KULIAHALISLAM.COM – Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia 2024 (Pemilukada) digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2024 merupakan yang kelima kalinya diselenggarakan di Indonesia, serta merupakan yang pertama kalinya melibatkan seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, terkecuali provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang gubernurnya tidak dipilih. Begitu juga terjadi di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu yang bupati dan wali kotanya ditunjuk oleh Gubernur DKI Jakarta. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada 27 November 2024. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Pilkada 2024 serentak digelar pada tanggal 27 November 2024. Berdasarkan data, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, bahwa ada 37 wilayah yang memiliki pasangan calon tunggal dalam Pilkada 2024. Jika melihat data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Penyelenggaraan Pemilukada serentak di wilayah Indonesia ini, memiliki dinamika gejolak, pandangan kekhasan dalam memaknai kontentasi Pemilukada yang dilaksanakan di setiap daerah, perbedaan dalam menentukan pasangan calon, pemilihan calon pemimpin dan wakil pemimpin yang potensial untuk daerah, dan baik ada wilayah yang surplus menyumbangkan calon pemimpin, ada tiga Paslon gabung dalam koalisi tertentu, dan partai pengusung pun defisitnya kaderisasi calon pemimpin sehingga hanya diikuti Paslon tunggal, melawan kotak kosong di daerah-daerah tertentu.
Pemilukada, pemilihan presiden dan wakil, legislatif, dan atau pemilihan kepemimpinan daerah memiliki perbedaan atau kekhasan dari setiap daerah yang menyelenggarakan pilkada. Karena Pemilu presiden dan legislatif, cakupan sangat luas dari seluruh daerah, sedangkan Pemilukada hanya daerah tertentu saja, dalam melakukan pemilihan kepemimpinan Daerah. Jika pemimpin yang berparadigma tidak hanya berorientasi Kekuasaan, tetapi dengan kekuasaan itu mampu memberi inovatif, akselerasi kemajuan daerah. Kepemimpinan daerah adalah dipilih oleh warga secara demokratis elektoral. Pasangan calon kampanye berkata-kata manipulasi bombastis, mengobok-obok emosianal, mengumbar janji yang muluk-muluk, dan iming-iming sesuatu yang tidak realistis, tidak sesuai dengan kemampuan daerah, sehingga nampak membebani atau merusak tatanan daerah.
Makna Pilkada
Mengapa berpilkada,? Prof. Jhohermansyah Johan (Guru Besar Ilmu Pemerintahan), mengatakan bahwa, adapun maksud dilakukan Pilkada adalah konsekuensi logis dalam hidup bermasyarakat dan bernegara yang menganut sistem Demokratis konstitusional, sehingga dapat memilih kepempimpinan daerah. Untuk memperkuat/penguatan demokratisasi di daerah, bukan perkuat oligarki. Pilkada sebagai mekanisme demokratis yang dilaksanakan secara periodik untuk memilih, mengevaluasi kepemimpinan Daerah. Maka, setelah proses Pemilukada tersebut, akan muncul kepemimpinan yang dapat mewujudkan visi-misi dan program kerja untuk meningkatkan daya saing daerah, dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial dan kesehatan, serta mampu mempercepat akses keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran warga, pun memajukan sarana prasarana infrastruktur dan kondisi masyarakat di daerah. Dengan demikian, saat dan setelah Pilkada tersebut, akan muncul karakteristik kepemimpinan/Pemimpin yang baik dan benar (good governance and good akceselibitas). Pemimpin yang berkualitas, berkeadaban yang bisa berkreasi inovatif untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup warga masyarakat. Pemimpin yang mampu melayani, mengurus, dan menghadirkan inovasi, atau terobosan program kerja yang mampu memajukan dareahnya, pun memberdayakan warganya.
Orasi Komitmen Pemimpin
Pasangan calon pemimpin, kontentasi Pemilukada dalam menyampaikan pidato dihadapan warga dan Masyarakat, cenderung mengeluarkan program janji-janji, iming-iming yang luar biasa, kadang tidak realistis, untuk diwujudkan hanya untuk meraih hati nurani/menggaet suara. Pun, berkata-kata berapi-api hanya untuk mengerahkan massa, berjanji ingin membuka lapangan kerja, beragam sarana sebanyak-banyaknya, menyediakan sarana dan prasarana untuk warga, membantu fasilitas dan modalitas Untuk pekerja bakulan, UMKM dan fakir miskin. Beriming-iming membangun infrastruktur atau sarana fasilitas publik, mesjid mushola, memberi insentif petugas pengajian, dan sebagainya bahkan berencana membangun ruang terbuka hijau taman kota, mengobok-obok suasana batin, dengan menyebar ketakutan, ancaman, intimidasi, persekusi, pemaksaan, manipulatif program kerja, dan bahkan mengklaim program-program kerja yang dilakukan pemimpin sebelumnya, dengan begitu mengaku-ngaku hasil kerja saat periode kepemimpinannya, lebih-lebih mencatut nama presiden, pejabat’ publik, politisi di pusat, serta orang-orang berpengaruh di lingkungan daerah. Padahal tidak ada rekomendasi, dukungan dan komunikasi dengan pihak-pihak bersangkutan.
Bahkan, menyampaikan visi-misi dan program kerja atau pandangan politik hanya berdasar pada kepanjangan program strategis dari pusat, hanya kepanjangan tangan untuk mengagung-agungkan kekuasaan, pun berharap meraup kucuran anggaran pusat.
Selain itu, Paslon kepemimpinan daerah dalam menggaet suara massa, selalu berkata-kata bohong, manipulasi, berubah ubah, tidak konsisten dengan komitmen yang tertuang dalam visi-misi, program kerja, dan gagasan membangun suatu daerah menjadi lebih baik, lebih maju dan beradab. Paslon tersebut mengikuti kontentasi sebagai sarana untuk gagah gagahan, pamer kekuasaan, kemegahan material, pun memburu rente anggaran, menguasai aspek ekonomi politik dan mengendalikan harkat martabat warga masyarakat, pun Paslon tersebut ikutan kontentasi hanya sebatas formalitas legalitas administratif, mencalonkan diri buat mencari pengalaman tetapi tidak ada yang benar-benar lagi bersungguh-sungguh bertekad komitmen untuk membangun, memperbaiki, menata dan mewujudkan visi-misi program, tujuan dan impian dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, akses kesehatan seluruh warga.
Menanti Kiprah Pemimpin
Akhirnya, kontentasi Pemilukada yang di selenggarakan secara serentak seluruh Daerah itu mekanisme demokratis konstitusional yang harus dijalankan, dilewati dan dihadapi oleh setiap Paslon yang maju sebagai kontestan pilkada, kepemimpinan daerah. Namun, tujuan akhir dari kontestasi Pemilukada adalah munculnya, hadirnya atau terpilihnya seorang paslon yang dipilih, dikehendaki, diinginkan dan diharapkan oleh seluruh konstituen warga masyarakat. Secara demokratis konstitusional, setelah pengumuman pemenang atau Paslon terpilih dalam Pemilukada bukanlah akhir dari kontestasi, melainkan awalan setiap paslon Untuk benar-benar, bersungguh-sungguh bertekad dan berkomitmen dalam mewujudkan semua visi-misi, program kerja dan gagasan terobosan prioritas dalam menjawab mengatasi dan menyelesaikan setiap problematika yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, baik dalam bidang insfratruktur dan sarana, pengelolaan sumber daya manusia warga, penetapan tata wilayah kota, dan aspek bidang strategis penunjang kemajuan Daerah.
Karena itu, setelah kontentasi Pemilukada, muncul dan terpilihnya seorang paslon kepemimpinan daerah, akan muncul polarisasi warga pendukung, ada yang menerima dan mendukung Paslon terpilih, ada yang masih menolak, tidak terima kekalahan, penentang dan pengganggu proses penyelenggaraan pemerintahan daerah karena tergabung dalam barisan sakit hati, oposisi brutalitas. Maka, dalam realitasnya, seluruhnya warga-warga masyarakat akan mendukung, menopang dan memberi kesempatan kepada paslon terpilih, untuk mewujudkan semua program yang akan direalisasikan dalam aktivitas kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara.