Mar’atul Mufiddah
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Sunan Ampel Surabaya
e-mail: mufiddahmaratul@gmail.com
Abstract : The phenomenon of gamophobia is increasing in the digital era, characterized by the reluctance of the younger generation to marry due to various psychological and social factors. This research aims to analyze and actualize verses from the Koran about marriage as a solution to overcome the problem of gamophobia. The methodology used is a thematic interpretation (maudhu’i) approach to marriage verses in the Al-Qur’an, combined with psychological and social analysis of the phenomenon of gamophobia in the digital era. The research results show that the Qur’an offers a comprehensive perspective on marriage which can be a solution for gamophobia sufferers, including: the concepts of sakinah, mawaddah, wa rahmah as the foundation of family life, marriage as a complement to faith and perfecting half of religion , and practical strategies in building a harmonious husband-wife relationship. This research concludes that the actualization of Al-Qur’an values regarding marriage can be an effective solution to overcome gamophobia, by combining spiritual and psychological approaches. And social that is relevant to the challenges of this digital era.
Keyword : Gamophobia, Al-Qur’an, marry, digital era,
Abstrak : Fenomena gamophobia semakin meningkat di era digital, hal itu diketahui dari keengganan generasi muda untuk menikah disebabkan beberapa faktor seperti faktor psikologis dan faktor sosial. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengaktualisasikan ayat-ayat Al-Qur’an tentang pernikahan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan gamophobia. Metodologi yang digunakan adalah dengan metode analisis media sosial terhadap Qs. Ar-Rum: 21 dalam Al-Qur’an, dikombinasikan dengan analisis psikologis dan sosial terhadap fenomena gamophobia di era digital. Kirannya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an menawarkan perspektif yang komprehensif tentang pernikahan yang dapat menjadi solusi bagi penderita gamophobia, meliputi: konsep sakinah, mawaddah, wa rahmah sebagai fondasi kehidupan berkeluarga, pernikahan sebagai pelengkap keimanan dan penyempurna separuh agama, dan strategi praktis dalam membangun hubungan suami-istri yang harmonis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an tentang pernikahan dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi gamophobia, dengan memadukan pendekatan spiritual, psikologis. Dan sosial yang relevan dengan tantangan di era digital ini.
Kata Kunci : Gamophobia, Al-Qur’an, pernikahan. Era digital.
Pendahuluan
Gamophobia atau ketakutan berlebihan terhadap pernikahan menjadi satu fenomena yang semakin relevan dan meningkat pada era digital saat ini. bagaimana tidak, hampir seluruh masyarakat saat ini merupakan pengguna media sosial sehingga hal itu dapat mempengaruhi persepsi tentang pernikahan. Postingan – postingan yang mengarah kepada perselingkuhan, KDRT, tekanan sosial,maupun penyebab kegagalan pernikahan lainnya berkontribusi menguatkan ketakutan ini. Era digital saat ini tanpa disadari telah mengubah pola pikir tiap orang dalam memandang dan menjalani suatu hubungan. Berbagai aplikasi atau melalui aplikasi seseorang bisa dengan mudah mendapatkan kekasih, tapi media sosial juga berpotensi kuat membentuk standar ideal pasangan sehingga tidak sedikit orang – orang manaruh kekhawatiran dan keraguan berlebihan sehubungan dengan hubungan jangka panjang seperti pernikahan. Munculnya berbagai gambaran idealnya hubungan di media sosial melahirkan ekspektasi yang tidak relevan. Hal ini makin memperkeruh kekhawatiran akan kegagalan dalam hubungan pernikahan.[1]
Prevalensi fenomena ini semakin mengkhawatirkan, survei penurunan angka pernikahan di Indonesia yang telah dicatat oleh Badan Pusat Statistika setiap tahunnya menyebutkan angka penurunan terendah didapati pada tahun 2023. Adanya data tersebut menjadi salah satu implikasi dampak daripada gamophobia. Terlebih lagi gamophobia ini seringkali dikaitkan dengan kesehatan mental seseorang seperti depresi, stress, dan melahirkan tantangan lain untuk pakar kesehatan maupun pakar psikolog. Jika fenomena ini ditarik ke ajaran maupun pemahaman tentang pernikahan yang ada pada Al-Qur’an ini sangat bertolak belakang. Di dalam Al-Qur’an pernikahan ini diibaratkan suatu ketenangan, rahmat, kasih sayang, sunnah nabi yang kemudian oleh generasi muda saat ini malah memandang pernikahan seperti beban masalah atau tantangan kebebasan pribadi. Tantangan implikasi nilai pernikahan pada Al-Qur’an saat ini semakin diberatkan oleh postingan – postingan di media sosial yang isinya menggambarkan kegagalan dan pahitnya pernikahan. Sehingga melahirkan skeptis antara menjalankan nilai-nilai pernikahan dalam Islam dan berhadapan dengan fakta sosial yang terus berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini diperlukan aktualisasi ayat pernikahan Al-Qur’an dalam menghadapi era digital ini.[2]
Kajian literatur sehubungan dengan gamophobia dan korelasinya dengan Al-Qur’an pada era digital saat ini membuat saya tertarik untuk mencari tau lebih banyak penelitian beberapa peneliti. Salah satunya yaitu skripsi yang ditulis oleh Hanifah Putri Riakiyani ( 2023 ) peneliti menyebutkan interpretasi ayat-ayat pernikahan yang ada dalam Al-Qur’an yang menawarkan solusi untuk menghadapi fenomena ini. kemudian sebuah jurnal yang ditulis oleh Mirna Nur Aulia ( 2024 ) dalam tulisannya mengungkapkan kehadiran media sosial ini diibaratkan dua mata pisau, di satu sisi menambah wawasan namun di sisi lain mengarah pada hal negatif seperti informasi perselingkuhan yang diunggah korban membuat seseorang seakan merasakan yang dialami korban sehingga menyimpulkan untuk tidak mau menikah. Maka dari itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dan menambah literatur yang ada pada Al-Quran untuk kemudian mengatasi gamophobia di era digital ini.
Adanya penelitian ini tidak lain untuk menganalisis ayat pernikahan pada Al-Qur’an kemudian dihubungkan ke fenomena ini sehingga dapat memberi solusi kepada penderita gamophobia. Pada penelitian kali ini akan dilakukan analisa faktor penyebab gamophobia yang sesuai dengan tantangan di era digital kemudian mengaktualisasikan nilai- nilai pernikahan yang terkandung di dalam Al-Qur’an lewat pendekatan yang menggabungkan studi Qur’an dan analisis sosial – digital sehingga harapannya sedikit banyak penelitian ini bisa berkontribusi mencari jalan terang untuk fenomena gamophobia ini. Signifikansi pada penelitian ini terdapat pada kontribusinya untuk mengaktualisasikan ayat-ayat pernikahan di era digital ini. jadi peneliti merelevansi ayat – ayat pernikahan ditengah perubahan sosial yang cepat sehingga tulisan ini turut berusaha mengatasi masalah ketakutan menikah lewat pendekatan ayat – ayat pernikahan dalam Al-Qur’an.[3]
Pernikahan Perspektif Hukum Islam
- Pengertian Pernikahan
Kata pernikahan kalau dilihat dari segi bahasa memiliki makna mengumpulkan atau menghimpun, namun ada juga yang berpendapat bahwa makna hakiki nikah ialah bersetubuh. Kemudian untuk kata akad dalam syara’ artinya ijab qabul dengan tujuan menghalalkan yang sebelumnya diharamkan yaitu bersetubuh yang dikukan antara perempuan dan laki-laki dengan hubungan yang sah menurut agama Islam. sedangkan kata nikah dalam segi istiah memiliki makna akad yang berisi syarat dan rukun yang telah disebutkan dalam agama Islam. beberapa ulama juga mengemukakan arti pernikahan salah satunya Imam Syafi’I menmaknai nikah merupakan suatu akad yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang mana kemudian hubungan intim antara keduanya halal dengan tujuan melahirkan keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga dengan berdasar pada rasa cinta dan keberkahan Allah.[4]
