Dulu, belajar Al-Qur’an identik dengan duduk bersila di depan guru ngaji, membawa mushaf, dan melafalkan huruf demi huruf dengan penuh kesungguhan. Suara pelan guru membetulkan bacaan murid menjadi ciri khas suasana ngaji tradisional.
Namun kini, pemandangan itu mulai berubah. Di era digital, belajar Al-Qur’an tidak lagi harus dilakukan di surau atau pesantren. Cukup dengan ponsel dan koneksi internet, siapa pun bisa belajar membaca, memahami, bahkan menghafal Al-Qur’an dari mana saja.
Perubahan ini merupakan bagian dari perkembangan besar dalam dunia pendidikan Islam.
Teknologi telah menghadirkan kemudahan dan fleksibilitas bagi umat Islam untuk terus berinteraksi dengan kitab sucinya di tengah kesibukan hidup modern. Aplikasi seperti Quran.com, Umma, dan Muslim Pro misalnya, menyediakan fitur pembelajaran tajwid, tafsir, hingga audio murattal dari qari ternama dunia. Ada juga platform seperti Zoom atau YouTube yang menjadi wadah bagi ustaz dan guru ngaji untuk mengajar secara daring kepada murid-murid dari berbagai daerah (Afifah, Nurrohim, Nugroho, Dahliana, & AN, 2025).
Pandemi COVID-19 sempat menjadi momen penting dalam mendorong transformasi ini. Ketika majelis taklim dan pesantren terpaksa berhenti sementara, para pengajar Al-Qur’an mulai mencari cara agar dakwah dan pembelajaran tetap berjalan.
Dari sinilah lahir berbagai inovasi seperti kelas tahfidz online, grup ngaji di WhatsApp, hingga program One Day One Ayat melalui media sosial. Masyarakat pun mulai terbiasa dengan pola belajar baru yang fleksibel dan mudah diakses. Kini, mengaji bisa dilakukan sambil menunggu bus, di sela waktu kerja, atau sebelum tidur malam.
Meski begitu, kehadiran teknologi tidak berarti menggantikan peran guru ngaji sepenuhnya. Sebaliknya, teknologi justru memperkuat peran mereka dengan menjangkau lebih banyak murid. Guru ngaji kini bisa mengajar murid dari berbagai kota bahkan negara melalui satu perangkat.
Dengan dukungan media digital, mereka mampu menghadirkan pembelajaran yang interaktif, disertai visual dan audio yang membantu pemahaman tajwid dan makhraj dengan lebih jelas (Fauziah, Nurrohim, & Diningrum, 2024).
Selain kemudahan akses, media digital juga mendorong munculnya inovasi pembelajaran yang menarik. Banyak kreator muslim kini memproduksi konten edukatif seperti video animasi huruf hijaiyah, podcast kajian tafsir ringan, dan game interaktif hafalan surat pendek untuk anak-anak (Rahman, Nurrohim, & Alhafidz, 2023).
Semua ini membuat belajar Al-Qur’an terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Bagi generasi muda yang tumbuh dalam dunia serba visual, metode seperti ini sangat efektif dalam menumbuhkan kecintaan terhadap Al-Qur’an.
Namun, di balik semua kemudahan itu, ada tantangan besar yang tidak boleh diabaikan.
Media digital memang praktis, tetapi tanpa bimbingan yang benar, bisa menimbulkan kesalahan dalam membaca atau memahami makna ayat. Tidak semua sumber di internet dapat dipercaya.
Banyak konten yang dibuat tanpa dasar ilmu yang kuat atau tanpa rujukan ulama yang jelas. Karena itu, penting bagi pengguna untuk tetap berhati-hati dalam memilih platform dan selalu memastikan bahwa sumbernya berasal dari guru atau lembaga Islam yang kredibel.
Di sinilah peran penting guru dan lembaga keagamaan semakin terasa.
Mereka perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman agar tidak tertinggal oleh arus digitalisasi. Dengan menguasai teknologi, guru ngaji bisa memanfaatkan media digital untuk memperluas dakwah. Beberapa pesantren kini bahkan sudah memiliki platform e-learning sendiri, lengkap dengan jadwal ngaji daring, sistem ujian, dan forum diskusi online (Amatullah et al., 2025).
Kolaborasi semacam ini menunjukkan bahwa teknologi dan pesantren tidak harus saling meniadakan, tetapi bisa berjalan berdampingan untuk tujuan yang sama: menjaga dan menyebarkan cahaya Al-Qur’an.
Selain itu, pendekatan hybrid learning atau gabungan antara tatap muka dan daring kini menjadi pilihan terbaik.
Santri tetap bisa berinteraksi langsung dengan guru untuk memperbaiki bacaan, sementara di waktu lain mereka dapat belajar mandiri melalui aplikasi digital. Dengan metode ini, semangat talaqqi tetap terjaga, tetapi fleksibilitas era digital juga bisa dimanfaatkan .
Perkembangan media digital pada akhirnya telah menciptakan gerakan baru dalam pembelajaran Al-Qur’an yaitu gerakan “ngaji tanpa batas”. Tidak ada lagi alasan jarak, waktu, atau usia untuk berhenti belajar.
Setiap orang kini memiliki kesempatan yang sama untuk mendalami kalam Ilahi sesuai kemampuan dan waktu yang dimilikinya. Dunia maya yang dahulu sering dianggap menjauhkan manusia dari agama, kini bisa menjadi ruang baru untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Meski begitu, kita tetap harus ingat bahwa media hanyalah alat. Ia bisa membawa manfaat besar, tapi juga mudarat jika digunakan tanpa bimbingan dan niat yang benar.
Belajar Al-Qur’an bukan hanya soal teknis membaca, tetapi juga tentang menjaga adab, keikhlasan, dan hubungan spiritual dengan Sang Pencipta. Teknologi boleh modern, tetapi ruh dari pembelajaran Al-Qur’an tetap harus bersumber dari nilai-nilai ketulusan dan keberkahan ilmu.
“Ngaji tanpa batas” bukan berarti lepas dari tuntunan, melainkan melampaui sekat ruang dan waktu agar cahaya Al-Qur’an bisa menerangi lebih banyak hati. Selama kita memanfaatkannya dengan benar, teknologi akan menjadi mitra dalam dakwah, bukan penghalang. Dari masjid ke media, dari halaqah ke layar, semangat mencintai Al-Qur’an akan terus hidup menembus batas zaman dan menyatukan umat dalam kalam Ilahi.
Daftar Pustaka
Afifah, A. N., Nurrohim, A., Nugroho, K., Dahliana, Y., & AN, A. N. (2025). Transformation of Al-Qur’an Interpretation in the Digital Era: A Comparative Analysis Study of the Content of the Altafsir. com Website with the Al-Qur’an Al-Hadi Website. Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 8(1), 1047–1068.
Amatullah, A., Nurrohim, A., Maghfirah, Z. L., Ilaafi, B. S., Adila, K., Khoirunnisa, A. H., … Zuhri, M. H. K. (2025). Development of wordwall-based e-learning materials to enhance students’ mastery of tajweed rules at an naml qur’an house. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Sains Islam Interdisipliner, 77–82.
Fauziah, N., Nurrohim, A., & Diningrum, M. R. (2024). Development of Tajwid Material Qalqalah Law Using Song at TPQ Al-Manar, Pabelan, Sukoharjo. Proceeding ISETH (International Summit on Science, Technology, and Humanity), 2547–2554. https://doi.org/10.23917/iseth.5306
Rahman, Z. K., Nurrohim, A., & Alhafidz, A. D. (2023). Development of Tahfidz Learning Method Selected Letters with Flash-Qu Media (Qur’an Flashcard). Proceeding ISETH (International Summit on Science, Technology, and Humanity), 2048–2052.

