Penulis: Bapa Abdullah Lewo
Tafsir adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada upaya memahami dan menafsirkan Alquran, yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Praktik ini sangat penting dalam Islam karena memperoleh pemahaman yang benar tentang Alquran merupakan tujuan utama dalam praktik keagamaan umat Islam.
Selama berabad-abad, telah muncul beragam interpretasi Alquran yang dikenal dengan berbagai nama, seperti interpretasi alegoris, interpretasi rinci, interpretasi berdasarkan hadis, dan interpretasi filosofis. Semua jenis interpretasi ini bertujuan untuk membantu umat Islam memahami pesan-pesan Alquran dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Di era modern, interpretasi Alquran juga menjadi subjek studi ilmiah dan akademik. Para peneliti dan cendekiawan Islam terus menyelidiki berbagai aspek interpretasi, termasuk metode interpretasi, konteks historis, dan dampaknya dalam pemikiran Islam kontemporer.
Tafsir pada masa ke masa
Setelah Rasulullah SAW meninggalkan dunia ini, para sahabat yang telah mendalami Alquran dan telah mendapat petunjuk langsung dari Rasulullah, merasa terdorong untuk berperan dalam menjelaskan dan menguraikan apa yang mereka pelajari dari Alquran.
Di antara sahabat-sahabat yang ahli dalam bidang tafsir, ada banyak anggota, tetapi sepuluh di antaranya paling terkemuka. Empat di antaranya adalah Khulafaurrosyidin: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib.
Selanjutnya, ada sahabat lain seperti Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair. (Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Alquran (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus,1999), 383)
Generasi ketiga umat Muslim, yang juga dikenal sebagai Tabi’it-tabi’in, menerima warisan pengetahuan dari generasi Tabi’in sebelumnya. Mereka menggabungkan berbagai pandangan dan interpretasi tentang Alquran yang telah disampaikan oleh ulama terdahulu, seperti kelompok Salaf dan Tabi’in, dan menyusunnya dalam bentuk buku tafsir.
Pendekatan mereka mirip dengan tokoh-tokoh seperti Sufyan bin Uyainah, Waki bin al-Jarrah, Syu’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin Harun, Abd bin Hamid, dan lainnya. Mereka adalah pionir yang membuka jalan bagi Ibnu Jarir at-Thabari, yang metodenya kemudian diikuti oleh sebagian besar pakar tafsir. Seiring berjalannya waktu, para ahli tafsir mulai mengembangkan pendekatan tafsir mereka sendiri yang beragam dalam memahami Alquran.
Meskipun begitu, dari awal abad pertama hingga abad ketiga Hijriyah, belum ada buku tafsir Alqur’an yang mencakup penafsiran lengkap dari Alqur’an. Penafsiran Alqur’an secara menyeluruh baru dimulai pada abad keempat Hijriyah.
Langkah awal dalam hal ini diambil oleh Ibn Jarir al-Tabari, yang menulis sebuah karya berjudul “Ja’mi al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an”. Dalam karyanya ini, Imam al-Tabari mengumpulkan informasi dari para pendahulunya yang berkaitan dengan Alqur’an. Ia menggunakan sistem isnad untuk menafsirkan Alqur’an dengan tujuan agar penafsiran tersebut tidak sewenang-wenang dan tetap dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam proses penafsiran Alqur’an, Imam al-Tabari mengumpulkan berbagai hadis, pernyataan dari para sahabat, dan pendapat ulama dengan mencantumkan riwayat dan sanadnya, walaupun banyak dari riwayat dan sanad tersebut tidak selalu dapat dianggap sahih.
Namun, menurut al-Zurqani, hal ini tidak mengurangi nilai ilmiah dari tafsir tersebut. Sebaliknya, dengan menyebutkan riwayat dan sanadnya, Imam al-Tabari memberikan kebebasan kepada pembaca untuk menilai kekuatan hadis dan riwayat yang ia sebutkan dalam tafsirnya.
Ath-Thabari memulai penafsirannya dengan menguraikan alasan di balik penulisan kitab tafsir ini. Dia kemudian menjelaskan ayat-ayat yang sesuai dengan berbagai dialek yang ada pada saat itu, termasuk dialek bangsa lain, serta bahasa-bahasa yang digunakan dalam Alqur’an, baik itu dalam bahasa Arab atau bahasa lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kitab tafsir yang tercatat secara lengkap, baru dimulai pada abad keempat hijriyah yang di pelopori oleh Ibn Jarir al-Tabari yang berjudul “Ja’mi al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an”.
*) Mahasiswa STAI Syubbanul Wathon Magelang.
Editor: Adis Setiawan