KeislamanTafsir

Melihat Allah Perspektif Muktazilah Dalam Kacamata Tafsir al-Kasyaf dan Tafsir Tanzih Al-Qur’an an al-Matha’in

4 Mins read

Ideologi Muktazilah

Kemuculan Muktazilah yang dipelopori Wasil bin Atha’ didasari atas tidak sepemahaman dengan gurunya yaitu Hasan al-Basri mengenai pelaku dosa besar. Menurut Wasil bin Atha’ pelaku dosa besar tidak termasuk golongan kafir dan tidak masuk golongan mukmin, mereka semua merupakan golongan orang-orang fasik. Berdasarkan pemikiran Wasil bin Atha’ ini posisi yang tepat bagi pelaku dosa besar ketika di akhirat nanti tidak di surga dan tidak di neraka melainkan di tengah-tengah antara keduanya yang mereka sebut dengan al-manzilah baina al-manzilatain.

Aliran ini sangat mengendepankan rasional dalam aspek apapun bahkan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan wahyu, menurut Muktazilah akal sebagai sumber pengetahuan untuk mengenal Allah dan wahyu. Gagasan yang dibangun oleh kalangan ini sangat berdampak pada produk tafsir Mu’tazilah yang mengendepankan rasional untuk melegitimasi ajaran-ajaran mereka. Jika dikaitkan dengan konteks sekarang, peristiwa ini seharusnya menjadi pelajaran berharga untuk memperkaya wawasan dan memperluas cara berpikir kita.

Tafsir Al-Kasyaf

Tafsir yang masyhur dengan sebutan Al-Kasyaf ini judul lengkapnya al-Kasyaf ‘an Haqaiq Ghawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujub al-Tanzil yang ditulis oleh Abu al-Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari. Banyak penisbatan gelar diperolehnya dikarenakan hazanah keilmuan yang dimilikinya seperti Fakhr Khawarizmi, al- Imam al-‘Allamah, Rais al-Lughawiyyin, dan sebagainya. Zamakhsyari dengan kepakarannya di bidang bahasa menjadikan tafsirnya kental dengan kaidah kebahasaan dalam menggali makna Al-Qur’an.

Penulisan tafsir ini dilatar belakangi atas permintaan suatu kelompok yang menamakan diri al-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adiyah, kelompok yang dimaksud adalah Mu’tazilah. Metode penyusunan tafsirnya berpedoman pada tartib mushafi dengan penjelasan terperinci (tafsili), dengan meguraikan aspek kebahasaan serta berbagai qiraat yang ada sehingga nuansa tafsir ini yaitu lingusitik. Uniknya dalam menafsirkan menggunkan model dialog dan sehingga banyak didapati kata berupa in qulta dan qultu yang seolah-olah terjadi percakapan antara guru dan murid.

Baca...  Bisikan dalam Etika: Batasan Untuk Menjaga Keharmonisan

وُجُوهࣱ یَوۡمَئِذࣲ نَّاضِرَةٌ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةࣱ

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, Melihat kepada Tuhannya”

Sebagai contoh penafsiran pada QS. al-Qiyamah [75]: 22-23, secara umum ayat ini berbicara di akhirat kelak dapat melihat Allah. Zamakhsyari menafsirkan ini memulainya dengan menguraikan pemaknaan al-wajhu (wajah), menurut Zamakhsyari kata al-wajhu ini tidak dapat diterjemahkan jika tidak merujuk pada keseluruhan ayatnya. Kemudian beliau juga menguraikan makna kata nadhirah sebagai berseri-seri yang berasal dari keindahan dan kebahagiaan surga. Kemudian pemaknaan ila rabbiha nazhirah, khususnya nazhirah dimaknai dengan mengharapkan nikmat.

Lebih lanjut dirincikan kata ila tidak diartikan kepada, tetapi diartikan nikmat. Zamakhsyari berargumen bahwa ila merupakan bentuk mufrod dari al-ala’ yang bermakna nikmat yang banyak. Tafsiran ayat ini menurut Zamakhsyari dan golongan Muktazilah dimaknai dengan melihat nikmat Tuhan mereka. Pendekatan bahasa salah satu cara inti dalam penafsiran mereka, Apabila menurut mereka ada ayat yang maknanya beseberangan dengan prinsip dan keyakinan, maka mereka tidak akan segan-segan untuk menghilangkan makna yang dimaksud Al-Qur’an dan memunculkan makna baru yang sejalan dengan mazhab Muktazilah.

Tafsir Tanzih Al-Qur’an ‘an Al-Matha’in

Mengutip dari Tanzih Al-Qur’an ‘an Al-Matha’in, nama lengkap penulis Abu al-Hasan Abd al-Jabbar bin Ahmad bin Abd al-Jabbar al-Hamdani. Kalangan Mu’tazilah apabila mendengar sebutan al-Qadhi maka itu masyhur tertujukan kepada pengarang tafsir ini yaitu Abdul Jabbar. Sewaktu di kota Basrah Abdul Jabbar yang awalnya menganut teologi Asy’ari berpindah ke teologi Muktazilah, perubahan teologi ini terpengaruh oleh keadaan Basrah yang merupakan pusat pengkajian Islam dan Muktazilah dominan disana dan peran guru ilmu kalamnya yaitu Ali Abu Ishaq bib Ayyas.

Penulisan tafsir ini dilatar belakangi oleh Abdul Jabbar sendiri yang ingin memberikan pesan kepada faham-faham di luar faham Muktazilah itu sendiri tentang ayat mutasyabihat yang berkitan erat dengan masalah- masalah ketuhanan. Tafsir ini memuat penjelasan yang bersifat global (ijmali) dengan format penafsiran tanya jawab atas suatu permaslahan dan memberikan jawaban. Berdasarkan ini dalam tafsir ini banyak ditemukan kata mas’alah, fajawabuna, dan wajawabuna. Corak yang mendominasi yaitu dogmatis Muktazilah dengan hanya menafsirkan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih secara singkat dan tidak menafsirkan sepenuhnya Al-Qur’an.

Baca...  Mengenal Qira’at

وُجُوهࣱ یَوۡمَئِذࣲ نَّاضِرَةٌ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةࣱ

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, Melihat kepada Tuhannya”

Sebagai contoh penafsiran pada QS. al-Qiyamah [75]: 22-23. Abdul Jabbar memulai penafsiran dengan pertanyaan “apakah ada dalil kuat bahwa Allah dapat dilihat di akhirat.” Kemudian menjawab dengan redaksi wajawabuna, penafsirannya tidak jauh berbeda dengan Zamakhsyari hanya saja dalam tafsir ini tidak menggunakan pendekatan bahasa. Tafsiran Abdul Jabbar pada ayat ini dimulai dengan menolak kelompok yang berpandangan bahwa Allah dapat dilihat ketika di akhirat nanti, dengan tidak menyebut kelompok aliran yang berpendapat demikian.

Kemudian memberi penjelasan lebih lanjut terhadap pemaknaan ayat ini dengan perspektif Muktazilah. Jika seseorang menolak menyamakan Allah dengan makhluk, maka ia harus mengakui bahwa “melihat” Allah secara fisik tidak mungkin. Sebab melihat adalah proses mata yang mengarahkan pandangan ke sesuatu untuk mengenalinya, dan itu hanya berlaku pada benda-benda fisik. Maka ayat ini harus dipahami secara kiasan yaitu melihat disini mengacu pada sesuatu yang dapat dilihat yaitu al-tsawa>b atau pahala.

Karakteristik Penafsiran Muktazilah

Berdasarkan kedua contoh penafsiran pada ayat yang sama di kedua tafsir tersebut, aliran Muktazilah lebih mengutamakan akal dibanding riwayat atau pendapat ulama lainnya. Produk tafsir Muktazilah cenderung menggunakan pendekatan lingustik, tetapi lingustik tersebut lebih kental dengan kajian balaghah yang bertujuan untuk menakwilkan makna ayat jika tidak sesuai dengan akal. Selain cenderung bernuansa lingusitik, tafsir Muktazilah ini dinilai sangat subjektif dikarenakan unsur pembelaan kepentingan mazhab Mu’tazilah sangat kental ketika menafsirkan ayat.

Dengan kedua contoh penafsiran di atas, kedua tokoh tafsir tersebut dan mewakili pandangan Muktazilah tidak meyakini bahwasannya tidak dapat melihat Allah ketika di akhirat kelak. Meskipun dalam penafsirannya berbeda tetapi inti dari kedua tafsir tersebut sama-sama tidak meyakini konteks melihat Allah dengan kasat mata, melainkan hal yang dapat dilihat adalah nikmat menurut Zamakhsyari dan pahala meurut Abdul Jabbar dalam masing-masing tafsirnya. Kedua penafsir Muktazilah ini dalam menguraikan makna ayat mengenai ru’yatullah menggunakan unsur takwil dengan memalingkan makna نَاظِرَةࣱ yang sudah jelas maknanya melihat, menjadi nikmat dan pahala.

Baca...  Talaq dan Iddah dalam Alquran

Perbedaan Tafsir Al-Kasyaf dan Tafsir Tanzih Al-Qur’an

  1. Secara umum perbedaan mencolok terlihat pada karakteristik kitab tafsir
  2. Metode penjelasan, al-Kasyaf menggunakan Tafsili sedangkan Tanzih Al-Qur’an menggunakan ijmali
  3. Corak, al-Kasyaf dominan linguistik sedangkan Tanzih Al-Qur’an dominan teologis
  4. Al-Kasyaf menafsirkan lengkap 30 juz sedangkan Tanzih Al-Qur’an hanya menafsirkan ayat-ayat mutasyabih secara umum, singkat, dan sederhana.
1 posts

About author
Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya Minat Kajian KeIslaman dan Isu-Isu Kontemporer Ranah Tafsir
Articles
Related posts
Keislaman

Perbedaan Pendapat Sunni dan Muktazilah Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 134

6 Mins read
Dalam khazanah pemikiran Islam, tafsir Al-Qur’an menjadi salah satu bidang kajian yang sangat penting untuk memahami ajaran-ajaran Allah. Tafsir tidak hanya berfungsi…
Keislaman

Perlawanan Palestina Mengahadapi Teroris Israel: Surah At-Tahrim Ayat 9

1 Mins read
Serangan yang terjadi antara Israel dengan Palestina kian berlanjut sampai detik ini. Aksi terorisme dalam bentuk seperti ini, tergolong terorisme yang dilakukan…
Keislaman

Hidup Berdampingan dengan Perbedaan Agama: Toleransi Beragama dalam Interaksi Sosial 

3 Mins read
Interaksi antar masyarakat dari berbagai agama menjadi hal yang tidak terhindarkan di dunia yang semakin terhubung ini. Apabila dilihat dari banyaknya suku,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Membongkar Salah Kaprah Ayat yang Dikaitkan dengan Terorisme

Verified by MonsterInsights