Dari pengertian makna pernikahan dari segi bahasa, syara’, istilah, dan pandangan ulama’ bisa dilihat ke empatnya memiliki persamaan makna. Oleh karenanya, bisa ditarik kesimpulan bahwa pernikahan itu adalah pengucapan secara lafadz akad atau ijab qabul yang diucapkan pihak mempelai laki-laki sebagai bentuk serah terima wali calon mempelai perempuan kepadanya sehingga halal lah hubungan intim antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan untuk kemudian menghasilkan generasi garis keturunannya sehingga terbentuklah keluarga kecil berlandaskan syariat Islam. adanya pernikahan sendiri merupakan salah satu bentuk kepedulian Allah untuk seluruh hambanya agar dapat melampiaskan hawa nafsunya dengan halal sesuai ajaran islam. Allah telah memberikan cara terbaik agar martabat dan kehormatan hambanya tetap terjaga dan melindungi hambanya agar tidak jatuh kedalam jurang maksiat sebab hawa nafsu semata.[5]
- Tujuan Pernikahan
Sebagaimana yang telah disebutkan pada Al-Qur’an mengenai anjuran menikah kepada seluruh hamba pada QS. Az-zariyat : 49
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Yang artinya : “Dan segala sesuatu di alam semesta telah Kami ciptakan secara berpasang-pasangan untuk saling melengkapi. Yang demikian ini agar kamu selalu mengingat kekuasaan dan kebesaran Allah”
Pada penggalan ayat tersebut Allah telah berfirman bahwa segala sesuatu yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini selalu berpasang-pasangan sehingga kita akan senantiasa mengingat kebesaran Allah. Begitu pula dengan anjuran Rasulullah mengenai pernikahan yang telah memberikan contoh sekaligus kepada umatnya seperti isi dalam hadis berikut :
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: النِّكَاحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Yang artinya : “ nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak mengikuti jalanku.” HR. Ibn Majah
Melihat banyaknya contoh dalil anjuran untuk menikah maka pernikhana sendiri memiliki banyak macam tujuan seperti sebagai alat untuk menjaga dari perbuatan dosa, kedamaian dan ketenangan dzahir batin, penyempurna ibadah, memiliki keturunan dan lain sebagainya.
Fenomena Gamophobia di Era Digital
Pada bulan November 2024, Indonesia tercatat berada di urutan pertama dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak sedunia yakni 157,6 juta. Pasalnya 2 tahun yang lalu Amerika Serikat menempati urutan pertama sedang Indonesia berada di urutan kedua, namun sekarang Amerika Serikat berada di urutan kedua dengan pengguna aktif Tiktok 120,5 juta. Lonjakan pengguna TikTok di Indonesia ini membawa dampak signifikan terhadap tren dan persepsi masyarakat, termasuk pandangan tentang pernikahan. Berbagai konten dengan tagar #Gamophobia, #TraumaRelationship, dan #ToxicRelationship telah ditonton puluhan ribu kali.[6] Fenomena ini menciptakan semacam “viral anxiety” di mana pengalaman traumatis seseorang dapat dengan mudah mempengaruhi ribuan bahkan jutaan penonton lainnya dalam hitungan detik. Menariknya, algoritma TikTok yang sangat personal membuat pengguna yang sekali menonton konten terkait gamophobia akan terus mendapatkan konten serupa di FYP (For You Page) mereka. Hal ini menciptakan apa yang para psikolog sebut sebagai “confirmation bias” – di mana seseorang yang memiliki kecenderungan gamophobia akan semakin dikuatkan ketakutannya karena terus-menerus terpapar konten yang mendukung
ketakutan tersebut.
