KULIAHALISLAM.COM – Zaid bin Haritsah dijelaskan bahwa ia berasal dari suku Adi bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah. Saat Zaid bin Haritsah masuk Islam, ia masih menjadi seorang budak dan dijadikan anak angkat oleh Rasulullah SAW.
Biografi Singkat Zaid Bin Haritsah |
Zaid Bin Haritsah Jadi Angkat Anak Rasulullah SAW
Zaid bin Haritsah al-Ka’by, seorang pria yang pada usia delapan tahun dibawa ibunya, Su’ada binti Tsa’labah, untuk mengunjungi Bani Ma’in, tetapi di tengah perjalanan mereka dijarah. Akhirnya, mereka tiba di Bani Ma’in, tetapi kemudian Bani al-Qain menyerang kampung tersebut, merampas harta dan menawan anak-anak, termasuk Zaid.
Zaid kemudian dijual ke pasar Ukaz dan dibeli oleh Hakim bin Hizam bin Khuwailid dengan harga 400 dirham. Kemudian, Zaid diberikan kepada bibi Hakim, Sayyidah Khadijah, sebagai hadiah. Setelah Nabi Muhammad menikahi Khadijah, Zaid diberikan kepada Nabi sebagai pelayan. Zaid kemudian menjadi dekat dengan Nabi dan mendapatkan perlakuan lembut serta penuh kasih sayang dari Nabi Muhammad.
Meskipun Zaid merasa nyaman tinggal bersama Nabi Muhammad, orang tuanya, terutama ibunya, merasa sedih dan merindukan kehadiran Zaid. Mereka berusaha mencari Zaid dan akhirnya mendengar kabar bahwa ia masih hidup. Setelah bertemu dengan Zaid dan mendengar kabar ini, orang tua Zaid pergi menemui Nabi Muhammad untuk meminta agar Zaid dikembalikan kepada mereka. Mereka bahkan membawa uang tebusan.
Namun, Nabi Muhammad memberikan Zaid pilihan untuk memilih antara tetap bersama Nabi atau kembali bersama orang tuanya. Setelah pertimbangan yang panjang, Zaid akhirnya memilih untuk tetap tinggal bersama Nabi Muhammad. Meskipun ini mengecewakan ayahnya, Nabi Muhammad menyatakan Zaid sebagai anak angkatnya di depan umum, dan ini mengakhiri perdebatan.
Akhirnya, orang tua Zaid merasa tenang dan memahami bahwa Zaid memilih dengan sukarela untuk tetap bersama Nabi Muhammad, menghormati posisi istimewanya.
Pembatalan Status Anak Angkat Zaid Bin Haritsah
Zaid bin Haritsah, yang pada awalnya dikenal sebagai Zaid bin Muhammad setelah diangkat oleh Nabi Muhammad sebagai anak angkat, dibatalkan oleh ayat-ayat dalam surat Al-Ahzab dalam Al-Qur’an. Surat Al-Ahzab ayat 5, 37, dan 40 secara eksplisit membahas perubahan status Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat Nabi Muhammad.
- Surat Al-Ahzab Ayat 5: Ayat ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad diizinkan untuk mengangkat anak angkat yang telah dia asuh sebagai anak sendiri, tetapi ayat ini juga menekankan pentingnya menjaga hak-hak keturunan biologis.
- Surat Al-Ahzab Ayat 37: Ayat ini secara khusus membicarakan tentang kasus Zaid bin Haritsah. Ayat ini mengungkapkan bahwa ketika Nabi Muhammad menginginkan untuk menceraikan istrinya, Zainab binti Jahsy, Zaid bin Haritsah mengakhiri pernikahannya dengan Zainab. Setelah itu, Allah memberikan perintah kepada Nabi Muhammad untuk menikahi Zainab sendiri. Tujuan dari peristiwa ini adalah untuk menghapuskan praktik adopsi dan tradisi Arab yang melarang seorang bapak menikahi mantan istri dari anak angkatnya. Dengan melakukan ini, Allah ingin menegaskan bahwa Nabi Muhammad bukanlah bapak dari anak angkatnya.
- Surat Al-Ahzab Ayat 40: Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad bukanlah bapak dari laki-laki muslim manapun. Dengan demikian, status Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat Nabi Muhammad secara resmi dibatalkan.
Dengan demikian, melalui rangkaian ayat-ayat dalam surat Al-Ahzab ini, Allah menegaskan bahwa hubungan ayah-anak angkat tidak dapat menghapus hak-hak biologis dan membatalkan status anak angkat secara hukum. Hal ini menghilangkan praktik adopsi yang ada pada saat itu, yang dapat memengaruhi masalah warisan dan perkawinan, serta menghapus keraguan atau spekulasi tentang siapa yang mungkin menggantikan Nabi Muhammad dalam memimpin komunitas setelahnya.
Pernikahan Zaid Bin Haritsah
Zaid bin Haritsah menikah dengan putri Rasulullah SAW, Zainab binti Muhammad. Awalnya, Zainab menolak untuk menikah dengan Zaid karena ia merasa bahwa Zaid bukanlah pasangan yang cocok untuknya. Namun, Rasulullah SAW meminta Zaid untuk menikahi Zainab dan akhirnya mereka menikah. Namun, pernikahan mereka tidak bahagia dan akhirnya Zaid menceraikan Zainab. Setelah itu, Allah SWT menurunkan ayat dalam Al-Quran yang mengatur tentang pernikahan dan perceraian, termasuk tentang pernikahan antara Zaid dan Zainab.
Zaid bin Haritsah memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah kepribadian yang tangguh, cerdas, bisa dipercaya, pandai berbicara atau berpendapat, dan memiliki keberanian yang jarang dimiliki orang lain. Selain itu, ia memiliki pandangan yang tajam dan selalu berfikir terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu. Zaid bin Haritsah juga dicintai oleh Rasulullah SAW dan senantiasa membela Islam dengan segala kekuatan yang dimilikinya.
Kepemimpinan Zaid Bin Haritsah
Kepemimpinan Zaid bin Haritsah begitu kharismatik karena ia memiliki kepribadian yang tangguh, cerdas, bisa dipercaya, pandai berbicara atau berpendapat, dan memiliki keberanian yang jarang dimiliki orang lain. Selain itu, ia memiliki pandangan yang tajam dan selalu berfikir terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu. Zaid bin Haritsah juga tidak pernah menentang perkataan Rasulullah Sallallahu’alaihi Wasallam, cepat tanggap, cakap, berbudi pekerti baik, dan semua kepribadian ini sudah terlihat sejak Zaid masih kecil.
Zaid bin Haritsah memainkan peran penting dalam dakwah Rasulullah sebagai pelindung dan orang terpercaya Rasulullah. Ia mendampingi Rasulullah saat melaksanakan dakwah dan hijrah ke Madinah serta di persaudarakan. Selain itu, Zaid bin Haritsah diangkat menjadi pemimpin sementara di Madinah menggantikan Rasulullah. Selain itu, Zaid bin Haritsah juga selalu ikut serta dalam berjihad bersama Rasulullah, baik bersama Rasulullah ataupun tidak, dalam beberapa perang seperti Pengerahan Zaid menuju Ummu Qarfah, Perang Badar, Sariyyah Al-Qardah, dan Pengerahan Zaid ke Hasma.
Peran Penting Zaid Bin Haritsah Dalam Perang Mut’ah
Perjuangan Zaid bin Haritsah dalam Perang Mu’tah mempengaruhi sejarah Islam karena ia memimpin pasukan Muslim dalam perang tersebut dan menunjukkan kepemimpinan yang kharismatik. Meskipun pasukannya hanya terdiri dari 3000 orang dan menghadapi pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 tentara, Zaid bin Haritsah tetap maju bertempur dengan gagah berani mengorbankan nyawanya demi membela agamanya.
Dalam perang tersebut, tiga panglima perang Muslim yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW (Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah) gugur dalam peperangan melawan pasukan musuh yang jauh lebih besar.Meskipun ketiga panglima perang gugur, kaum Muslimin berhasil meraih kemenangan dalam perang ini. Ini menunjukkan kuasa Allah dan keyakinan kaum Muslim dalam mempertahankan iman.
Kepemimpinan Zaid bin Haritsah dalam perang ini bisa dijadikan pengaruh yang bermanfaat bagi pemimpin-pemimpin selanjutnya untuk semangat meneruskan peperangan, dan pelajaran di masa depan bahwa ketika ingin membela Agama atau berjihad kita tidak harus memperdulikan siapa yang dihadapi, seberapa banyak atau bahkan seberapa kuat kita harus tetap maju, optimis, dan hanya akan mendapatkan 2 hasil, yakni syahid atau menang.
Sumber tulisan: