Kuliahalislam.Abul Rayhan al-Biruni (Khawarizmi, Turkmenistan, Zulhijah 362/September 973 M-Ghazna, 3 Rajab 448/13 Desember 1048 M). Ia adalah sarjana muslim terkemuka pada masanya, bahkan sering disebut sebagai ilmuwan Muslim terbesar. Ia mempelajari banyak disiplin ilmu seperti matematika, fisika kedokteran, ilmu bahasa, biologi, geografi, dan juga filsafat.
Ia dikenal berpikiran jernih, selalu mencari kebenaran dengan tulisan berani. Nama al-Biruni diperolehnya karena ia lahir dan tinggal di pikiran kota Khawarizmi. Bagian kota yang ditinggalinya itu khusus diperuntukkan bagi orang asing. Dalam bahasa Khawarizmi, orang asing disebut “Birun”.
Al-Biruni meninggalkan kota kelahirannya dan kemudian pindah ke Jurjan. Setelah menetap di sana beberapa waktu lamanya, dia kemudian pindah lagi ke Kurkanj, sebelah utara Khawarizmi. Dia banyak mengadakan perjalanan ke daerah Utara Persia (Iran). Pengetahuan dasarnya pertama-tama ditimbanya dari Abdus Samad bin Abdus Samad. Kemudian dia belajar kepada Abu Sahl al-Masihi dalam bidang kedokteran, Abul al-Wafa’ al-Buzayani dalam bidang matematika dan astronomi dan Abu Nasr Mansur bin Ali bin Iraq untuk ilmu matematika.
Ketika tinggal di Jurjan, keunggulannya dalam banyak cabang ilmu sudah terlihat. Penguasa setempat sangat memperhatikan dan menghormatinya. Kebetulan penguasa ini sangat tertarik kepada ilmu pengetahuan. Al-Biruni banyak menulis makalah untuk penguasa Jurjan itu.
Ketika Mahmud Gaznawi menguasai Asia Tengah termasuk wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan Khawarizmi, al-Biruni, pindah ke istana Mahmud Gaznawi di Ghazna ( di sebelah selatan Kota Kabul sekarang). Sebagian riwayat menyebutkan bahwa kepindahannya itu adalah atas permintaan Mahmud Gaznawi sendiri.
Selama tinggal bersama Mahmud Gaznawi dan anaknya, Mas’ud, al-Biruni beberapa kali mengadakan Rihlah (wisata) ilmiah ke negeri-negeri Hindu yang sudah ditaklukan. Tujuannya adalah untuk memiliki secara ilmiah dan mendalam keadaan negara-negara itu dari segi sejarah kebudayaan dan agamanya.
Informasi diusahakannya didapatkan dari sumber pertama. Tujuannya ini tidak akan tercapai bila ia tidak menguasai bahasa Sansekerta. Untuk itu dia belajar kepada ilmuwan-ilmuan Hindu setempat, sehingga akhirnya dia berhasil mengkaji India dari beberapa aspeknya. Pada tahun 1017, dia menulis sebuah buku terkenal tentang india berjudul Kitab al-Hind.
Tulisannya ini merupakan uraian terbaik mengenai agama Hindu, sains dan adat istiadat India dalam abad pertengahan. Meskipun dia seorang astronom, melalui tulisannya itu dia bisa menjadi seorang ilmuwan yang mengkaji manusia secara objektif. Padahal ketika itu, studi semacam itu di dunia barat masih tidak melebihi tingkat babad yang mencampurkan data dengan legenda.
Al-Biruni adalah seorang sangat suka membaca dan menulis. Sebagian besar kehidupannya digunakan untuk menggali dan membuka rahasia ilmiah. Dia hidup untuk ilmu, sehingga terlihat seolah-olah dia mengabaikan kesejahteraan kehidupan materialnya demi menuntut ilmu. Untuk menggali beberapa cabang ilmu itu, ia menguasai beberapa bahasa.
Bahasa ibunya adalah bahasa Khawarizmi. Dia menguasai Persia dan Arab. Dia menguasai dengan baik bahasa Arab dan Persia. Selain belajar menguasai bahasa Sansekerta, dia juga belajar dan menguasai bahasa Yunani Ibrani dan Suryani. Al-Biruni melakukan studi mendalam tentang filsafat, tetapi tulisan tentang filsafat ini sebagian besar hilang.
Ia hidup semasa dengan Ibnu Sina, seorang filsuf dan ahli kedokteran. Antara dua orang ilmuwan Islam yang terjalin hubungan surat-menyurat. Al-Biruni menentang aliran Paripatetik seperti dalam masalah gerak dan tempat. Untuk hal itulah dia mengadakan surat menyurat dengan Ibnu Sina. Dalam bidang filsafat, ia banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat al-Farabi, al-Kindi dan al-Mas’udi.
Perhatiannya dalam kemungkinan gerak bumi mengitari matahari juga besar. Dia menulis buku tentang masalah yang terakhir itu tapi buku tersebut hilang. Bahkan seperti tertera dalam suratnya kepada Ibnu Sina, dia mengatakan bahwa gerak Eliptis lebih mungkin daripada gerak melingkar pada planet.
Dalam bidang fisika, dia dipandang sebagai seorang sarjana terbesar dalam periode sejarah Islam. Dia juga memiliki pengetahuan tentang perbandingan agama. Dia juga menulis buku mengenai astronomi, matematika dan sejarah. Dalam bidang astronomi Islam, dia menulis al-Qanun al-Mas’udi ( Ketentuan-Ketentuan al-Mas’udi).
Tulisannya ini dipersembahkan untuk Sultan Mas’ud bin Mahmud, pengganti Mahmud Gaznawi. Tulisan ini dipandang sama tingginya dengan Qanun karya Ibnu Sina dalam bidang medis. Karyanya ini memang merupakan karya paling komprehensif dalam astronomi Islam.
Di bidang astrologi, dia juga menulis sebuah buku tentang elemen astrologi. Tulisan-tulisannya sangat banyak tetapi hanya sekitar 180 Kitab yang diketahui. Tulisan-tulisannya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman.