Gambar 1. Total Postingan Menggunakan Tagar #Gamophobia di TikTok
Berikut adalah contoh video-video konten dan komen terkait Gamophobia yang tersebar :
Gambar 2. Contoh video dan komen sehubungan dengan #Gamophobia di TikTok
Menganalisa lebih lanjut mengenai Gamophobia yang sedang nge-trend di Indonesia dengan memaparkan kegelisahan yang menghantui perempuan maupun laki-laki terhadap pernikahan, salah satunya trauma pada hubungan di masa lalu yang kurang sehat, ketakutan pada hubungan keluarga yang rumit, hilangnya kepercayaan pada lawan jenis, atau kegagalan dalam pernikahan sebelumnya. Sehingga trend ini kemudian seakan membawa generasi muda pada situasi yang paradoks – di satu sisi mereka mendambakan hubungan yang ideal seperti yang sering mereka jumpai di media sosial, namun di sisi lain mereka terjebak dalam lingkaran ketakutan yang semakin mengakar. Fenomena ini semakin diperparah dengan mudahnya akses informasi negatif tentang pernikahan di era digital, mulai dari viralnya kasus perselingkuhan. [7]
Aktualisasi QS Ar-Rum : 21
Allah telah menyiapkan obat untuk setiap penyakit. Mengawali pemulihan dari keterpurukan dengan mengimplementasikan salah satu ayat pernikahan yakni Qs. Ar-Rum : 21
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١
Yang artinya “ Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”
Di tengah derasnya arus informasi era digital ini yang sering kali memicu kecemasan tentang pernikahan, QS. Ar-Rum: 21 hadir memberikan perspektif yang mencerahkan. Ayat di atas tidak sekadar berbicara tentang pernikahan sebagai ritual sosial, tetapi menawarkan konsep yang mendalam tentang bagaimana membangun hubungan yang sehat dan berkelanjutan. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”[8]
Lafadz ” مِّنْ اَنْفُسِكُمْ ” yang artinya “dari jenis kamu sendiri” pada ayat di atas menunjukkan bahwa pasangan adalah cerminan dari diri kita sendiri. Persepsi ini kemudian menjadi sangat relevan untuk menjawab krisis kepercayaan yang dialami para penderita gamophobia. Ketika seseorang memandang calon pasangan sebagai “bagian dari dirinya”, menurut psikologis hal ini dapat membantu meleraikan kecemasan dan membangun trust yang lebih sehat. Pemahaman ini menjadi langkah awal untuk menyembuhkan trust issues dan mengubah persepsi negatif tentang lawan jenis yang sering kali disebabkan oleh pengungkapan berlebihan terhadap konten toxic relationship di era digital ini.
Selanjutnya, lafadz ” لِّتَسْكُنُوْٓا ” yang artinya “agar kamu tenteram” sekaligus memberikan jawaban atas kegelisahan yang dialami para penderita gamophobia. Allah SWT secara eksplisit telah menyebutkan bahwa pernikahan seharusnya menjadi sebuah sumber ketenangan, bukan malah kecemasan. teruntuk mereka yang mengalami trauma dari toxic relationship atau ketakutan akan kegagalan, konsep ini mengajarkan bahwa ketenangan bisa dibangun secara bertahap. Dimulai dari menemukan ketenangan berfikir dalam kesendirian, melakukan digital detox, hingga membangun perhatian berbasis spiritual.
kemudian lafadz ” مَّوَدَّةً ” yang artinya “cinta yang memberdayakan” pada ayat di atas memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar “cinta” seperti yang sering digambarkan di media sosial. Mawaddah sendiri merupakan bentuk cinta yang membuat pasangan saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. oleh karena itu, sangat berbeda dengan gambaran cinta di media sosial yang kerap kali hanya menampilkan kemewahan dan kemesraan di unggahan saja .Bagi penderita gamophobia yang mengalami ketakutan akan pengkhianatan atau fear of commitment, pemahaman tentang mawaddah ini bisa menjadi penawar dengan membantu mentransformasi trust issues menjadi trust building yakni mengajarkan bahwa cinta dalam pernikahan bukan hanya soal perasaan yang naik-turun, tapi lebih kepada komitmen untuk saling membangun kepercayaan. Cinta seperti ini dibangun atas dasar agama yang kuat, sehingga bisa bertahan menghadapi berbagai tantangan.
terakhir lafadz ” رَحْمَةًۗ” yang artinya “kasih sayang” menjadi solusi bagi mereka yang pernah mengalami masa kelam pada keluarga seperti broken home atau ketakutan akan konflik rumah tangga. lafadz Rahmah mengajarkan bahwa kasih sayang dalam pernikahan bersifat unconditional atau tidak bersyarat dan tidak terbatas waktu atau tidak seperti rasa suka yang bisa hilang kapan saja. Konsep tentang rahmah ini membantu seseorang menjadi lebih kuat secara mental dan emosional. Ketika makna rahmah diimplementasikan dalam keluarga, maka akan tercipta lingkungan yang penuh kasih sayang dan saling memahami. Bagi penderita gamophobia memahami konsep rahmah ini bisa mengurangi ketakutan mereka tentang beratnya tanggung jawab dalam pernikahan.
Selain mengimplementasikan nilai-nilai QS. Ar-Rum: 21 kita juga bisa melakukan beberapa cara praktis seperti diawali dengan meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan Al-Qur’an untuk menenangkan kecemasan, menulis diary atau jurnal yang berisi renungan spiritual tentang pernikahan, kemudian bergabung dengan kelompok diskusi yang membahas pernikahan dari sudut pandang agama. Dan yang tidak kalah pentingnya, di zaman serba digital ini penting sangat untuk memilih, menyaring konten-konten positif tentang pernikahan, mengurangi konsumsi konten-konten negatif yang bisa memicu ketakutan akan pernikahan, dan beralih bergabung dengan komunitas online yang saling mendukung.[9]
Melalui pemahaman dan implementasi nilai-nilai QS. Ar-Rum: 21, penderita gamophobia dapat secara bertahap menyembuhkan trauma masa lalu, membangun perspektif positif tentang pernikahan, dan mengembangkan kepercayaan yang sehat untuk hubungan masa depan. Melalui QS. Ar-Rum: 21, dapat dilihat bahwa Islam tidak hanya memberikan petunjuk berupa teori, tetapi juga memberikan solusi praktis yang bisa diterapkan untuk menghadapi masalah-masalah di zaman sekarang termasuk dalam mengatasi ketakutan akan pernikahan yang semakin banyak terjadi di era digital ini.
Kesimpulan
Fenomena gamophobia atau ketakutan berlebihan terhadap pernikahan semakin meningkat di era digital, khususnya di Indonesia sebagai negara dengan pengguna TikTok terbanyak di dunia (157,6 juta pengguna). Media sosial, terutama TikTok, berperan signifikan dalam membentuk persepsi negatif tentang pernikahan melalui konten-konten dengan tagar #Gamophobia yang viral dan menciptakan “confirmation bias”.
Al-Qur’an, khususnya QS. Ar-Rum: 21, menawarkan solusi komprehensif untuk mengatasi gamophobia melalui beberapa konsep kunci yaitu “مِّنْ اَنْفُسِكُمْ” (dari jenis kamu sendiri) yang mengajarkan bahwa pasangan adalah cerminan diri untuk membangun trust yang lebih sehat, “لِّتَسْكُنُوْٓا” (agar tenteram) yang menekankan bahwa pernikahan seharusnya menjadi sumber ketenangan, “مَّوَدَّةً” (cinta yang memberdayakan) yang menunjukkan konsep cinta yang tidak hanya bersifat romantis tapi juga saling menguatkan, dan “رَحْمَةًۗ” (kasih sayang) yang menawarkan konsep kasih sayang yang tidak bersyarat dan berkelanjutan.
Implementasi nilai-nilai QS. Ar-Rum: 21 juga dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan praktis seperti meditasi Qur’ani, penulisan jurnal spiritual, bergabung dengan komunitas diskusi keagamaan, serta melakukan kurasi konten positif di media sosial. Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak hanya memberikan panduan teoretis tetapi juga solusi praktis yang relevan dengan tantangan zaman modern dalam mengatasi gamophobia.
Daftar Pustaka
Muhamad Fikri Asy’ari and Adinda Rizqy Amelia, “Terjebak dalam Standar Tiktok: Tuntutan yang Harus Diwujudkan? (Studi Kasus Tren Marriage is Scary),” Jurnal Multidisiplin West Science 3, no. 09 (September 29, 2024): 1438–45, https://doi.org/10.58812/jmws.v3i09.1604.
R MR and MS MV, “Fear of Commitment: A Study About Prevalence of Gamophobia Among Youth and Its Psychosocial Implications,” no. Query date: 2024-10-07 14:35:09 (2024), http://136.232.36.98:8080/xmlui/handle/123456789/5416.
Hanifah Putri Rizkiyani, “Gangguan Gamophobia di kalangan generasi z UIN Maulana Malik Ibrahim Malang analisis Maqashid Syariah: Studi pandangan tokoh Majelis Ulama Indonesia Kota Malang” (undergraduate, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2024), http://etheses.uin-malang.ac.id/68968/.
Muhammad Yunus Syahmad, “HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM,” n.d.
Fathur Rahman Alfa, “PERNIKAHAN DINI DAN PERCERAIAN DI INDONESIA,” Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS) 1, no. 1 (June 15, 2019): 49–56, https://doi.org/10.33474/jas.v1i1.2740.
Rizkiyani, “Gangguan Gamophobia di kalangan generasi z UIN Maulana Malik Ibrahim Malang analisis Maqashid Syariah.”
A Arrosyid, Muhammad Sigit , “Konsep Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah Surat Ar Rum Ayat 21 (Studi Perbandingan Tafsir Ibnu Katsir DenganTafsir At Thabari)”BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA,
Fathoni,Achmad. Nur Faizah. “Keluarga Sakinah Perspektif Psikologi (Upaya Mencapai Keluarga Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah), Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol. 16 No. 2 (Desember, 2018)
“Kholis, Journal manager 2. ” TAFSIR KONTEKSTUAL TUJUAN PERNIKAHAN DALAM SURAT, 10-23,” n.d.
[1] Muhamad Fikri Asy’ari and Adinda Rizqy Amelia, “Terjebak dalam Standar Tiktok: Tuntutan yang Harus Diwujudkan? (Studi Kasus Tren Marriage is Scary),” Jurnal Multidisiplin West Science 3, no. 09 (September 29, 2024): 1438–45, https://doi.org/10.58812/jmws.v3i09.1604.
[2] R MR and MS MV, “Fear of Commitment: A Study About Prevalence of Gamophobia Among Youth and Its Psychosocial Implications,” no. Query date: 2024-10-07 14:35:09 (2024), http://136.232.36.98:8080/xmlui/handle/123456789/5416.
[3] Hanifah Putri Rizkiyani, “Gangguan Gamophobia di kalangan generasi z UIN Maulana Malik Ibrahim Malang analisis Maqashid Syariah: Studi pandangan tokoh Majelis Ulama Indonesia Kota Malang” (undergraduate, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2024), http://etheses.uin-malang.ac.id/68968/.
[4] Muhammad Yunus Syahmad, “HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM,” n.d.
[5] Fathur Rahman Alfa, “PERNIKAHAN DINI DAN PERCERAIAN DI INDONESIA,” Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS) 1, no. 1 (June 15, 2019): 49–56, https://doi.org/10.33474/jas.v1i1.2740.
[6] Rizkiyani, “Gangguan Gamophobia di kalangan generasi z UIN Maulana Malik Ibrahim Malang analisis Maqashid Syariah.”
[7] Fathoni,Achmad. Nur Faizah. “Keluarga Sakinah Perspektif Psikologi (Upaya Mencapai Keluarga Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah), Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol. 16 No. 2 (Desember, 2018)
[8] A Arrosyid, Muhammad Sigit , “Konsep Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah Surat Ar Rum Ayat 21 (Studi Perbandingan Tafsir Ibnu Katsir DenganTafsir At Thabari)”BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA,
[9] “Kholis, Journal manager 2. ” TAFSIR KONTEKSTUAL TUJUAN PERNIKAHAN DALAM SURAT, 10-23,” n.d.