Penerapan Filsafat Khudi Muhammad Iqbal Pada Zaman Milenial. Zaman saat ini menjadi zaman yang mempunyai cerita panjang mengingat proses perjalannya membutuhkan waktu. Bisa berupaya lambat, sedang, cepat sesuai apa yang manusia kerjakan sekarang.
Hingga perkembangan pengetahuan agama, membuat semua orang lebih mudah mengakseskan dengan mudah, cepat, bahkan super cepat.
Sayangnya orang milenial tidak mau menjalankannya dengan hati-hati tanpa memikirkan kedalaman jiwanya. Seolah-olah digital adalah langkah awal memantapkan pengetahuan islam secara luas.
Ini menunjukkan begitu mudahnya kita sebagai manusia tidak menyadari era digitalisasi membutakan mulai hari ini. Maka ada pembahasan menarik pada edisi filsafat yang sebenarnya mampu menjawab keresahan zaman milenial tentang pentingnya rasional mistik di era modern ini.
Salah satunya yakni hadirnya kembali filsafat khudi Muhammad Iqbal sebagai solusi tepat atas kegalauan kehidupan selama ini. Awalnya saya berfikir filsafat hanya membuat orang merasa tidak cocok sama sekali karena zamannya sudah maju.
Saya dapatkan di acara UKM LPM Dinamika acara bedah Buku Rasionalitas mistik dalam filsafat khudi Muhammad Iqbal karya Raha Bistara senin (16/05/22). Diskusi yang sangat membuat saya terpukul pada jenjang yang lebih serius pada Allah SWT.
Memberi penjelasan bahwa setiap manusia masih memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik. Atau biasa kita kenal “Insan Kamil “(manusia sempurna) dari kacamata kehidupan.
Raha Bistara pun juga memberikan kajian filsafat khudi agar kita menekankan zuhud pada zaman modern ini.
Raha Bistara pun juga memberikan kajian filsafat khudi agar kita menekankan zuhud pada zaman modern ini.
Ini pembahasan spektakuler mengungah pemuda-pemudi agar sadar atas suatu proses tidak melulu pada hal-hal instans. Di tambah ada dua pembanding sekaligus yang membuat saya cukup mengesankan dari sudut yang berbeda-beda.
Taufik Kusniawan misalnya selaku pemantik yang mengajak para calon cendekiawan untuk antusias dalam literasi walaupun ia juga mengriktik tulisannya Raha Bistara “di dalam buku ini masih banyak kekurangannya, salah satunya tentang definisi Khudi sendiri, karena kita mahasiswa awam yang belum tahu apa-apa tentang khudi“, ujarnya.
Di sisi lain, juga dihadirkan pembanding dari sudut pandang tasawuf Agus Wahyudi salah satu dosen Tasawuf mengatakan “Khudi ini mengajarkan kita untuk kesadaran dalam hal ibadah terutama sholat yang selalu tidak fokus, kalian jangan munafik kalo melakukan salat“ ujarnya sambal tertawa.
Melihat diskusi tersebut, saya benar-benar merasakan filsafat khudi yang hadir dalam sebuah tempat diskusi. Ini menandakan bahwa filsafat khudi ala Iqbal bisa membawa dampak positif pada era milenial.
Bisa kita bahas tentang makna khudi tersendiri yang menjadi bahasan menarik di semua kalangan mahasiswa. Khudi sendiri sangat berpengaruh pada zaman milenial yang tidak mempercayakan suatu proses kehidupan nyata untuk mengontrol ego sebagai upaya memotivasi agar menjadi lebih baik.
Sekaligus sebagai jawaban yang masih beranggapan filsafat adalah suatu kemunduran ilmu dan pengetahuan modern dan merusak citra pengetahuan yang tidak sesuai zaman.
Khudi masih bersifat dinamis sesuai apa yang diusahakan pribadi masing-masing.
Khudi masih bersifat dinamis sesuai apa yang diusahakan pribadi masing-masing.
Kita bisa lihat fenomena-fenomena penerapan khudi di sekitar kita. Banyak yang masih menyepelekan ibadah-ibadah di kampung terperosok. Ada juga yang cuman sekadar menjadi kewajibannya saja tanpa memperhatikan salatnya.
Lebih parahnya seorang warga desa yang seolah-olah tahu tentang agama, tetapi cara dia menghadirkan agama seperti anak kecil. Dan masih banyak sekali kasus-kasus pekerjaan berat bagi para mahasiswa-mahasiswa kita.
Kalau Iqbal mendefinisikan khudi adalah sebagai cita-cita, keinginan manusia yang belum tersalurkan baik.
Jangan heran kita dihadapkan seluruh umat Islam entah dia backroundnya agamis, nasionalis dan masih banyak hal-hal unik lainnya, kita harus menghadirkan khudi Iqbal dengan cara kita sendiri-sendiri.
Jangan heran kita dihadapkan seluruh umat Islam entah dia backroundnya agamis, nasionalis dan masih banyak hal-hal unik lainnya, kita harus menghadirkan khudi Iqbal dengan cara kita sendiri-sendiri.
Manifestasi khudi Iqbal hanya sebagai awal untuk merubah kuantitas kita supaya bisa menunjukkan Insanul Kamila atau dalam Bahasa Indonesia manusia sempurna. Manusia sempurna tidak harus menjalankan salat setiap hari di masjid, agar dilihat dari kealiman (religius).
Manusia sempurna yang dikemukakan Iqbal ini adalah bisa menjadikan salat untuk benar-benar dinikmati sesuai mistik kehidupannya.
Iqbal juga mengajak kita sebagai insanul kamil yang terarah, real (kenyataan), dari aspek kehidupan dan menjadi iradah kreatif yang terarah secara rasional (www.alif.id).
Iqbal juga mengajak kita sebagai insanul kamil yang terarah, real (kenyataan), dari aspek kehidupan dan menjadi iradah kreatif yang terarah secara rasional (www.alif.id).
Menumbuhkan gairah terbaru versi modern serta diajarkan dalam kehidupan bermasyarakat. Terus berkarya dengan cara kita yang pasti akan dijanjikan oleh Allah SWT semata. Aspek inilah yang perlu diterapkan di era sekarang , kemudian dijadikam hikmah bagi kehidupan.
Apalagi tugas kita sebagai manusia adalah menjadi khalifah yang sudah tertera di dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Secara kesimpulan yakni bagaimana manusia bisa menjadi bagian dengan versinya sendiri. Tidak mudah terpengaruh kepada orang lain. Cukup dengan motivasi kebaikan pada sesama umat Islam maupun non Islam.