(Sumber Gambar: Fitrah) |
KULIAHALISLAM.COM – Dalam usia 76 tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia tentu banyak kemajuan yang telah dicapai. Namun, di sisi
lain daftar pekerjaan rumah masih panjang untuk ditentukan salah satunya ialah
banyak ragam tayangan media elektronik di dalamnya memunculkan kekerasan yang
terjadi, dari yang bersifat fisik maupun simbolik yang dipandang sebagai suatu
keniscayaan terhadap peniruan generasi muda bangsa. Sebuah sektor keamanan yang
dapat diandalkan, terstruktur dan terlatih yang bisa membantu menyediakan
lingkungan yang aman dan terlindungi pengaruh globalisasi yang negatif sangat
dibutuhkan bagi rakyat Indonesia dan anak cucu kita. Memang perkembangan
globalisasi tidak sedikit mempunyai dampak buruk bagi masa depan anak bangsa.
Apalagi jika aneka ragam budaya asing disertai dengan kekerasan maka ideologi
bangsa kita akan terkikis oleh globalisasi yang tak terkendali, dapat disadari
bahwa ideologi pada suatu bangsa memiliki ciri khas serta karakteristik yang
berbeda sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri.
Jika ideologi bangsa kita
terkikis dengan adanya globalisasi maka bangsa kita tidak lagi mempunyai
karakteristik dan ciri khas negara Pancasilais. Oleh karena itu sebagai
generasi muda sekaligus warga negara yang baik maka kita harus dapat membangun
karakter bangsa dan negara sesuai dengan ideologi bangsa dan negara kita yaitu
Pancasila. Inilah dampak dari globaisasi memang disisi lain kita telah
mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain itu kita dapat
berkreasi menciptakan inovasi-inovasi baru sesuai perkembangan IPTEK dan
globalisasi. Namun tidaklah kita ingat dari dampak negatif yaitu, semakin
merosotnya nilai-nilai sosial akibat kecil dari semakin majunya teknologi yang
ada saat ini. Oleh karena itu perlu sekali kiranya menghidupkan program
pendidikan karakter yang nantinya akan meluruskan kembali jalan para generasi
muda sesuai dengan cita-cita bangsa.
Karakter Bangsa
Karakter adalah
nilai-nilai yang unik-baik (tahu nilai kebaikan, atau mau berbuat baik, dan nyata
kehidupan yang baik) yang terpatri dalam diri dan terjawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren mencari dari hasil olah pikir, olah hati,
olah rasa, dan olah karsa serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung
nilai, kemampuan, kapasitas, moral dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan globaisasi.
Karakter bangsa adalah
upaya kolektif sistematik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan
bangsa dan negaranya sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan
negara serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional,
dan global yang berkeadaban. Semuanya itu untuk membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi luhur, bertoleran, bergotong
royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi, IPTEK yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila.
Istilah karakter bangsa,
dalam literatur Barat dengan ”national character” sangat erat kaitannya
dengan masalah fisikologi sosial. Para ahli Morgenthau (Budimansyah dan Suryadi 2008: 77)
mendefinisikan karakter bangsa dalam konteks negara-bangsa (nation state)
sebagai salah satu unsur kekuatan nasional (nation power) dalam politik
antar-bangsa. De Vos (1968:14) mendefinisikan karakter bangsa sebagai berikut :
the term “national charater” is used to describe the enduring personality
characteristicks and unigue life style found among the populations of partiular
nation states. Dengan kata lain, bahwa karakter bangsa digunakan untuk
mendeskrpsikan ciri-ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup yang khas yang
ditemui pada penduduk negara bangsa tertentu, karena terkait dengan masalah
kepribadian yang merupakan bagian dari aspek kejiwaan maka diakui oleh De Vos
bahwa dalam konteks prilaku, karakter bangsa dianggap sebagai istilah yang
abstark yang berkaitan dengan aspek budaya dan termasuk dalam mekanisme
psikologis yang menjadi karakteristik masyarakat tertentu.(Peran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Peningkatan Pembentukan Karakter Bangsa di Tengah Arus
Globalisasi. Laros Tuhuteru. Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan
III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta e-ISSN 2599-008X. hlm 302)
Kewargaaan Berkarakter Pancasila
Mengingat pentingnya
fungsi dan kedudukan Pancasila dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara maka, pendidikan Pancasila sebagai instrumental untuk membangun
warga negara yang baik (good citizenship) yang berkarakter Pancasila dan
meyakini kebenaran dan kekuatan Pancasila dalam mencapai cita harus diberikan
kepada setiap generasi bangsa. Persoalannya adalah apakah isi substansi materi
yang akan diberikan serta fokus penekanan yang kita prioritaskan dari ketiga
fungsi Pancasila tersebut. PKn meruapakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajiban yang menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan pada kurikulum
1994 disebutkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata
pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya perilaku dalam kehidupan
sehari-hari siswa sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan
makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Di samping itu PPKn juga dimaksudkan untuk
membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan
dengan hubungan antar warga negara dengan
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kemudian secara tegas
disebutkan bahwa tujuan PPKn adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan kemampuan memahami menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, sehingga menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat
diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk belajar lebih lanjut.
Dari tujuan juga jelas
berbeda. PPKn lebih menekankan pada pembentukan karakter (efektif), sedangkan
PKn lebih menekankan pada aspek berpikir kritis (kognisi). Sebenarnya antar
moralitas dengan berpikir bukan dua hal yang terpisah sama sekali. Keduanya
mempunyai hubungan kemampuan berpikir/ kognisi seharusnya membimbing perilaku,
sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan juga semakin baik sikap dan
moralnya, sebagaimana dalam pepata “ilmu padi” semakin berisi semakin merunduk.
Secara filosofis buah dari ilmu itu adalah wisdom/ bijaksana. Oleh karena itu
seharusnya pendidikan mampu merubah perilaku seseorang, semakin tinggi tingkat
pendidikannya maka, semakin bijak sikap dan perilakunya.
Sebagai generasi penerus
bangsa, tentunya merasa cemas melihat sebuah realita penurunan budi pekerti
sebagai bagian dari karakter bangsa di kalangan warga negara bangsa di tengah
arus gobalisasi tentunya diimbangi rasa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan kemajuan teknologi ibarat dunia tanpa batas. Proyek besar
bangsa saat ini harusnya mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang lebih
baik, yang tentu hal tersbut dimulai dari proses pendidikan serta ide-ide
solutif dari berbagai pihak, keran kita bisa dapat melihat bahwa saat ini mengalami
penurunan konsep moral dan mentalitas akan suatu ideologi asli bangsa
Indonesia. Dengan demikian pendidikan karakter tepat untuk mengembalikan
nilai-nilai kepribadian setiap warga negara, tetapi hal itu harus diapresiasi
oleh semua pihak, walaupun hasilnya akan tercapai setelah satu generasi bangsa
Indonesia.