Penulis: Hizbi Hulyatul Muna*
KULIAHALISLAM.COM – Asiyah binti Muzahim
adalah seorang wanita yang baik hati dan cerdas, beliau merupakan
istri dari seorang Raja yang terkenal dengan kedzaliman dan
kekejamannya pada masa itu yang disebut sebagai raja Fir’aun. Asiyah
dapat dijadikan panutan bagi para muslimah masa kini dengan kesabaran
yang luar biasa dalam menghadapi raja Fir’aun. Banyak kedzaliman
yang telah dilakukan oleh raja Fir’aun,salah satunya pada zaman
nabi Musa AS.
Ketika seorang pembantu
bernama Masyithoh yang sedang menyisir rambut putri dari raja
Firaun, tiba-tiba sisir yang digunakan Masyithoh terjatuh dan secara
reflek Masyithoh menyebut nama Allah. Kemudian putri raja Fir’aun
yang mendengar hal itu kemudian bertanya kepadanya “siapa itu
Allah?”. Masyithoh menjawab “Tuhanku, Tuhan ayahmu, dan Tuhan dari
segala sesuatu adalah Allah,” Putri raja Fir’aun tersebut
kemudian bertanya lagi “apakah kamu punya Tuhan lagi selain
ayahku?”, dan Masyithoh menjawabnya dengan jawaban yang
sama “Tuhanku, Tuhan ayahmu dan Tuhan dari segalanya adalah Allah.”
Putri raja Fir’aun
mengadu kepada ayahnya, mendengar cerita dari sang putri Fir’aun
begitu marah lalu menyuruh para prajurit untuk membawa Masyithoh
kehadapannya beserta dengan keluarganya kemudian mengintrogasinya
dengan mengatakan “adakah Tuhan selain aku?” dan jawaban Masyithoh
sama seperti apa yang ia katakan kepada putri Fir’aun
“Tuhanku, Tuhan ayahmu dan Tuhan dari segalanya adalah
Allah.”
Fir’aun murka lalu mengikat kedua tangan dan kaki
Masyithoh seraya melepaskan ular ular beracun, kemudian Fir’aun
bertanya kembali pertanyaan yang sama dan di jawab dengan jawaban
yang masih sama oleh Masyithoh.
Bertambah murkalah
Fir’aun mendengar jawaban tersebut, Fir’aun menyembelih anak
Masyitoh yang paling besar terlebih dahulu dihadapannya, Masyithoh
berkata “silahkan lakukan apa yang ingin kau lakukan.” Setelah
disembelih, roh anak tersebut muncul dan membawa kabar gembira dan
meyakinkan Masyithoh untuk tetap teguh terhadap imannya.
Kemudian
Fir’aun melakukan hal yang sama kepada anak-anak Masyithoh yang
lain dan salah satu dari mereka berkata “wahai ibuku, bersabarlah.
Sesungguhnya bagimu disisi Allah dan pahala yang besar.” Lalu Allah
mencabut nyawa Masyithoh.
Asiyah melihat
percakapan tersebut, kemudian Asiyah beriman kepada Allah, Asiyah
bertambah yakin dan memperkuat imannya. Seiring berjalannya waktu
keimanan Asiyah ini diketahui oleh suaminya, mengetahui hal itu
Fir’aun terkejut, kemudian menanyakan hal kepada pemimpin kaumnya
dan memberi tahu bahwa Asiyah sudah tidak lagi menyembahnya dan
mempunyai Tuhan selain dirinya. Fir’aun murka dan memberikan siksaan
kepada Asiyah, istrinya tersebut, setiap hari tanpa henti.
Sejak saat itu siksaan
demi siksaan dialami oleh Aisyah, kedua tangan dan kakinya diikat
kepasak kemudian dijemur dibawah terik matahari dan pernah juga pada
saat itu punggung Asiyah diberi sebuah batu besar, siksaan itu sangat
kejam dan berat, dalam keadaan yang seperti itu Asiyah berdoa kepada
Allah seraya mengucapkan “…Ya Tuhanku, bangunkanlah sebuah rumah
disisiMu dalam surga dan selamat kan aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” Doa tersebut
sampai dicantumkan dalam Alqur’an surat At-Tahrim ayat 11.
Ketika sudah
diperlihatkan sebuah rumah yang berada di surga yang telah
dibangunkan untuknya (Asiyah), perempuan yang mulia ini begitu senang
dan bahagia, hari demi hari rindunya semakin kuat untuk segera
memasuki rumahnya dan menghiraukan setiap siksaan yang diberikan oleh
Fir’aun untuk Asiyah dengan menunjukkan senyuman, melihat hal itu
Fir’aun merasa bingung dan heran kemudian berkata “bagaimana
mungkin orang yang disiksa malah tersenyum?”
Memang terlihat aneh dan
seperti tidak mungkin, namun apabila yang Asiyah lihat dihadapannya
itu ditunjukkan pula kepada Fir’aun maka semua yang dimiliki
Fir’aun tidak ada apa-apanya sama sekali dibandingkan dengan apa
yang dilihat oleh Asiyah pada saat itu.
Kemudian Asiyah meninggal
dunia sesaat setelah mengucapkan doa tersebut bersamaan dengan algojo
dari Fir’aun yang melemparkan sebuah batu besar yang diarahkan
kepada Asiyah, yang berarti Asiyah sudah tidak lagi merasakan sakitnya
batu tersebut ketika mengenai tubuhnya dan siksaan siksaan lain yang
diberikan Fir’aun kepadanya (Asiyah).
Banyak suri tauladan
yang dapat kita ambil dari sikap dan perilaku seorang perempuan mulia
tersebut, seperti kesabaran yang dimilikinya dalam menghadapi
kedzaliman raja Fir’aun pada masanya, kemudian keteguhan iman yang
dimilikinya membuatnya tetap teguh pendirian kepada agamanya dan
tidak mudah terlena dalam gemerlap dunia yang Asiyah dapat dengan
mudah menikmatinya.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Prodi Sosiologi Agama.
Editor: Adis Setiawan