Keislaman

Benarkah Allah Memiliki Wajah ? Menyelami Tafsir Al-Qummi Atas Ayat Antropomorfisme

3 Mins read

Saat kita membaca ayat yang menyebut wajah Allah, tak sedikit di antara kita yang bertanya apakah maksudnya Allah benar-benar memiliki wajah seperti manusia ataukah tidak? Pertanyaan seperti ini sering muncul, terutama saat Al-Qur’an berbicara menggunakan bahasa yang cenderung mengarah kepada fisik.

Dalam teologi Islam, penggunaan istilah seperti tangan, wajah, atau istiwa’ di atas ‘Arsy sering disebut sebagai ayat yang terkesan menyerupai manusia. Menariknya, dalam tafsirnya, Al-Qummi yang merupakan seorang mufasir dari kalangan Syiah Imamiyah.

Al-Qummi tidak memahami frasa tersebut secara fisik, melainkan memaknainya secara simbolik. Lalu, bagaimana sebenarnya al-Qummi menafsirkan ayat-ayat antropomorfisme tersebut? Artikel ini akan mengajak kita menelusurinya secara sederhana.

Dalam studi Al-Qur’an, ayat-ayat yang mengandung ungkapan fisik tentang Allah disebut ayat antropomorfisme. Secara sederhana, antropomorfisme adalah anggapan bahwa Allah digambarkan seolah-olah memiliki bentuk tubuh atau sifat-sifat manusia.

Dalam Al-Qur’an, hal ini tampak pada istilah seperti “tangan Allah”, “wajah Allah”, atau pernyataan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy’. Ayat-ayat semacam ini dikategorikan sebagai ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang maknanya tidak dapat dipahami secara langsung dan membutuhkan penafsiran yang lebih hati-hati.

Para ulama sepakat bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, sehingga istilah tersebut tidak sepatutnya dimaknai secara harfiah. Sebagaimana al-Qur’an juga menjelaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluknya pada Surah Asy-Syura ayat 11:

فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّمِنَ الْاَنْعَامِ اَزْوَاجًاۚ يَذْرَؤُكُمْ فِيْهِۗ لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ۝١١

“(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagimu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri dan (menjadikan pula) dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan(-nya). Dia menjadikanmu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Baca...  Jawaban Jika Anak Bertanya Apakah Penyakit Kanker Saya Hukuman dari Allah Karena Dosaku?

Al-Qummi (Abu al-Ḥasan ‘Ali ibn Ibrahim ibn Hashim al-Qummi) merupakan seorang mufasir dari kalangan Syiah Imamiyah yang hidup pada abad ke-3 H. Beliau dikenal melalui karya tafsirnya, yaitu Tafsir al-Qummi.

Tafsir ini sering kali menggunakan pendekatan teologis berdasarkan doktrin Syiah yang kental dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Menariknya, ketika menjumpai ayat antropomorfisme, Al-Qummi tidak memberikan penjelasan mendalam mengenai istilah seperti “tangan” atau “wajah Allah”.

Sebaliknya, beliau sering kali lebih menekankan aspek fikih atau asbabun nuzul ayat, dan bahkan melewati penafsiran langsung terhadap beberapa bagian yang bersifat antropomorfik. Salah satu contoh ayat antropomorfisme adalah frasa “wajah Allah” dalam QS. Al- Baqarah ayat 115:

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۝١١٥

“Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”

Secara tekstual, ayat tersebut mengandung kata yang tergolong antropomorfisme berupa kalimat وجه الله Secara zahir, ungkapan tersebut bisa menimbulkan kesan bahwa Allah memiliki wajah seperti manusia.

Menariknya, pada penafsiran ayat tersebut, al-Qummi sama sekali tidak menyinggung atau menafsirkan ayat antropomorfik ayat tersebut. Melainkan, beliau hanya menitikberatkan tafsiranya pada penjelasan ilmu fiqh, yakni tentang perbedaan arah-arah yang diperbolehkan ketika salat sunnah dan salat fardhu.

Sikap ini mengindikasikan bahwa Al-Qummy tidak melihat perlunya memahami istilah fisik tersebut secara harfiah, melainkan menghindari penafsiran yang berpotensi menyerupakan Allah dengan makhluk.

