Perbedaan suku sering kali menjadi pijakan dasar atas terjadinya suatu konflik atau perpecahan, tujuannya adalah untuk mengunggulkan sukunya masing-masing.
Konflik antar suku sering terjadi di Indonesia karena Indonesia adalah negara yang memiliki ribuan suku. Oleh karena itu, konflik sering terjadi di tengah keberagaman disertai faktor-faktor yang memicunya, seperti masalah sosial, ekonomi dan sebagainya.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, terutama sila ketiga, “Persatuan Indonesia” yang mengajarkan pentingnya menjaga kesatuan dan kebersamaan dalam perbedaan.
Sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, sudah seharusnya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan untuk membangun solidaritas, bukan sebagai alasan untuk saling bertikai.
Berkaitan dengan hal ini, Jauh beberapa abad yang lalu ternyata Alqur’an terlebih dahulu menginformasikan dan memberikan pelajaran bahwa manusia diciptakan bersuku-suku tidak lain untuk saling mengenal satu sama lain dan memberi pelajaran untuk membangun hubungan yang harmonis. Hal yang demikian tertulis seperti yang ada pada QS. Al-Hujarat [49] ayat 13.
يَٰأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Wahai manusia! sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”
Ayat ini telah menginformasikan tentang penciptaan manusia bahwa Allah sengaja menciptakan manusia dari berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah untuk saling mengenal, bukan saling menjatuhkan satu sama lain.
Poin penting dari apa yang diinformasikan oleh ayat ini adalah pelajaran yang terkandung dalamnya, yaitu untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan. Walaupun berbeda suku tapi hakikat manusia adalah berasal dari asal-usul yang satu. Begitu juga manusia yang baik dilihat dari ketakwaan dan kebaikannya, bukan dari sukunya.
Pemahaman yang demikian selaras dengan pendapat Buya Hamka yang ditulis dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Azhar, bahwasanya manusia diciptakan dari berbagai suku adalah untuk saling mengenal. Saling mengenal yaitu ketika seseorang saling bertanya asal-usul keturunannya.
Walaupun telah terpisah jauh, pada hakikatnya manusia adalah memiliki keturunan yang satu. Dengan demikian tidak perlu membeda-bedakan satu sama lain, melainkan menyadari adanya kesamaan keturunan.
Begitu juga menurut Al-Baidawi dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Baidawi, bahwa manusia diciptakan bercabang-cabang atau bersuku-suku tidak lain adalah untuk saling mengenal, bukan malah membanggakan atau mengunggulkan suku dan nenek moyangnya. Sesungguhnya yang membuat seseorang menjadi mulia bukan dari keturunannya, melainkan kebaikan atau ketakwaannya.
Ibnu Kathir dalam kitab tafsirnya yang berjudul Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil juga demikian, bahwa sesungguhnya manusia itu berasal dari nenek moyang atau keturunan yang satu, yaitu Nabi Adam dan Ibu Hawa.
Oleh karena itu, kehormatan manusia hakikatnya sama atau setara karena memiliki asal yang sama. Namun, yang membedakan di antaranya adalah hal yang bersifat agama, yaitu ketaatan kepada Allah dan menganut Rasulnya.
Penafsiran para ulama di atas telah menggambarkan bahwasanya dibalik QS. Al-Hujarat [49] ayat 13 yang redaksinya hanya sebuah informasi, terdapat sebuah pelajaran yang berharga manusia. Ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia berasal dari suku yang berbeda akan tetapi masih satu kesatuan.
Setiap manusia memiliki derajat yang sama walaupun berbeda suku, yang dapat menjadikan orang lebih mulia adalah amal kebaikannya sendiri, yaitu ketakwaannya kepada Tuhan dan menganut Rasulnya.
Pelajaran tersebut penting bagi warga Indonesia, dikarenakan negara Indonesia memiliki ribuan suku sehingga sudah seharusnya untuk menjaga persatuan.
Berbeda suku bukanlah penghalang untuk saling mengenal, karena ayat di atas telah memberitahu bahwa adanya perbedaan adalah untuk saling mengenal, agar yang jauh semakin dekat dan yang renggang semakin karib. Dengan demikian, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bisa menjadi satu kesatuan atau bangsa yang satu.