kita mampu menempatkan kata “moderat” ini sesuai dengan konteksnya, dan bersikap netral bukanlah sebuah opsi yang tepat dalam permasalahan ini.
Ada dua alasan mengapa kita tidak boleh bersikap moderat dalam hal ini yaitu pertama, jika kita terus bersikap netral berarti kita sudah menolak menjadi salah satu mediator sebagai syarat penting menciptakan perdamaian di dunia.
Kedua, fakta telah menyebutkan bahwasannya dalam kurun waktu 5 sampai 10 menit terdapat 1 anak yang meninggal dunia di Palestina. Jika kita terus bersikap moderat, maka berarti kita telah merelakan penderitaan tersebut terus berlangsung.
Dalam hal ini, Israel tidak terlepas dari bantuan salah satu negara adidaya yaitu Amerika. Peran dari negara tersebut sangatlah menguntungkan bagi Israel karena dapat menyokong segala kebutuhan yang diperlukan Israel pada saat berlangsungnya peperangan.
Tidak dapat disangkal, bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara Palestina dan Israel. Dimana Israel dipersenjatai dengan senjata yang lengkap dan canggih, menggunakan iron dome untuk melindungi wilayah mereka dari serangan luar, melakukan pemotongan pasokan air, pangan, dan listrik bagi warga palestina, serta masih banyak lagi kesenjangan lainnya.
Hal tersebut berbanding terbaik dengan keadaan Palestina yang serba kekurangan dalam hal apapun. Tapi yang perlu digaris bawahi adalah Palestina tidak akan kalah perihal keimanan dan keteguhan hati mereka dalam mempertahankan wilayah yang memang sejak awal adalah hak mereka.
Lantas bagaimanakah sikap dan tindakan yang akan kita lakukan sebagai seorang yang berpendidikan terlebih beragama muslim, menanggapi fenomena yang terjadi antara kedua negara tersebut?
Menekankan kembali pertanyaan di atas, bahwasannya kita tidak boleh bersikap moderat atau netral dalam konflik dua negara ini. Seharusnya kita tahu dimana keterpihakan kita setelah mengetahui fakta-fakta yang ada, dan tidak ada alasan lagi kenapa kita harus berpihak pada salah satu negara.
Jika kita telah tahu alasan mengapa kita tidak boleh netral dalam hal ini, maka langkah selanjutnya yang kita lakukan adalah dengan tidak bungkam atau selalu menyuarakan berita-berita faktual tentang Palestina Israel.
Seperti, menyebarluaskan fakta-fakta yang ada melalui sosial media, memboikot produk-produk yang diproduksi maupun bekerja sama dengan Israil, melakukan aksi bela Palestina, dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut mungkin hanya akan berdampak kecil dan tidak berpengaruh sama sekali namun, lambat laun dengan hal-hal tersebut baik di media sosial maupun di media massa banyak orang-orang di seluruh dunia kini dapat dengan mudahnya mengakses informasi terkini dari berbagai sumber dan sudut pandang.
Kebohongan dan ketidakjujuran yang mereka tutupi selama ini akhirnya terungkap di permukaan. Pengeboman yang dilakukakan IDF dengan target sasaran rumah sakit, masjid-masjid, sekolah, bahkan kamp pengungsian tak luput dari sasaran mereka, hal tersebut mengakibatkan tewasnya ribuan warga Palestina yang sebagian besar dari kalangan anak-anak, wanita, dan lansia.
Dan kini orang-orang di penjuru dunia menaruh perhatian terhadap warga Palestina yang sudah puluhan tahun menjadi korban. Mereka telah membuka mata terkait apa yang sebenarnya terjadi dan mengungkap kebenaran yang tersembunyi tentang siapa Palestina dan siapa zionis Israel.
Jika semua orang telah membuka mata dan melakukan hal tersebut secara bersamaan dan kontinyu maka, lambat laun Israel akan merasa mendapatkan ancaman dari seluruh dunia dan menghentikan aksi tercela yang dilakukannya terhadap Palestina.
Tulisan ini mungkin tidak akan pernah berlaku dan diindahkan oleh Israel dan sekutunya. Tulisan ini hanyalah sebuah refleksi dan ajakan bagaimana kita sebagai negara yang waras dan berakal akan selalu berisik dan tak lagi diam serta selalu berdiri di belakang Palestina.
Karena, berpihak pada Palestina tidak harus menjadi seorang muslim terlebih dahulu, kita cukup menjadi manusia agar bisa memanusiakan manusia lainnya. Jadi, atas nama keadilan, kebebasan dan keamanan warga Palestina harus didukung dengan tegas.