Selain Al-Qummi, ulama klasik juga mengembangkan pendekatan yang beragam terhadap ayat antropomorfisme. Kelompok Asy‘ariyah, misalnya, memilih tafwiḍ dengan menyerahkan makna sepenuhnya kepada Allah tanpa menafsirkan secara literal.

Sebagian lainnya melakukan ta’wil, memaknai istilah fisik sebagai simbol kekuasaan atau pengawasan Allah. Sejalan dengan itu, pendekatan Al-Qummi dalam memahami ayat antropomorfisme menjadi relevan di era modern, ketika sebagian orang cenderung memahami teks agama secara kaku atau bahkan menafsirkan ayat secara literal tanpa mempertimbangkan konteks teologis.

Baca...  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 134: Perbedaan Pendapat Sunni dan Mu'tazilah

Di sisi lain, perkembangan pemikiran modern mendorong umat Islam untuk memahami Al-Qur’an secara rasional. Dengan menghindari pemaknaan fisik terhadap istilah seperti “wajah Allah”, Al-Qummy menunjukkan bahwa al-Qur’an dapat dipahami dengan baik, tanpa bertentangan dengan prinsip tauhid sekaligus tetap sejalan dengan nalar. Pendekatan ini bisa menjadi alternatif bagi pembaca Muslim dalam menyikapi ayat-ayat yang berpotensi menimbulkan kebingungan, khususnya terkait konsep ketuhanan.

Pada akhirnya, dapat dipahami bahwa ungkapan seperti “wajah Allah” bukanlah gambaran fisik yang menyerupai manusia. Dengan sikap kehati-hatian dan pendekatan metaforis, Al-Qummi menunjukkan bahwa ayat-ayat semacam ini dapat dimaknai tanpa mengurangi kesempurnaan Allah.

Di tengah perkembangan pemikiran saat ini, penting bagi pembaca untuk tidak tergesa-gesa memahami teks secara literal, melainkan mencari makna terdalam di baliknya. Sebab, sering kali ayat yang tampak sederhana justru menyimpan pesan teologis yang hanya dapat ditangkap melalui pemahaman yang mendalam. Dengan demikian, membaca Al-Qur’an bukan sekadar melafazkan kata-katanya, tetapi juga menggali nilai keyakinan yang memperkuat keimanan.

Sumber

Adib, Muhammad, Muhammad Noupal, dan Lukman Nul Hakim.“Metodologi Penafsiran Ayat-Ayat Antropomorfisme (Studi Analisis Linguistik atas Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhaili).” Al-Misykah: Jurnal Kajian Al-Qur’an dan Tafsir 2, no. 1 (2021): 64.
Al-Qummī, ʿAlī ibn Ibrāhīm. Tafsīr al-Qummī, Juz 1. Qum: Mu’assasat al-Imām al-Mahdī, 2014.
Al-Qur’an, Surah al-Baqarah (2): 115.
Al-Qur’an, Surah Asy-Syura (42): 11.

Related posts
Keislaman

Benarkah Ibadiyah Takfiri? Mengungkap Wajah Moderat Khawarij dalam Kitab Tafsir Hamyan Al-Zad

4 Mins read
Jika Khawarij dikenal sebagai kelompok paling ekstrem, bagaimana mungkin salah satu cabangnya justru menjadi suatu kelompok yang moderat dan intelektual? Nama Khawarij…
KeislamanPendidikan

Asal Usul Roh Menurut Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Mempelajari asal usul Roh ada kaitannya dengan masalah kekadiman atau kebaharuan Roh. Berdasarkan pendapat Plato, ahli filsafat Yunani mengatakan bahwa Roh itu…
Keislaman

Lima Pilar Rasionalisme Muktazilah: Telaah Penafsiran Qadi ‘Abd al-Jabbar dalam Tanzih al-Qur’an ‘an al-Mata‘in

4 Mins read
Muktazilah salah satu aliran teologi Islam yang menempati posisi penting dalam sejarah intelektual Islam. Aliran ini dikenal kental nuansa doktrin teologis dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Ustaz Shodiq Jelaskan 3 Hal Memulai Salat

Verified by MonsterInsights