Artikel

Al-Qur’an sebagai Mitos

4 Mins read

 

Mitos menurut
perspektif Timur mitos adalah cerita yang kerap kali disakralkan. Nilai kesakralannya
bahkan terwujud dalam praktisi-praktik ritual. Semua ritual tersebut berasal
dari narasi yang diceritakan secara turun-temurun. Cerita-cerita inilah yang
menjadi kepercayaan di masyarakat. Ketika  banyak masyarakat yang meyakini dan menerapkannya,
mitos tidak sekedar menjadi tradisi/ kebudayaan. Mitos juga menjadi aliran
kepercayaan bahkan agama baru. Bahkan, jika kita menyebut keyakinan tradisi itu
dengan mitos, maka sebutan mitos itu adalah sebuah penghinaan. Demikianlah mitos
dianggap sebagai sesuatu yang sakral dalam idealita orang timur.

Sebelum masuk
pembicaraan sisi Al-Qur’an, kali ini kita akan membicarakan tentang mitos dalam
perspektifnya orang Barat. salah satunya adalah mitos menurut Roland Barthes,
seorang filosof semiotika. Menurut Semiotika Barthes, mitos tidak lebih dari
sekedar cerita yang dibuat oleh institusi tertentu.  Entah untuk tujuan baik atau tidak, peran
mitos memiliki kekuatan yang sangat ampuh untuk mengendalikan masyarakat. Tentu
saja, mitos sering dimanfaatkan untuk tujuan politik dan periklanan.

Dalam sebuah
esai berjudul “Mythologies”, Barthes menjelaskan secara gamblang bagaimana
proses terciptanya mitos melalui pendekatan semiotik. “Mythologizing”
atau “myth-making” atau mitosisasi/ memitoskan adalah usaha pembuatan
tanda-tanda yang awalnya biasa-biasa saja. Lalu tiba-tiba tanda-tanda itu
berlagak menjadi simbol yang penuh makna ideologis. Bagaimana misalnya, warna
merah putih yang  biasa saja itu bisa menjadi
simbol negara. Simbol yang sangat dihormati. Bahkan dalam tradisi ketentaraan kita,
ritual membawa bendera merah putih dengan asal-asalan akan berakibat fatal dan
penjara.

Disinilah kecerdikan
 Barthes mampu mengawasi bahwa simbol
yang tadinya hanyalah tanda lumrah itu, kini menjadi sebuah tanda yang tidak
lagi netral. Ada kekuatan institusi dibalik simbol-simbol itu. institusi yang
lihai mengatur dan menentukan maknanya. Dalam mitos kita bisa melihat adanya
tanda-tanda dinamika kekuasaan dan hierarki sosial; sebuah cerminan adanya struktur
dominasi di masyarakat.

Baca...  Implementasi Ayat-ayat Alqur'an dalam Bersikap Sabar

Sehingga mitosisasi
dalam pengertian ini adalah usaha memaknai suatu tanda lalu berusaha
menerapkannya ke dalam simbol-simbol. Simbol bisa berbentuk benda-benda,
bangunan bahkan gambar atau praktek ritual tertentu. Intinya adalah bagaimana
sesuatu makna yang tadinya berbentuk ideal berubah wujud menjadi sesuatu yang
material. Munculnya penyimbolan ini bukanlah tanpa alasan. Sebab  dalam kehidupan masyarakat awam, mereka tidak
mampu menerima ide tersebut begitu saja. jangankan memahami, disuruh
membayangkan ide yang abstrak itu saja sangat sulit. Nah, karena itulah
diperlukan usaha mitosisasi, yakni membuat hasil pemaknaan menjadi simbol-simbol
yang lebih konkret itu.  

Jika kita setuju
dengan  pengertian mitosnya Barthes,
tentu kita juga akan setuju pula bahwa Al-Qur’an juga dapat dianggap sebagai
mitos. Terlepas dari pembahasan apakah Al-Qur’an itu dibuat oleh institusi
sesiapapun, kemunculan Al-Qur’an adalah sebuah mitos yang bisa mengontrol hidup
masyarakat. Kontrolnya telah terasa hingga 1400an tahun yang lalu sejak
kemunculannya. Namun apakah Al-Qur’an sebagai mitos adalah sama dengan
mitos-mitos lainnya? sama dengan mitos yang tujuaanya hanya untuk hegemoni
duniawi? Tentu saja tidak. Namun sayang, pengertian mitos ini dimakan
mentah-mentah oleh orang-orang yang berpikir pendek. Seolah pembuatan mitos
hanya bertujuan politik dan ekonomi. Padahal pembuatan mitos juga dipraktekkan dalam
rangka ketaatan spiritual seperti yang ditunjukkan para ulama kita terdahulu.

Dalam gerak
sejarah, pengikut nabi Muhamad yang sejati akan selalu menggali makna orisinal Al-Qur’an.
Jika kita ikuti kisah Kehidupan para ulama, kita bayangkan mereka sangat asyik dengan
Al-Qur’an. Saking asyiknya, Al-Qur’an selalu menjadi ‘mainan’ sampai hari akhir
hayatnya. Bukti bahwa Al-Qur’an tidak hanya sekedar cerita dari Muhammad. Namun
Al-Qur’an adalah jalan hidup.  Itulah
juga alasan mengapa setiap cerita dalam Al-Qur’an tidak sekedar dinikmati
sendiri, namun juga mereka berusaha mengajarkan kenikmatan mainannya itu kepada
murid-murid mereka di majelis-majelis ilmu. Kita tidak bisa begitu saja menuduh
para ulama seperti apa yang dipahami orientalis melalui filsuf-filsuf mereka.

Baca...  Riwayat Islamnya Abu Thalib

Sekali lagi, dengan
modal keyakinan, akal dan penuh rasa takut, mereka tentu akan selalu
berhati-hati dalam memitoskan Al-Qur’an. Bagaimana pemaknaan-pemaknaan mereka
terhadap Al-Qur’an menjadi serangkaian syariat fiqih yang tidak sekedar ketat,
namun bermanfaat dan mengena bagi kehidupan umat. Tidak hanya mengena dalam aspek
spiritual dan juga sosial, tetapi juga ketaatan kepada Al-Qur’an. Mari kita
lihat salah satu contoh mitos yang paling populer dari Al-Qur’an, yaitu ritual kurban
di hari raya.

Para ulama masa
lalu, secara hati-hati memaknai Kisah pengorbanan Ismail yang dilakukan oleh nabi
Ibrahim a.s. Pemaknaan kisah tersebut sangat berarti dan mendalam bagi mereka. Sehingga
atas dasar keyakinan dan penuh rasa takut, mereka ingin agar kisah ini juga
mampu dimaknai oleh umat. Sehingga mereka wujudkan kisah dalam Al-Qur’an
tersebut dalam simbol-simbol berbentuk hukum fiqih. Mulai dari waktu tata cara pelaksanaan
ritualnya semua dirinci secara lengkap oleh para ulama fuqaha itu. syariat
ritual inilah mitos, mitos yang mereka ciptakan tidaklah untuk unsur duniawi,
tetapi mitos yang didasarkan kepada kepatuhan terhadap Al-Qur’an.

Hari-hari ini
kita menyaksikan ada upaya-upaya untuk menghilangkan ritual tradisi ibadah
kurban. Dengan berbagai alasan semacam logika efektif efisien, mereka membuat
inovasi baru. Mereka masyarakat kaya, yang sok paling berperadaban akan
meninggalkan ritual kurban. Mereka hanya tinggal  menulis cek saja, atau kirim uang lewat
bitcoin, selanjutnya uang untuk membeli seekor hewan untuk disumbangkan kepada
orang miskin. Tidak ada keterlibatan langsung dari pihak muslim yang berkurban
dalam ritual ini. naudzubillahimindzalik. Jika inovasi jahat dalam agama ini
terus berlanjut, sepertinya hanya soal waktu saja sebelum ritual kurban di
negara-negara maju semacam di Amerika Utara akan ditinggalkan.

Padahal bukankah
Al-Qur’an telah menginfokan kepada kita, bahwa Allah yang maha agung saja,
secara gamblang menebus pengorbanan Ismail dengan zibhin ‘azeem (pengorbanan
penting). Lalu saking pentingnya bentuk ritual ini, dimunculkanlah seekor domba
jantan. Hewan itulah yang dikorbankan sebagai pengganti Ismail a.s. Di ayat
berikutnya, Al-Qur’an juga menyatakan bahwa  ritual ini adalah tanda bagi umat manusia. Seolah
ritual ini kita akan maknai bahwa ritual ini harus dilestarikan selama
berabad-abad. Ritual ini akan menjadi simbol penting bagi umat manusia di masa
seterusnya.

Baca...  Pandangan Islam atas Dunia

Pelestarian ini
sebenarnya bukan sekedar untuk menunjukkan bahwa umat islam adalah umat paling
peduli terhadap dunia sosial, namun juga ritual ini berfungsi sebagai simbol menyejarah.
Simbol bahwa kisah ini adalah benar tentang pengorbanan Ismail dan bukan ishaq.
Kisah yang sering diperdebatkan oleh kaum zionis yang selalu ingin menguasai
dunia dengan legitimasi agama. Kaum egois yang tega membunuh secara kejam
bangsa Palestina dan membodohi Arab sekitarnya. Kaum yang membunuh Isa dan  tidak mengakui Muhammad. Nabi Isa yang Allah
tawarkan sebagai mediasi dan nabi Muhammad dengan Al-Qur’an yang juga mereka
tolak. Tentu saja zionis ingin menyelisihi salah satu kisah penting ini. Sehingga,
menghilangkan ritual ini berarti seolah sama saja dengan mengabaikan perintah Al-Qur’an.
Menurut penulis, bahwa Al-Qur’an ingin ritual ini juga menjadi simbol legitimasi
sejarah. Wallahualam.

Akhirnya, Mitos Al-Qur’an tidaklah sama seperti mitos
lainnya. Dalam kitab-kitab turats itu, setiap proses mitosisasi Al-Qur’an dipikirkan
dengan penuh rasa takut dan tanggung jawab oleh para ulama kita. Kita tidak
bisa begitu saja secara sembarang menganggap bahwa usaha para ulama terdahulu
adalah sekedar menggapai hegemoni duniawi. Kalau pun ingin curiga, tetap
sah-sah saja memang. Namun hendaknya setiap kecurigaan tersebut disertai oleh epistemologi
berpikir yang matang, jangan hanya sekedar mencari pencitraan saja. sekian.

Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)

2369 posts

About author
KULIAHALISLAM.COM merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

UMKM Jasa Katering Aqiqah: Solusi Praktis untuk Ibadah Aqiqah

2 Mins read
Layanan Katering Aqiqah Semakin Populer Menyambut kelahiran buah hati dengan aqiqah menjadi salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Kini, banyak…
Artikel

Daftar HP Suport NFC 2024: Pilihan Terbaik untuk Kemudahan Transaksi Digital

2 Mins read
NFC (Near Field Communication) semakin menjadi fitur yang wajib ada di smartphone modern. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa…
Artikel

Kenapa Jasa Anti Rayap Diperlukan?

2 Mins read
  Kami Pest Control Indonesia dengan Brand UniPest menawarkan layanan jasa anti rayap untuk melindungi bangunan dari serangan rayap. Rayap merupakan hama yang dapat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights