Esai

Hak Manusia: Melindungi Eksistensi Kemanusiaan

4 Mins read


(Sumber Gambar: Fitratul Akbar)

Oleh: Fitratul Akbar*

KULIAHALISLAM.COM“Kita tidak bisa
melakukan sesuatu sendiri, kita bisa melakukan semuanya dengan kolaborasi”
.
Salah satu pandangan mengatakan, bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang
mempunyai pikiran. Sebagai makhluk Tuhan, manusia mempunyai kedirian, artinya
antara satu dengan orang lain secara tertentu mempunyai perbedaan-perbedaan.

Dengan demikian, manusia
disebut makhluk individu, makhluk yang mempunyai pribadi, mempunyai aku.
Manusia sebagai individu hidup bersama-sama dengan individu lainnya, manusia
hidup dengan sesamanya. Inilah sebabnya manusia disebut makhluk sosial, makhluk
yang hidup bermasyarakat. 

Manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial tidak
hidup secara naif saja (secara mantap seperti kambing, ayam, lembu dan
sebagainya), tetapi manusia hidup menciptakan berbagai hal untuk mencukupi dan
memudahkan serta mengenakkan hidupnya.

Misalnya, manusia membuat
pakaian, rumah, kendaraan, buku-buku, bahkan manusia dapat membuat pesawat
ruang angkasa ulak alik, komputer, yang semuanya itu disebut kebudayaan. Maka
manusia disebut makhluk budaya. Manusia hidup menciptakan kebudayaan, manusia
hidup membudaya.

Dari uraian ditas dapat
disimpulkan bahwa, manusia adalah makhluk Tuhan, makhluk inidvidu, makhluk
sosial dan makhluk budaya. Sebagai individu manusia terdiri atas jiwa dan raga. 

Manusia hidup didunia ini mempunyai ketergantungan, yakni tergantung kepada Tuhan
yang maha esa, tergantung kepada alam dan tergantung kepada sesamanya. 

Pengakuan lain terhadap manusia ialah bahwa manusia mempunyai kemerdekaan,
manusia mempunyai hak-hak asasi dan sekaligus hak asasi dalam konteks hidup
bersama di dalam masyarakat.

Kedudukan Manusia

Manusia adalah makhluk
yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allah SWT seperti jin dan
malaikat. Dikatakan makhluk yang sempurna karena manusia di karunia oleh Allah SWT berupa akal dan nafsu. Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan jin
diciptakan dari api. 


Allah SWT menciptakan malaikat agar senantiasa beribadah
kepada-Nya. Malaikat selalu taat dan tidak pernah bermaksiat pada Allah.
Sedangkan jin diberikan pilihan untuk taat atau bemaksiat pada Allah.
Kebanyakan jin kufur kepada Allah, bahkan golongan jin yang kafir lebih banyak
dari golongan manusia.

Manusia adalah makhluk
sosial, karena manusia hidup bertetangga dengan manusia lainnya. Manusia tidak
akan bisa dan susah hidup tanpa ada orang disekitar yang membantu ketika mengalami
musibah. 

Berbicara mengenai manusia sebagai makhluk sosial. Manusia di ciptakan
dengan berbagai macam agama, suku, ras dan kepercayaan. Maka manusia harus
mampu hidup harmonis dengan segala perbedaan dan keberagaman.

Antropologi Alquran
menyatakan bahwa manusia itu adalah diciptakan dari debu, tanah liat. Lalu
Tuhan meniupkan ruh ke dalamnya. Artinya dalam diri manusia terdapat daya tarik
yang mengajak ke bawah, yaitu ke debu, dan daya tarik lain yang mengajak ke
atas, yaitu ruh. 


Dengan kata lain, dalam diri manusia terdapat daya tarik untuk
melakukan perbuatan tidak baik, dan daya tarik lain untuk melakukan perbuatan
baik.

Manusia yang dapat
melaksanakan tugasnya sebagai wakil Tuhan adalah manusia “teomorfik” seperti
istilah Ali Syariati, yaitu manusia yang didalamnya ada ruh dari Tuhan yang
dapat mengalahkan separuh dari wujudnya yang berhubungan dengan iblis, tanah
liat, dan endapan bercampur air. Ia dapat bebas dari kebimbangan dan
kontradiksi antara “dua kemutlakan”, “ambillah sifat-sifat Allah”. 

Lebih
lanjut, manusia, khalifah Tuhan di bumi, terjun ditengah-tengah alam dan dengan
itu menjadi memahami Tuhan, ia mencari manusia dan dengan itu menemukan Tuhan. 
Ia tidak melewati alam
semesta dan membelakangi umat manusia.(H.A.Mukti Ali, hal:76). 

Manusia memang
makhluk berwajah ganda bahkan berwajah banyak atau multi dimensional. Ali
Syariati, pemikir dan sosiolog muslim dari Iran, memposisikan manusia sebagai
makhluk Tuhan di antara malaikat yang serba suci atau baik dengan iblis yang
serba kotor atau buruk, dan disitulah letak ketegangan kreatif yang bersifat
abadi antara tuntutan untuk berbuat baik atau buruk dalam manusia sepanjang
hayatnya.

Manusia dan Agama

Agama Islam menuntun umat
manusia menggunakan akalnya, sehingga tidak diperbudak oleh nafsu. Akalnya
harus dipergunakan sebaik baiknya, sehingga diri manusia itu bisa terkendali,
menghormati orang lain, mencintai dan mengasihi serta dapat menyadari diri
sebagai hamba yang harus tunduk pada perintah Allah. 


Agama Islam memerintahkan
kepada umat manusia untuk damai dimuka bumi dan menjadi umat bersaudara, tidak
bermusuhan, tidak menumpahkan darah, tidak saling menghina dan mengejek.

Agar manusia hidup tak
salah kaprah dan berjalan sekehendaknya tanpa kompas petunjuk hidup, maka agama
mengajarkan arti (makna, hakikat) dan fungsi (misi dan tugas mulia) serta arah
dan tujuan hidup. 


Agama mengajarkan kehidupan yang suci, yang benar, yang
pantas, dan nilai-nilai adiluhung lainnya dalam kehidupan umat manusia. Agama
juga mengajarkan bagaimana menghindarkan atau menyingkirkan hal-hal yang nista,
yang jahat, yang buruk, yang keji, dan hal-hal mungkar lainnya dalam kehidupan
manusia. 

Sehingga hidup manusia menjadi beradab, berakal-budi, dan berbudaya
mulia sebagaimana layaknya perangai makhluk Tuhan yang unggul, bukan manusia
yang rendah nista.

Jika ilmu pengetahuan
mengajarkan kebenaran rasional dan empirik, ketika mengerjakan susila, dan seni
mengajarkan keindahan, maka agama selain menyentuh dimensi-dimensi tersebut,
hal yang terpenting mengajarkan makna dan tujuan hidup yang hakiki.


Manusia (individu) yang
bangkit ditandai dengan tersalurnya nilai kemanusiaannya yang dilandasi oleh
akal fikiran. Karena kemampuan mengekspresikan serta memfungsikan akal pikiran
itulah yang membedakan manusia dari jenis makhluk yang lain. 


Apabila akal pikiran dijadikan landasan untuk merenungkan segala yang ada dan yang berkaitan
dengan peri-kehidupan, maka akan lahir suatu aturan dan sistem kehidupan yang
mampu meningkatkan serta menyempurnakan moral dan akhlak manusia.

Apabila manusia mampu
memfungsikan akal pikirannya secara sehat, mengendalikan hawa nafsu dan
mengontrol tabiatnya, maka dia akan mencapai tingkatan kehidupan dan peri
kehidupan yang manusiawi. Dia dapat mencapai kemuliaan, harga diri, dan
kepribadian yang tinggi. 


Segala inspirasi dan akal pikiran manusia haruslah
bersumber dari petunjuk wahyu Allah penciptanya. Sebab jika tidak demikian maka
kebangkitan itu akan tidak terkendali, atau akan jatuh kepada tingkatan
kehidupan yang serendah-rendahnya atau kosong dari keluruhan budi dan kemuliaan
akhlak.

Jika manusia hanya memperturutkan kecenderungan nafsu syahwatnya, maka
keseimbangannya akan goyah, dan dia akan lebih berat kepada urusan duniawi atau
jatuh tersungkur ke derajat hewan.

*)Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kuliah Al-Islam.
Baca...  Seni Hidup Bersahaja Dalam Perspektif Islam
2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Menggali Ajaran Alqur'an Tentang Bullying: Larangan dan Hikmah Dibaliknya

1 Mins read
Bullying, suatu perbuatan tercela yang dapat menjatuhkan martabat dan psikis seseorang – yang berupa tindakan fisik, verbal, atau psikologis – perilaku tersebut…
Esai

Dinamika Perkembangan Islamic Studies

2 Mins read
Dinamika perkembangan Islamic studies. Pada tulisan singkat ini, penulis hendak menelisik tentang sejarah Islamic studies, menguraikan sejarah awal perkembangan studi Islam yang…
Esai

Persepsi Warga Dalam Pemilukada 2024

4 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia 2024 (Pemilukada) digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights