Keislaman

Agnostik dalam Perspektif Al-Qur’an

1 Mins read

Agnostik, sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani agnostos yang berarti tidak tahu. Kalimat ini sering kali digunakan untuk menggambarkan mereka yang berada dalam keraguan antara menerima atau menolak keberadaan Tuhan.

Pandangan ini bukanlah sikap penolakan langsung, melainkan sebuah posisi netral yang menganggap bahwa keberadaan Tuhan tidak dapat dipastikan secara ilmiah atau logis. Dalam Islam, kondisi spiritual ini dapat dianalogikan dengan hati yang belum terbuka untuk menerima kebenaran. Orang agnostik dalam islam digambarkan pada Surah Al-An’am ayat 36:

اِنَّمَا يَسْتَجِيْبُ الَّذِيْنَ يَسْمَعُوْنَۗ وَالْمَوْتٰى يَبْعَثُهُمُ اللّٰهُ ثُمَّ اِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ

Artinya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang mendengar (dengan hati) yang akan memenuhi panggilan (kebenaran). Dan orang-orang mati, Allah akan membangkitkan mereka, kemudian kepada-Nya mereka dikembalikan.”

Surah Al-An’am ayat 36 memberikan ilustrasi tentang orang yang tidak beriman, yang diibaratkan sebagai orang mati (mautā). Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa kematian di sini bukan kematian fisik, melainkan kematian hati yang tertutup dari cahaya iman. Agnostik, dalam konteks ini, bisa dikategorikan sebagai jiwa yang mati karena ketidakmampuannya mendengar dan merespons kebenaran.

Ayat tersebut melanjutkan dengan pernyataan bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang mati, baik secara fisik pada Hari Kiamat maupun secara spiritual melalui hidayah. Dalam tafsir Imam Fakhruddin Ar-Razi, kematian disini memmiliki dua makna yakni kebangkitan ini adalah kebangkitan fisik di Hari Kiamat dan kebangkitan spiritual di dunia.

Dimana Allah menunjukkan kekuasaannya untuk menghidupkan kembali manusia setelah kematian fisik mereka. Kedua, sebagaimana Allah mampu membangkitkan orang mati, Dia juga mampu membangkitkan hati yang mati dengan kehidupan iman. Agnostik yang mencari kebenaran dengan tulus memiliki harapan untuk mendapatkan hidayah jika Allah membukakan hatinya.

Baca...  Sejarah Terciptanya Ilmu Nahu

Kemudian Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan hubungan antara tubuh, akal, dan ruh. Tubuh tanpa ruh akan membusuk dan menjadi tidak berguna. Begitu pula, ruh tanpa akal akan kehilangan arah.

Namun, akal yang tidak mengenal Allah dan tidak tunduk kepadanya ibarat sesuatu yang kosong dan sia-sia. Dengan kata lain, iman kepada Allah dapat memberikan kehidupan sejati kepada jiwa manusia. Bagi agnostik, kondisi ini menggambarkan kebingungan intelektual mereka.

Mereka mungkin memiliki akal, tetapi tanpa mengenal Allah, akal tersebut tidak memiliki arah yang benar. Kebangkitan spiritual adalah proses yang hanya bisa terjadi dengan campur tangan Ilahi.

1 posts

About author
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Articles
Related posts
KeislamanTokoh

Kiyai Syukron Makmun, Ulama Singa Podium Yang Melegenda

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM- K.H. Syukron Makmun, dikenal sebagai “Sing Podium,” adalah seorang ulama dan politikus Indonesia yang berpengaruh. Beliau lahir di Sampang, Madura, pada…
Keislaman

Rabu Wekasan : Dari Sejarah Hingga Hikmah Kehidupan

3 Mins read
Rabu wekasan menjadi tradisi lekat masyarakat erat melestarikan serta mampu memperkenalkan Islam dengan pendekatan budaya yang mampu menarik perhatian lingkungan sekitar. Sayangnya…
EsaiFilsafatKeislaman

Muslim dan Politik, Antara Hitam dan Putih?

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Dahulu, ketika SMA, saya pernah menemukan kawan yang berpandangan bahwa politik itu kotor. Politik menurutnya adalah tempat para munafik bersatu hanya untuk…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
KeislamanTafsir

Tuntunan Al-Qur’an dalam Menyikapi Pelecehan Agama: Penafsiran QS. An-Nisa’:140 dan Al-An’am: 108

Verified by MonsterInsights