Esai

Al-Qur’an Itu Up to Date: Memahami Keajaiban Kitab Suci yang Tak Lekang Oleh Zaman

5 Mins read

Diskursus tentang Al-Qur’an sebagai kitab suci yang relevan sepanjang zaman selalu menghadirkan pembahasan yang menarik dan mendalam. Banyak kalangan mempertanyakan bagaimana mungkin Al-Qur’an yang diturunkan dalam konteks sosial-budaya Arab abad ke-7 tetap mampu menjawab persoalan-persoalan manusia yang terus berkembang seiring meluasnya umat Islam, perubahan ruang dan waktu, serta meningkatnya kompleksitas kehidupan modern.

Hal-hal tersebut semakin penting ketika disadari bahwa tafsir Al-Qur’an berkembang dari masa ke masa. Setiap mufasir menghadirkan cara pandang yang berbeda sesuai ruang hidup, tradisi keilmuan, serta kebutuhan masyarakat pada zamannya.

Karena itu, lahirlah keragaman penafsiran yang terkadang tampak berbeda, namun tetap berada dalam koridor metodologi yang sah.
Selain itu, Al-Qur’an diturunkan melalui peristiwa-peristiwa tertentu (asbāb al-nuzūl) yang berkaitan dengan situasi masyarakat Arab pada waktu itu. Hal inilah yang melatarbelakangi pembahasan dalam tulisan ini.

Namun, ada beberapa kata yang terlebih dahulu perlu diuraikan secara mendalam sebelum menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan, yaitu: Al-Qur’an, tafsir, teori kebenaran, dan asbāb al-nuzūl. Dengan demikian, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan gambaran utuh mengenai hubungan antara kemutlakan wahyu dan dinamika tafsir, serta bagaimana Al-Qur’an dapat terus menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman.

Al-Qur’an

Manna’ Khalil dalam Mabāhiṡ-nya mengatakan bahwa, Al-Qur’an sulit—jika enggan dikatakan mustahil—ditentukan dengan definisi-definisi logis yang berbentuk genus, diferensia, dan karakteristik sehingga dapat menjadi batasan (definisi) hakiki. Definisi hakikinya adalah menghadirkannya sebagai sesuatu yang sudah dikenal dalam pikiran atau disaksikan melalui indera.

Namun demikian definisi Al-Qur’an yang populer di kalangan pakarnya adalah firman Allah, yang diturunkan kepada Muhammad Saw., yang menjadi ibadah ketika dibaca, yang diawali dengan surah al-Fātihah dan diakhir dengan surah al-Nās.

Tafsir

Secara bahasa “tafsīr” berarti menjelaskan. Adapun secara istilah tafsir Al-Qur’an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Ada banyak definisi tafsir Al-Qur’an menurut para ulama, namun penulis cukupkan dengan definis di atas.

Teori Kebenaran

Pembicaraan tentang kebenaran akan membawa kita kepada deskripsi manusia sebagai makhluk pencari kebenaran. Pembicaraan ini juga akan mengantarkan kita kepada tiga teori kebenaran, yaitu teori korespondensi, teori konsistensi, dan teori pragmatis.

Teori korespondensi mengatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Teori konsistensi menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara satu pernyataan dengan pernyataan lain yang telah lebih dahulu kita ketahui, terima, dan akui kebenarannya. Suatu pernyataan dianggap benar apabila mendapatkan penyaksian dari putusan-putusan terdahulu yang telah diterima sebagai benar.

Baca...  Jadal Dalam Al Qur’an, Seni Dialog Ilmiah Untuk Mencari Kebenaran

Terakhir, teori pragmatis. Teori ini menyatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut memiliki faedah bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, suatu pernyataan itu benar jika memiliki nilai praktis.

Demikian secara ringkas teori-teori kebenaran yang dikemukakan oleh para pakar. Apa yang mereka kemukakan tentu tidak terlepas dari berbagai kritik dari para pakar lainnya. Demikianlah adanya sebuah teori.

Asbāb al-Nuzūl

Asbāb al-Nuzūl merupakan salah satu cabang dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Meskipun pengetahuan tentang Asbāb al-Nuzūl suatu ayat tidak bersifat pasti (qath‘iyy al-tsubūt), dan sebagian ulama berpendapat bahwa pengetahuan tersebut tidak memiliki manfaat karena hanya bersifat sejarah atau cerita, namun banyak ulama lain menegaskan bahwa memahami cabang ilmu ini sangat penting dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Ada banyak manfaat yang diperoleh dari mengetahui Asbāb al-Nuzūl. Betapa tidak, para ulama memberikan perhatian besar terhadapnya hingga mereka menulis berbagai kitab khusus mengenai tema tersebut. Cukuplah di sini disebutkan ungkapan Imam al-Wāhidī—sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ali al-Shābūnī dalam Al-Tibyān fī ‘Ulūm al-Qur’an—tentang pentingnya Asbāb al-Nuzūl.:

لا يمكن معرفة تفسير الاية دون الوقوف على قصتها, وبيان نزولها.

Tidak mungkin memahami tafsir suatu ayat tanpa menelusuri kisahnya dan menjelaskan sebab turun (asbāb al-nuzūl)-nya.

Dinamika Pemahaman Al-Qur’an: Antara Kebenaran Mutlak Wahyu dan Keterbatasan Tafsir Manusia

Subjudul ini berangkat dari dua pertanyaan, yaitu: “bagaimana memahami konsep bahwa Al-Qur’an relevan sepanjang zaman sementara tafsirnya terus berkembang dan bersifat dinamis?” dan “Apakah manusia dapat mengetahui kebenaran mutlak dari Al-Qur’an, atau hanya memahami sebatas interpretasi yang bersifat subjektif?”

Selain definisi Al-Qur’an dalam diskursus ilmu-ilmu Al-Qur’an di atas, jika merujuk ke Al-Qur’an, maka dapat diketahui bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk/Huda[n] (baca: QS. Al-Baqarah [2]: 2), obat/Syifā’(baca: QS. Al-Isra’ [17]: 82), peringatan/Żikrā/Tażkirah (baca: QS. Al-A’raf [7]: 2), dan rahmat/Rahmah (baca: QS. Al-Isra’ [17]: 82).

Imam al-Ghazali dalam Iḥyā’-nya mendeskripsikan Al-Qur’an. Beliau menulis:

[القران] لا تنقضي عجائبه ولا تتناهى غرائبه لا يحيط بفوائده عند أهل العلم تحديد ولا يخلقه عند أهل التلاوة كثرة الترديد. اه.

Al-Qur’an—keajaibannya tidak akan pernah habis dan keunikannya tidak akan pernah berakhir. Para ahli ilmu tidak dapat membatasi manfaat-manfaatnya, dan bagi para pembacanya, ia tidak akan usang meski sering diulang-ulang.

Baca...  Kurikulum Tanpa Silabus: Pelajaran dari Kitab Kuning di Tengah Kota

Senada dengan itu, penyair kenama Mesir, Ahmad Syauqi, berkata, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ali al-Shābūnī:

جاء النبيون بالايات فانصرمت # وجئتنا بكتاب غير منصرم
اياته كلما طال المدى حدد # يزينهن جال العتق والقدم

Para nabi datang dengan mukjizat-mukjizat, lalu semuanya pun sirna, sedangkan engkau datang kepada kami dengan sebuah kitab yang tidak akan sirna.
Ayat-ayatnya, semakin panjang rentang waktu berlalu, semakin jelas maknanya;hiasannya justru bertambah indah karena keanggunan ‘keusangan’ dan ketuaannya.

Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam senantiasa relevan sepanjang masa, sejak diturunkan hingga Hari Kiamat. Relevansi tersebut dapat dilihat dari banyak aspek. Salah satunya adalah lahirnya beragam corak penafsiran terhadap Al-Qur’an yang terus berkembang sejak wafatnya Nabi Muhammad Saw. hingga hari ini.

Dalam kajian ilmu Al-Qur’an, dikenal berbagai corak penafsiran seperti tafsir bi al-riwāyah (berbasis riwayat), bi al-ra’yi (berbasis ijtihad dan nalar), hingga tafsir bercorak maqāṣidī (berorientasi pada tujuan-tujuan syariat).

Keberagaman corak ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan yang sangat kaya, yang maknanya selalu dapat digali dan diaktualisasikan sesuai konteks zaman. Dengan demikian, ungkapan bahwa “tafsir Al-Qur’an terus berkembang dan bersifat dinamis” merupakan bukti kuat bahwa Al-Qur’an memiliki relevansi lintas waktu.

Selain itu, sebagai sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an memuat berbagai ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesama, serta manusia dengan lingkungan. Seluruhnya disampaikan secara komprehensif dan dapat diterapkan dalam berbagai kondisi kehidupan.

Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam karyanya Al-Qur’ān al-Karīm: Bunyatuh al-Tasyrī‘iyyah wa Khashā’iṣuh al-Ḥaḍāriyyah menulis:

القرأن المجيد دستور الحياة الانسانية وشريعة المجتمع البشري في كل عصر واوان, وفي كل زمان ومكان, ومن اجل تعمير الدنيا وتقدمها والتفوق فيها والفوز والجناة في عالم الاخرة وهو كتاب اصلاح وبناء وتحضر شامل كل ما يطمح اليه الانسان. اه.

Al-Qur’an adalah konstitusi bagi kehidupan manusia dan syariat bagi masyarakat manusia di setiap masa dan zaman, di setiap waktu dan tempat. Ia diturunkan demi membangun dan memakmurkan dunia, memajukannya, meraih keunggulan di dalamnya, serta mencapai kemenangan dan balasan kebaikan di akhirat. Ia adalah kitab perbaikan, pembangunan, dan peradaban yang mencakup segala hal yang dicita-citakan oleh manusia.

Baca...  Memahami Pengelolahan Sampah di Desa

Tafsir-tafsir atas Al-Qur’an yang ditulis oleh ulama klasik maupun kontemporer bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam memahami ajaran-ajarannya. Tentu tafsir-tafsir tersebut bukanlah Al-Qur’an, melainkan sekadar upaya manusia untuk memahami dan menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. di dalamnya.

Merujuk kembali pada definisi tafsir Al-Qur’an di atas, frasa “…sesuai kemampuan manusia” menunjukkan bahwa ketidaktahuan terhadap ayat-ayat mutasyabihat bukanlah suatu kekurangan, dan tidak pula mengurangi nilai sebuah tafsir hanya karena tidak mengetahui hakikat sebenarnya dari kehendak Allah Swt.

M. Quraish Shihab menulis dalam Tafsir al-Mishbāh, “Kemampuan [manusia/ulama dalam memahami maksud Al-Qur’an] itu bertingkat-tingkat, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari Al-Qur’an bertingkat-tingkat pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda, sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda antara satu dengan yang lain.”

Secara sepintas, tafsir atas Al-Qur’an tampak bersifat subjektif karena sedikit banyak dipengaruhi oleh kecenderungan penafsirnya. Kecenderungan ini bisa muncul dalam hal mazhab yang dianut hingga latar politik. Namun, selama penafsiran dilakukan tanpa menyimpang dari kaidah-kaidah baku yang telah disepakati para ulama, maka hasil penafsiran tersebut tetap dianggap benar dan objektif.

Oleh karena itu, salah satu syarat mutlak yang harus dikuasai oleh seorang penafsir adalah memahami dan menguasai Maqāshid al-Syarī‘ah, selain ilmu-ilmu alat lain yang diperlukan dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Penutup

Ada banyak hal yang masih perlu dibahas terkait tema dalam tulisan ini. Namun, karena keterbatasan ruang, penulis cukupkan sampai di sini terlebih dahulu. Pada tulisan selanjutnya, insyaallah penulis akan membahas contoh-contoh perbedaan para ulama dalam menafsirkan Al-Qur’an yang tetap dianggap benar atau objektif. Pembahasan tersebut akan penulis tinjau dengan menggunakan tiga Teori Kebenaran yang telah dipaparkan dalam tulisan ini.
Sekian, wallahu a’lam.

Referensi

Al-Shābūnī, Muhammad Ali. Al-Tibyān fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, 2003.
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. 7 ed. Bina Ilmu, 1987.
Gazālī, Abū Ḥāmid Muḥammad bin Muḥammad al-. Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Vol. 1. Dar al-Ma‘rifah, Beirut, t.t.
Qaṭṭān, Mannāʿ ibn Khalīl al-. Mabāḥiṡ fī ʿUlūm al-Qur’ān. 3 ed. Maktabat al-Maʿārif li al-Nashr wa al-Tawzīʿ, 1421.
Quṭb, Sayyid. Fī Ẓilāl al-Qur’ān. 32 ed. Dār al-Syurūq, 2003.
Shihab, Moh Quraish. Tafsir al-Mishbāh: pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an. Cet. 6. Lentera Hati, 2005.
Wahbah Al-Zuhayli. Al-Qur’ān al-Karīm: Bunyatuh al-Tasyrī‘iyyah wa Khashā’iṣuh al-Ḥaḍāriyyah. Dar Al-Fikr, 1993.

2 posts

About author
Seorang mahasiswa/sarjana dari UIN Sunan Kalijaga jurusan PAI yang menjadi penulis lepas di beberapa media massa dan peneliti seputar pendidikan Islam, ilmu-ilmu keislaman, dan sejarah Islam.
Articles
Related posts
EsaiFilsafat

Hermeneutika Sebagai Filsafat Penafsiran di Era AI

2 Mins read
Dalam buku terbarunya yang berjudul Hermeneutika: Pengantar ringkas, Prof. Bambang Sugiharto–salah seorang filsuf terkemuka di Indonesia–mencoba menjelaskan urgensi hermeneutika sebagai bukan hanya…
Esai

Gelar Pahlawan

3 Mins read
Syahdan, Sokrates “tamat” di kursi pesakitan usai menenggak racun cemara sebagai hukuman karena telah dituduh telah “meracuni” akal anak-anak muda Athena. “Racun”…
Esai

Ketegangan dalam Rumah: Ketika Masalah Finansial Menjadi Sumber Pertengkaran

2 Mins read
Ketegangan dalam rumah ketika masalah finansial menjadi sumber pertengkaran. Masalah demikian memang kerap menjadi salah satu alasan kandasnya sebuah ikatan pernikahan. Dirasa…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Tafwid atau Takwil? Pendekatan Eklektik Imam Al Qurthubi Terhadap Ayat Antropomorfisme QS. Al Baqarah Ayat 115

Verified by MonsterInsights