KeislamanSejarah

Al Waqidi Sejarawan Islam Generasi Awal

3 Mins read

Al-Waqidi lahir di Madinah tahun 130 Hijriah/748 Masehi dan wafat di Baghdad tahun 207 H/823 M. Ia merupakan Ulama hadis, ahli fiqih, pengembara dan sejarawan Arab terkenal. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar al-Waqidi al-Islami.

Sejak usia muda ia sudah bergelut dalam bidang ilmu, sebagaimana para penuntut ilmu pada masanya. Ia mengembara dari satu kota ke kota lainnya untuk mencari para ilmuwan yang biasa dijadikan tempat berguru terutama dari kalangan Tabiin. Pengembarannya berkisar di Mekah, Madinah, Ta’if, Jiddah, kota-kota Syam (Suriah), Baghdad, dan lain-lain.

Guru Al-Waqidi

Gurunya adalah para ahli hadis dan fikih seperti Muhammad bin Ajlan, Ibnu Juraij (wafat 150 H), Ma’mar bin Rasyid, Ibnu Abi Zi’b, Aflah bin Humaid al-Auza’i, Imam Malik dan Imam Sufyan as-Sauri (wafat 116 H) dan lainnya di Kota Madinah.

Setelah ia tumbuh menjadi ulama hadis, para penuntut ilmu datang kepadanya untuk belajar dan meriwayatkan hadisnya, seperti para ahli hadis, berikut ;Muhammad bin Sa’ad (sekretarisnya sendiri), Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Yahya al-Azdi, Muhammad Syuja’ as-Salji, Abu Bakar as-Sagani, Muhammad bin Faraj al-Azraq dan lainnya.

Dalam pengembarannya mencari hadis, ia sampai ke Baghdad pada tahun 180 H. Dari sana ia berangkat ke Suriah, kembali ke Baghdad. Setelah menetap di Baghdad, ia diangkat menjadi Kadi (Hakim) oleh Khalifah Abbasiyah yaitu Harun ar-Rasyid dan kemudian al-Ma’mun. Ia terus menangani persoalan peradian sampai ia wafat.

Perpustakaan pribadinya penuh dengan buku. Pada waktu ia pindah tempat tinggalnya di kota Baghdad, buku-bukunya diangkut dengan 120 ekor unta. Ia seorang ulama yang produktif menulis.

Menurut Ibnu Nadim di dalam kitabnya al-Fihrist, al-Waqidi meninggalkan 30 judul buku dalam berbagai ilmu seperti ulumul Qur’an, hadis, fikih, dan sejarah. Akan tetapi sebagian besar bukunya membahas peristiwa sejarah. Karyanya banyak dikutip oleh muridnya yang sejarawan, Ibnu Sa’ad (wafat 230 H/844 M) dan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Tabari. Imam Ath-Thabari mengutip pendapatny di 317 tempat di dalam bukunya Tarikh at-Tabari yaitu menyangkut sejarah Rasulullullah Shallallahu alaihi wasallam dan sejarah kekhalifahan sampai tahun 179 H.

Kutipan para sejarawan sesudahnya membuktikan bahwa al-Waqidi pernah menulis buku tentang ; (1). Kabilah-kabilah Arab pra-Islam, (2). Sejarah dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, (3). Wafatnya Rasulullah, (4). Peristiwa Saqifah ( pertemuan kaum Anshar dan kaum Muhajirin di Balai Bani Saidah untuk menentukan kepemimpinan setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat) dan pembaiatan Abu Bakar As Siddiq sebagai khalifah, (5). Perang Riddah, (6). Ekspansi Islam ke Suriah dan Irak, (7). Terbunuhnya Utsman bin Affan, (8). Tentang sejarah gubernur dan hakim Kufah dan Basra, semacam kitab Tabaqat ( buku kumpulan biografi tokoh), (9). Masalah yang berhubungan dengan kota-kota dan lembaga-lembaga keislaman dan, (10). Sejarah khalifah sampai tahun 179 H/795 M yang berjudul at-Tarikh al-Kabir (Sejarah Besar).

Al-Magazi

Tidak adanya karyanya itu yang sampai ke generasi sekarang kecuali kitab Al-Magazi (Peperangan) yang merupakan bagian dari karyanya tentang biografi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (as-sirah). Dalam karyanya ini, ia menjelaskan perang-perang yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri (gazwah) dan beberapa peperangan yang dipimpin oleh para sahabat sebagai komandan (sariyyah).

Dalam metode penulisannya, seperti tampak dalam karyanya Al-Magazi (Peperangan), dia menyebutkan sumber-sumber periwayatan secara umum saja. Di dalam mukadimah kitabnya ini, dia menyebutkan nama-nama perawi yang dijadikan sandarannya. Oleh karena itu, ketika ia menerangkan suatu peristiwa perang, dia cukup mengatakan Qalu (dia berkata). Tetapi di lain kesempatan dia membuka pembahasan tentang Gazwah atau Sariyyah dengan menyebut sanad- sanadnya.

Peristiwa-peristiwa ini disusunnya secara kronologis. Setiap Gazwah dan Sariyyah dijelaskan dengan menyebutkan panglima perangnya, masa terjadinya, lokasi geografis terjadinya perang dan hasil yang dicapai dalam peperangan.

Dia juga bahkan menerangkan nama-nama sahabat yang menafkahkan hartanya untuk keperluan perang, orang-orang yang diajak Nabi Muhammad SAW bermusyawarah memecahkan persoalan perang, orang-orang yang tertawan dan terbunuh sebagai pahlawan dari kalangan umat Islam dan dari pihak musuh, para sahabat yang ditugaskan mewakili Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di Madinah ketika Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam keluar memimpin peperangan, serta ayat Al-qur’an yang turun berkenaan dengan perang yang bersangkutan dengan sedikit penafsiran umum. Bagian ini ditutupnya dengan kesimpulan bahwa Gazwah terjadi 27 kali sementara Sariyyah 47 kali.

Dalam metode penulisannya, dia berusaha melepaskan corak penulisan sejarah dari corak penulisan Hadits. Oleh karena itu ia tidak begitu “taat” menggunakan metode Isnad, sebagaimana yang berlaku dalam periwayatan Hadits. Peristiwa sejarah yang dijelaskannya dengan menggunakan metode naratif.

Hadis Yang Diriwayatkan Al-Waqidi

Dalam periwayatan Hadits, namanya kurang begitu populer. Ada yang menilainya sebagai dapat dipercaya dan ada juga yang menganggap hadisnya sebagai tidak kuat. Al-Khatib al-Baghdadi (abad ke-4 H), seorang sejarawan dari Irak, mengatakan bahwa di dalam hadis yang diriwayatkan al-Waqidi tercampur antara yang shahih dan yang palsu (maudu’) sehingga para ahli hadits tidak begitu memperhatikan hadisnya.

Imam Bukhari berkata tentang al-Waqidi ; ” para ahli hadis tidak memperhatikan hadisnya”. Imam Hanbali tidak mau meriwayatkan hadisnya. Imam Muslim berkata ; “hadisnya ditinggalkan orang”. Dan Imam an-Nasai menganggap hadis dari al-Waqidi tidak dapat dipercaya.

Akan tetapi Muhammad Bin Salam al-Jamli, ulama ahli hadits menyatakan bahwa ; ” al-Waqidi adalah seorang Alim pada masanya”. Ibrahim al-Harbi (ulama hadis) mengatakan bahwa al-Waqidi adalah seorang yang dapat dipercaya dan alim besar di kalangan umat Islam.

Adanya penilaian baik dan buruk tentang hadis yang diriwayatkan al-Waqidi disebabkan oleh al-Waqidi memiliki dua dimensi keilmuan yang sebagai ahli hadits dan ahli sejarah. Sebagai ahli hadits, riwayatnya dipandang lemah oleh para ulama yang memberlakukan karena hadis merupakan sumber agama. Akan tetapi riwayat sejarah dan biografi dipandang sebagai dapat dipercaya karena dalam hal ini para ulama memang tidak begitu ketat menyeleksi atau menentukan kriteria riwayat yang dapat diterima.

Riwayat tidak menjadi hujjah dalam agama Islam. Namun, bila kemudian sejarah tersebut ternyata bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat, tentu saja orang kemudian lebih berpaling pada perawi yang lebih kuat.

101 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Jawaban Al-Ghazali Terhadap Status Orang Yang Bermaksiat

3 Mins read
Pada ngaji sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dalam pandangan Asy’ariyah orang yang fasik boleh melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan kata lain, tidak…
KeislamanTokoh

Metode Ijtihad Imam Asy-Syatibi

4 Mins read
Kuliahalislam-Imam Asy-Syatibi merupakan ulama ahli Ushul Fiqih dan ahli bahasa Arab pada abad ke-8 H/14 Masehi. Ia adalah ulama terkemuka mazhab Maliki….
EsaiKeislamanOpini

Apa yang Tersisa untuk Nurani, jika AI meretas Dunia?

1 Mins read
Di dunia yang semakin digital, banyak orang mulai membayangkan masa depan yang diwarnai dengan teknologi yang semakin canggih. Jika mesin sudah cukup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights